30

2.8K 179 21
                                    

🏔️ Arjuna

Dia akhirnya membalas dan mengimbangi ciuman ku ini, rasanya semua resah ku selama ini terjawab hanya karena ciuman balasan yang dia ciptakan.

Aku menutup akses pergerakannya agar dia tidak kemana-mana, lidah kami bertaut dan aku semakin gila, satu tanganku sibuk mengusap perut menjalar ke pinggang belakangnya, membuat Jani kegelian.

Ciuman ku turun ke ceruk lehernya membuatnya semakin payah, aku mendudukkannya ke meja pantry, sedikit aku bawa maju tubuhnya agar pas bertubrukkan dengan pusatku, tatap matanya sudah sayu, aku berhasil memancingnya? aku tersenyum samar kemudian melanjutkan tautan bibir kami yang saling membalas.

Sial, pergerakkan balasan yang dia ciptakan membuatku semakin gila dan menginginkan lebih dari ini "Kamu suka yang?" dia mengangguk dan seakan itu akses ku untuk masuk lebih jauh, kali ini tanganku langsung menelusup dari bawah untuk masuk ke dalam kemejanya yang masih dia kenakan, kulitnya sangat halus, terasa kontras dengan tanganku yang layaknya tangan pria kebanyakan.

Aku sampai di lekukan pinggangnya, tubuh Jani bertipe jam pasir, jadi bisa kalian bayangkan sendiri betapa indah ciptaan Tuhan yang satu ini,aku sedikit ragu untuk naik ke atas tapi dia kembali menciumku dengan cukup liar membuat pikiranku yang sebelumnya hilang entah kemana, aku menjalar dengan pasti dan akhirnya menyentuh bukit kembar miliknya, dia sedikit terkejut dengan situasi ini, aku menatapnya memastikan dia nyaman "Kamu oke?" dia mengangguk.

"Aku yang pertama menyentuh ini?" dia mengangguk lagi, aku harus mengapresiasi Saka dan beterima kasih padanya karena selama 3 tahun mereka pacaran dia bisa tahan tidak menyentuh gadis yang kini menjadi kekasih ku ini. Miliknya terasa pas di tanganku, seakan tanganku dan bukitnya ini tercipta untuk saling melengkapi.

Pergerakan tanganku yang sibuk dari balik kemejanya ini membuat satu per satu kancing kemejanya terlepas begitu saja, aku sempat melirik ada dua kancing yang sampai terjatuh ke lantai "Nanti aku belikan kemeja yang baru," bisikku dan dia malah terkekeh kecil.

Aku semakin menjadi dan kakinya pun semakin mengapit ku, seolah ingin lebih menempel dan menjadi satu, aku langsung melepas kemejanya dan hanya meninggalkan bra nya di bagian atas tubuhnya "Warna bra kamu manis," pujiku melihatnya hanya mengenakan bra berwarna maroon dengan rambut yang sudah tergerai dan damn sangat memukau!

"Bra ku atau aku yang manis?" tanyanya dan aku tertawa "Benar juga, bra mu jadi manis karena yang pakai kamu yang," aku menciumi dada bagian atas bukit kembarnya, dia seolah tahu aku ingin memberi tanda kepemilikan disana dan dia langsung menahan ku "Jangan disitu mas!"

"Kenapa?"

"Bisa kelihatan kalau mata orang yang lihat jeli,"

"Jadi dimana?" tantang ku, dia mengigit bibir bawahnya, sumpah itu bukan pergerakan yang baik karena membuatku semakin panas sendiri, dengan ragu dia menunjuk bagian perut miliknya dekat dengan pusar.

Aku tersenyum "Yakin?" dia mengangguk, aku tersenyum kemudian menyentuh lehernya lembut, sedikit mencengkramnya untuk membuatnya berbaring perlahan di meja pantry.

Aku menyapukan bibirku untuk menelusuri setiap jengkal kulitnya dari atas sebelum aku menuju titik yang tadi dia pilih sendiri, sampai di tengah lipatan bukitnya aku sedikit menyesap aromanya disana "Kamu indah sayang...." napas Jani sudah memburu saat aku melakukannya.

Bibir dan lidahku akhirnya sampai di titik yang dia pilih, aku langsung menyesap sedikit keras, tubuhnya menggelinjang menahan rasa yang tercipta ini, tangannya meremas rambut di kelapaku dengan sangat erat "Mas...." rintihnya.

"Ya yang?"

