53

27.3K 4.2K 558
                                    

Cahaya matahari pagi sinarnya seolah menembus ruangan kamar Zidane, yang membuatnya terbangun dari tidurnya. Dia melihat ke arah sekitarnya, dan tersadar jika tangannya tertancap infus, dia melihat juga kamarnya yang sedikit berantakan, seperti ada kekacauan yang terjadi namun sudah dibereskan beberapa. Dia terdiam cukup lama.

"Apa yang terjadi tadi malam?"

Antara sadar atau tidak, Zidane ingat sedikit kejadian tadi malam. Dia merasa pikirannya kacau sepulang dari Markas, dia memutuskan sepihak untuk keluar dari geng itu, dia rasa itu bukanlah sepihak—ada beberapa orang berada di dalam kubu yang tidak menginginkan kehadirannya bukan? Untuk apa dia mempertahankannya setelah berusaha untuk berubah?

"Gue, penyebab kekacauan ini?"

Dia kembali terdiam cukup lama, kata-kata mengatakan dirinya jahat seolah berputar di kepalanya, dia benar-benar merasa tertekan akan situasi tersebut hingga membuatnya melemparkan barang-barang yang berada dalam jangkauannya. Memalukan. "Gue udah nggak waras. "

Pikiran Zidane terus berkelana, hingga suara pintu kamarnya terbuka membuatnya langsung menoleh, tubuhnya seolah bereaksi dengan mundur selangkah dari tempat asalnya. Namun, saat dia melihat jika itu adalah sosok Bibi Asri, matanya seolah meredup. "Bibi?"

Wanita itu tersenyum lebar, sambil membawa nampan berisi mangkuk berisi bubur, segelas air dan obat yang sempat diberikan oleh Dokter Matt padanya tadi malam. Bibi Asri—wanita itu kemudian berjalan menghampiri Zidane, dengan senyuman yang tidak luntur dari wajahnya yang mulai menua itu. "Ah tuan muda sudah bangun? Apa ada yang sakit tuan muda? Atau ada keluhan lain?"

Zidane menggelengkan kepalanya untuk membalasnya, sementara Bibi Asri kembali membuka suaranya, "Bibi bawain tuan muda makanan, tuan muda harus makan ya? Setelah itu, tuan muda juga harus minum obat, mau Bibi suapi? Atau tuan muda ingin melakukannya sendiri?" Dia menatap ke arah pemuda itu teduh.

Lamunan Zidane seakan buyar, dia kemudian kembali tertegun. "Maaf karena sudah merepotkan, Bibi. " Zidane membalas sedikit parau, hal itu sontak membuat Bibi Asri menggelengkan kepalanya.

"Loh, kenapa tuan muda berkata seperti itu?" Dia terkekeh kecil. "Tuan muda tidak merepotkan Bibi sama sekali, ini sudah tugas Bibi untuk menjaga tuan muda, Bibi juga sudah menganggap tuan muda seperti anak kandung Bibi, jadi jangan sungkan, ya?"

Zidane kembali tertegun, hatinya terenyuh mendengar penuturan dari wanita di depannya. Rasanya dia lebih tenang saat berada di dekat wanita ini, dibandingkan dengan anggota keluarganya yang lain. Dia tidak salah kan? Bahkan sejak dia merasa jiwanya berpindah, dia hanya merasa nyaman dengannya.

"Ayo makanannya dimakan, mau Bibi suapi?"

"Boleh?" tanyanya ragu.

Bibi Asri mengangguk semangat, sama sekali dia tidak mempermasalahkan hal ini, malah dia merasa sangat senang. Dia berharap bisa membangun kedekatan yang sama saat Zidane kecil dulu, bahkan dia juga sangat berharap jika Zidane bisa bercerita tentang dirinya sendiri, dan tidak menutupi semua keluh kesahnya sendiri seperti saat dia masih kecil.

"Sudah, Bi. "

Zidane akhirnya bersuara, setelah mangkuk yang berisi bubur itu hanya sisa setengah. "Ada apa tuan muda?"

"Zidane mual, " sahutnya terus terang. Dia kemudian beralih memijat pelipisnya, yang membuat Bibi Asri menatapnya dengan sorot mata khawatir.

"Apa tuan muda baik-baik saja? Apa tuan muda ingin ke Rumah Sakit?"

"Tidak usah Bi, itu terlalu berlebihan. Zidane sudah baik-baik aja. " Dia bergerak mengubah posisinya untuk mencari posisi yang nyaman. Dia kemudian terdiam seperkiraan detik, mengingat hal samar yang terjadi tadi malam. "Apa yang terjadi tadi malam—Bi?"

Transmigrasi Mantan Santri?Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