21

2.5K 205 5
                                    

🏔️ Arjuna

Setelah balik ngopi bersama anak-anak, ternyata mereka mampir ke kosan setelah tahu sekarang aku yang bertanggungjawab untuk mengelola kosan eyang ini.

Aku meminta mereka tidak berisik karena sudah cukup malam dan takut membuat anak-anak penghuni kos terganggu.

"Pantes betah sarang cewek cantik bos," ujar Wira yang baru saja disapa oleh salah satu anak lantai 2 yang baru pulang.

"Rinjani juga ngekos sini kalau gak salah," sahut Bas setelahnya Pram dan Wira menatapku dengan tatapan penuh arti.

"Iya dia anak lantai bawah," balasku.

"Kalian gak usah lama-lama ya, aku mau cari makan bareng nanti,"

"Ceileh cari makan dimana Jun malem-malem gini? Naik Tretes ya?" Goda Wira.

"Otakmu seh nek iku Wir," Bas membalaskan untukku.

"Aku ke dapur dulu deh, buatin minuman, kopi lagi?" Tanyaku.

"Seadanya dan seikhlasnya aja sih Jun," aku mengangguk kemudian meninggalkan mereka di ruang tamu depan sedangkan aku sendiri berjalan menuju dapur utama.

.

Aku sedang menunggu hasil seduhan kopi dari mesin kopi milikku, sampai sepasang tangan sudah melingkar memeluk pinggangku, aku tahu ini Jani, tapi kenapa parfum yang dia pakai tidak seperti biasanya?

"Hei!" Sapanya, dan aku yang memegang tangannya langsung diam seribu bahasa, ini tangan Ratih, oh ya parfum Ratih juga, aku sudah lupa aromanya.

"Ngapain kamu disini?" Tanyaku kemudian mencoba melepas pelukan yang dia ciptakan.

"Setelah berpikir berulang kali, aku memutuskan buat samperin kamu duluan Jun!"

"Mau apa?"

"Aku mau kita memperbaiki semuanya, aku gak keberatan kamu dengan jabatan mu yang sekarang diatas ku, aku gak apa-apa sementara kita LDR dulu, aku cuma mau sama kamu lagi,"

Aku menatapnya dalam, kemudian menarik napas panjang "Aku gak mau, aku gak bisa!" Aku menegaskan.

"Kenapa Jun?"

"Aku sudah punya orang lain, ada yang harus aku jaga,"

"Secepat itu?"

"Setelah semua yang kita lakuin?"

"Kamu gak mungkin gitu aja ngelupain aku kan? Bohong banget, pasti kamu cuma kecewa sama sikap aku yang kemarin iya kan?" Aku tetap diam, malas mendebat wanita ini, benar kata ibu Ratih tipe gadis yang keras kepala, dia tidak akan mau mendengarkan opini orang lain sebelum opininya diterima.

"Kamu gak kangen aku?" Aku menggeleng.

"Bohong banget!"

"Kamu bisa pergi Rat, kamu tahu pintunya," aku kembali pada kopi ku tapi tangannya langsung meraih kepalaku dan mencium ku tepat di bibir, ciumannya sedikit brutal dan membabi buta, aku tidak melawan, bukan pasrah hanya tidak ingin memberinya waktu lebih untuk berdebat denganku.

Akhirnya dia berhenti dengan sendirinya karena aku sama sekali tidak membalasnya "Sudah selesai?" Tanyaku.

"Aku masih anggap kamu rekan kerja yang baik, jadi tolong jangan hancurkan itu, sekarang kamu bisa pergi," ujarku.

Wajahnya nampak tidak terima, mungkin dia malu karena apa yang dia perbuat tidak menghasilkan hal yang dia inginkan.

"Loh Jan, kok diam aja? Juna disana kan?" Itu suara Wira dan seketika aku melirik ke sumber suaranya, disana sudah ada Rinjani yang berdiri di ambang pintu dapur, dengan Wira yang menyusul di belakangnya.

