11: Rasanya

459 32 2
                                    

"Tuan Reo, biar saya bantu membawakan Nak Nagi." Ba Ya dengan sigap mendekati Reo yang sedang menggendong Nagi. Pemuda itu menggendong dari apartemen Nagi yang berada di lantai 5 hingga ke parkiran mobil.

Reo menggeleng. "Tidak perlu." Ba Ya jadi tidak enak hati melihat tuan yang selalu ia layani kini sedang seperti melayani orang lain.

Atau memang begitu nyatanya?

Ba Ya membukakan pintu mobil. Reo berjongkok untuk menurunkan Nagi. Namun Nagi tidak kunjung melepaskan tangannya yang tertaut di pundak Reo.

"Nagi?" Panggil Reo.

Yang dipanggil namanya tersentak pelan. Mata Nagi mengerjap. Ia tertidur dalam gendongan pemuda bersurai ungu. Tanpa menjawab lagi, Nagi melepaskan diri dari gendongan Reo.

Butuh waktu 5 menit untuk membuat Nagi mau dibawa ke rumah sakit. Memang awalnya ia menurut. Tetapi Nagi kembali merengek karena tidak ingin melakukan hal yang merepotkan baginya itu.

Dan mereka menghabiskan 10 menit untuk berdebat, apakah Reo yang mengelap tubuh Nagi, atau sang empu yang mengelap tubuhnya sendiri. Perdebatan itu terpaksa berakhir ketika Reo memaksakan kehendak meski Nagi menolak terus-terusan. Jika saja dirinya dalam kondisi fit, Nagi akan mengeluarkan segenap tenaga untuk mencegah Reo.

Nagi malu. Entah karena hal apa.

"Reo." Nagi bersuara.

Reo menoleh padanya. "Iya, Nagi?"

"Aku mengantuk." Nagi tanpa sadar menyenderkan kepala ke pundak Reo. Mereka sedang dalam perjalanan ke rumah sakit.

Reo mematung. Ia menetralisirkan semburat aneh yang muncul tiba-tiba di wajah. Dengan tenang Reo menjawab, "Tidur saja dalam posisi ini dulu ya, Nagi. Kau tidak bisa tertidur seperti di kamar karena mobilku tidak cukup lebar untuk tubuhmu yang tinggi itu."

Nagi mengangguk lemah. Ia menggosok telapak tangan. Kemudian meraih kedua tangan Reo dan menggenggamnya. Nagi butuh sesuatu yang hangat.

Reo mematung lagi. Ia dapat merasakan telapak tangan Nagi sangat dingin. Reo menatap sang sahabat yang bibirnya kering. Suhu tubuh panas. Kulit Nagi juga menjadi lebih pucat.

"Ba Ya. Matikan AC." Ucap Reo.

Ba Ya sedikit ragu ketika mematikan AC mobil. Mereka akan kepanasan nanti. Namun ia urungkan niat untuk menyanggah perintah dari Reo. Mengingat mereka sedang membawa orang sakit di dalam mobil ini.

Napas Nagi terdengar teratur. Matanya terpejam. "Nagi, apa kau masih disana?" Tanya Reo dengan mata yang tertuju pada wajah Nagi.

"Iya, aku disini." Ternyata Nagi tidak sedang tidur.

Reo meletakkan tangan di pucuk kepala Nagi. Ia dengan pelan mengelus kepala berhias mahkota seputih salju itu. Nagi menyukai hal ini. Jika ia bisa, Nagi ingin Reo selalu mengelus kepalanya selama 24 jam setiap hari.

*****

Reo masih berjongkok. Nagi tidak kunjung naik ke punggungnya. Nagi telah selesai diperiksa oleh dokter. Dan Reo telah mengurus semua biaya. Kini waktunya pulang ke apartemen Nagi.

"Ayo naik, Nagi."

"Nanti Reo bisa tertular kalau seperti ini terus." Nagi baru menyadarinya. Ia tidak ingin Reo ikut sakit karena berada di dekatnya terlalu lama.

"Aku tidak akan sakit." Reo berucap. "Ayo naik, aku akan membelikanmu banyak makanan." Lanjut Reo dengan senyuman manis mengembang di bibir.

Banyak pasang mata memperhatikan mereka selama berjalan di koridor rumah sakit. Nagi hanya memejamkan mata. Reo fokus menatap ke depan.

"Nagi, apa kau masih disana?"

"Iya, Reo."

Reo diam beberapa saat sebelum lanjut berbicara. "Kata dokter, Nagi sakit karena kelelahan."

Nagi mulai ingat, pagi lusa ia merasa kepalanya sempoyongan hingga berdiri pun tidak kuat. Nagi berusaha meraih ponsel untuk mengabari Reo, namun tubuhnya terasa lemas. Mata memanas.

Nagi memilih melanjutkan tidurnya hingga tidak sadar terbangun saat malam hari. Ketika ingin bergerak, tubuh Nagi masih terasa lemas. Dua hari ia terbaring di kasur. Dan dalam sehari, Nagi hanya bergerak untuk makan saja.

Nagi mulai berpikir, apakah ia akan mati sebentar lagi? Nagi sempat merasa takut, jika ia mati maka ia tidak akan bisa bersama Reo. Untungnya pikiran itu buyar ketika suara Reo terdengar dari luar apartemennya.

Sebelum sakit, Nagi memang terlalu memporsir diri saat ikut latihan klub. Ia terlihat begitu semangat. Reo juga tidak tahu apa sebabnya. Tetapi ia juga ikut bersemangat ketika melihat Nagi.

"Reo takut." Reo menggigit bibir bawahnya.

Reo mendengar penjelasan dokter dengan seksama. Meski sudah sembuh, namun luka di kepala Nagi membuatnya akan lebih mudah merasa pusing. Nagi tidak bisa kelelahan karena itu akan menyebabkan ia demam.

Nagi tidak bertanya untuk mendapatkan jawaban yang jelas. Dengan perlahan Nagi meletakkan tangan di kepala Reo. Pemuda yang hampir meneteskan air mata itu terhenyak.

Kini dapat Reo rasakan telapak tangan besar Nagi memenuhi pucuk kepalanya. Nagi mengelus surai ungu Reo yang mengkilap jika dilihat dari jarak yang dekat. Nagi melakukan ini pada Reo untuk yang pertama kali.

Reo terbuai.

Rasanya begitu hangat. Dan sangat nyaman.

*****

Ah maaf Nana baru up lagi. Kemaren-kemaren sedang sakit, mau baca chat aja mata perih banget.

MirayukiNana

Selasa, 25 Juni 2024.

would you be..... [✔️]Where stories live. Discover now