"Sakit?" tanyaku lagi dan dia menggeleng, karena tidak merasakan kesakitan jadilah aku mengulanginya lagi dan yang kedua ini dapat aku pastikan aku yang semakin gila, aku sempat meremas pusat tubuhku yang sudah jelas-jelas menegang sejak tadi dan kini semakin menjadi.

Persetan dengan masa depan, aku hanya memikirkan detik ini, aku langsung melepas celana jeans yang masih dia kenakan, dia sedikit terkejut tapi aku coba tenangkan, aku janji tidak akan terlalu jauh, jadi dia bisa sedikit tenang kembali.

Aku rasa saat ini pun dirinya sudah basah akibat semua yang kita lakukan ini, aku mengusap kain segitanya dari luar dan dia menggelinjang dengan gila "Apa yang kamu rasakan yang?" aku mendekatkan wajahku pada wajahnya untuk memastikan jawabannya, dia nampak ragu tapi aku meyakinkannya untuk menjawa sejujurnya "Gak apa-apa gak perlu malu sama aku,"

"Enak mas, sampai ke ujung jari kaki," aku tersenyum kemudian melakukannya lagi dengan menggesek jari-jariku di luar segitiganya.

"Mas Juna......" rintihnya.

"Kamu sudah basah sayang," dia mengangguk tidak berusaha menyangkal kenyataan ini, aku akan membuka kain penutup itu tapi tangannya menahanku, aku sedikit tersinggung dengan penolakan ini tapi hal selanjutnya yang dia lakukan lebih membuatku terkejut.

Dia menyentuh dirinya sendiri dari luar kain itu menggunakan tangannya, sambil mencoba mengkontrol ekspresi yang dia hasilkan dia tetap mencoba menatapku, ya dia sedang menservis dirinya sendir dengan menggesekkan tangannya pada pusat kenikmatan miliknya.

"Sayang, kamu benar-benar............indah." aku benar-benar terkejut saat ini sekaligus takjub melihatnya, dia melakukan masturbasi di hadapanku.

"Mas Juna......." rintihnya, aku mendekat, kemudian memberikan ciuman lagi pada bibirnya sambil tanganku meremas salah satu bukit miliknya, membuatnya keluar dari cup bra yang melindunginya, aku menjilat puting coklat muda miliknya membuatnya semakin gila.

Aku tidak bisa diam saja, aku menyingkirkan tangan Jani yang sibuk memuaskan pusatnya sendiri, aku menggantikan tugas itu aku ingin membantunya mencapai puncak kenikmatan, aku menggesek dengan pelan dan itu membuatnya frustasi "Lebih keras?" godaku dan dia mengangguk.

"Seperti ini?" aku menambah tekanan dia menggeleng "Lagi...." ujarnya lirih kepayahan, matanya sudah ditutupi dengan napsu yang harus dipuaskan.

"Begini?" aku merevisi gerakan dan tekanan jari-jariku, dia mengangguk, aku tersenyum puas.

"Oh enak mas........"

"Yeah, nikmati sayang, ini buat kamu," balasku.

Dia menjepit tanganku dan setelahnya bergerak dengan semakin liar, dia jongkok dari posisinya semula dan mengejar kenikmatannya dengan tanganku, aku bukannya ilfil melihatnya seperti ini aku malah takjub, ternyata dia bisa memperlihatkan sisi liarnya padaku.

Aku hanya tidak membayangkan bagaimana make out yang kemarin dia lakukan dengan Rama, aku langsung meraih kepalanya dan berbisik padanya "Apa kemarin sejauh ini dengan Rama?" dia menggeleng "Hanya ciuman," aku tersenyum, aku menang lagi.

Dia akan mencapai puncaknya tapi aku menghentikan pergerakkan nya, aku memintanya kembali berbaring di meja pantry kemudian dengan cepat aku membuka kain segitiga penutupnya itu, tidak menunggu lama lagi aku langsung menyapu pusatnya menggunakan lidahku, dia menggelinjang hebat dan jeritannya seakan tertahan.

"Oh......."

"Astaga........." rancau nya, aku tahu dia akan semakin gila jika tidak segera meluapkan pelepasannya, jadi aku langsung menyapu lagi pusatnya dan intinya aku tekan menggunakan ibu jariku, tidak lama dia menegang dan aku merasa banyak cairan yang keluar dari pusatnya, disusul dengan kakinya yang melemah lalu ambruk kembali seperti posisi semula yang berbaring di meja.

.
.
.

Dilanjut setelah komentar tentang bab ini bertebaran ya

Juna Jani, I Love You Pak Kos! [END]Where stories live. Discover now