"Ada kok mas," balas Jani sambil tersenyum.

"Yang...." Aku menujunya, meraih tangannya tapi dia tangkis terlebih dulu "Kayaknya kamu better selesaikan dulu yang belum selesai," setelahnya dia pergi menuju pintu depan rumah utama, aku langsung mengejarnya, kami melewati Pram dan Bas yang merokok dan mereka nampak bingung dan sedikit tegang.

"Aku bisa jelasin, gak seperti yang kamu pikirkan yang....." Dia sudah menuju mobilnya tapi aku langsung menutup pintunya kembali setelah berhasil dia buka sebelumnya.

"Kayaknya gak sekarang, aku gak mau sekarang," aku menatapnya dalam "Aku mau kamu dengar aku, aku bisa jelaskan,"

"Aku lihat semuanya, nanti aja kalau mau bahas, aku mau ........"

"Sendirian dulu" imbuhnya, aku mencari titik lemahnya tapi tidak dapat, dia nampak shock tapi tetap bisa tenang, tidak meneteskan air mata satu titik pun.

"Please......." Dia memintaku untuk pergi dari hadapannya agar dia bisa masuk ke dalam mobil.

Aku menyingkir dan akhirnya aku sendiri yang membukakan pintu mobilnya, dia masuk dan tanpa mengatakan apa-apa lagi dia menutup kembali pintu itu dan setelahnya pergi meninggalkan aku yang langsung mendapat banyak sekali pikiran.

Aku mengusap wajahku kasar, setelah mobil Jani berbelok ke jalan utama kompleks aku baru masuk kembali ke dalam rumah, disana Ratih sudah duduk di kursi yang tadi dipakai Wira.

"Pergi kamu, sekarang!" Ucapku berusaha tidak membentaknya.

"Jun sorry kita gak tahu kalau......" Pram mencoba menengahi tapi aku langsung memintanya untuk diam dengan satu jariku.

"Urusan kita sudah selesai, kamu sendiri yang minta itu, sekarang pergi, jangan pernah balik apa pun alasannya,"

"Aku kira pacar baru kamu lebih lebih dari aku, nyatanya gak ada apa-apanya," aku tersenyum meremehkannya.

"Gak perlu menjelakan dia, aku gak butuh penilaian mu," Ratih melirik ku tajam.

"Pergi, jangan berharap apa-apa lagi dari aku, kamu sendiri yang merusaknya, kamu sendiri yang harus tanggung, aku bukan barang yang setelah kamu buang bisa kamu pungut lagi," Ratih akhirnya berdiri dan dia menatap lurus mataku.

"Aku sayang kamu Jun, benar-benar sayang,"

"Gak, kamu cuma jadikan aku saingan kamu di pekerjaan, good for you tapi aku sudah sadar, sekarang pulang lah, sebelum aku seret sendiri ke depan,"

Teman-temanku yang biasa ramai tiba-tiba diam, mereka tahu aku sedang serius saat ini, dan hal ini tidak bisa dijadikan candaan.

"Mbak lebih baik pergi ya, gak enak sama anak kos yang lain," ujar Bas dan dia yang membantu Ratih keluar dan ternyata berhasil wanita itu bisa Bas taklukan, dan Bas langsung menutup pintu utama setelah Ratih berada di luar.

"Sorry Jun kita gak ngeh kalau yang tadi mantan kamu," Pram angkat bicara.

"Iya, kita gak tahu kalau dia masuk lewat pintu samping tadi," imbuh Wira.

"Kamu ngapain aja kok Jani kayaknya marah banget?" Aku menarik napas panjang, kemudian aku meraih kunci mobilku dan berpamitan pada mereka, aku harus segera mencari Rinjani, aku tidak mau dia melakukan hal-hal yang sebelumnya tidak terbayang oleh ku.

Juna Jani, I Love You Pak Kos! [END]Where stories live. Discover now