Dear Bagas: Delapan Belas

20 11 0
                                    

Memang di jaman sekarang masih ada lelaki yang mencintai dengan tulus?

-felicia.

***

018. The Truth Untold

"Bukannya Bagas cowok baik, ya?" tanya Iren memastikan.

"Baik, baik banget malahan," jawab Feli, "Tapi gue tetep gak bisa sama dia, Kak. Nggak ada yang tahu juga 'kan, sikapnya bakal sama atau enggak setelah dia tahu yang sebenernya."

"Lo udah cerita ini ke Bagas?" Iren menatap Feli yang tampak menikmati cerahnya langit hari ini.

Feli menggeleng. "Kita udah putus, Kak. Buat apa juga cerita," ujarnya.

"Gimana kalau ternyata ... dia peduli sama lo, dia pengen ngelindungin lo, dia pengen jaga lo, dia pengen kalian sama-sama," tutur Iren.

Feli tertawa pelan. "Itu cuma ada di dongeng, Kak. Nggak ada cowok yang bisa mencintai pasangannya dengan tulus. Bagas terlahir dari keluarga yang terpandang, apa lo pikir gue pantes jadi pasangan dia? Gue cuma anak dari keluarga yang bermasalah, Ibu yang sering dipukulin, Ayah yang benci banget sama gue, bahkan ... kayaknya Ayah gak segan bunuh gue deh, Kak," ungkap Feli dengan tatapan kosong.

"Enggak, dia gak akan berani ngelakuin itu," sanggah Iren, "Lo harus tetep hidup, Fel. Lo udah sejauh ini. Dari kita SMP, dari awal gue tahu kalau lo sering dapet kekerasan di rumah, sampe sekarang kita SMA, lo bisa laluin ini, Fel. Lo itu cewek kuat, dan gue yakin lo bakal berhasil ngelewatin ini semua."

"Makasih, Kak. Gue berdoa semoga besok bisa lihat pelulusan lo," harap Feli.

Iren tersenyum, dia lantas bertanya, "Ngomong-ngomong, Bagas tahu kalau papanya yang jadi pengacara Ibu lo dulu?"

"Enggak, kayaknya dia sama sekali gak tahu tentang ini. Kemarin pas ke rumahnya dan lihat foto keluarganya juga ... dia gak ngomong-ngomong apa-apa," jawab Feli.

Iren mengangguk-anggukkan kepalanya. "Gue pernah denger dari anak-anak, katanya dia emang gak pengen jadi penerus papanya. Mungkin itu sebabnya dia gak tahu," timpalnya

Feli hanya mengangguk, dia lalu menatap jam di ponselnya kemudian menoleh ke belakang, tapi hal itu membuat jantungnya berhenti berdetak untuk beberapa sekon.

"Bagas," gumam Feli seraya menatap cowok jangkung yang tengah berdiri di depan pintu rooftop.

"Kok gak ngantin? Ini gue beliin mangsus sama siomay, yang lain juga gue traktir," ucap Bagas seraya menghampiri Feli yang terlihat syok.

Iren yang melihat itu segera bangkit dari duduknya. "Fel, gue ke kelas duluan, ya," pamitnya.

Feli tak bisa menjawab, dia hanya mengangguk sebagai balasan. Iren lantas pergi setelah tadi memberi senyuman tipis kepada Bagas dan dibalas oleh adik kelasnya itu.

"Se-sejak kapan lo di situ?" tanya Feli dengan gugup.

Bagas duduk di samping Feli, dan menaruh jajanan yang ia bawa ke tengah-tengah mereka. "Barusan, tadi antri banget siomaynya, terus langsung ke sini deh," jawabnya santai.

"Dimakan, gue request banyakin kubisnya tadi, soalnya lo suka," perintah Bagas seraya membuka penutup sterofoam.

"Enggak, makasih," tolak Feli seraya memalingkan wajahnya dari Bagas.

"Kali ini aja tolong terima, anggep gue temen sekelas lo yang lagi ultah, jangan anggep mantan," kata Bagas seraya menatap Feli dengan tatapan yang dalam.

Feli menoleh lantas mendecih. "Setelah ini jangan ganggu lagi, kita udah putus, Gas," desaknya.

Bagas langsung mengangguk. "Iya, habis ini gue bakal cari cewek lain," ungkapnya, "Gih, dimakan, nggak gue kasih racun atau pelet kok."

Mendengarnya membuat Feli mendengus, karena tak mau menyakiti perasaan Bagas, maka Feli mulai menyentuh siomay juga es mangsus kesukaannya. "Thanks, nanti kalau gue ultah gue traktir lo siomay tiga bungkus," ucapnya.

"Gue tunggu," timpal Bagas dengan tatapan penuh arti.

-🦋🌻

"Ngomong-ngomong, Bagas tahu kalau papanya yang jadi pengacara Ibu lo dulu?"

"Enggak, kayaknya dia sama sekali gak tahu tentang ini. Kemarin pas ke rumahnya dan lihat foto keluarganya juga ... dia gak ngomong-ngomong apa-apa."

Bagas mengepalkan tangannya ketika mengingat percakapan Feli dan kakak kelasnya di rooftop saat istirahat tadi. Jadi, ini yang Feli sembunyikan dari semua orang? Selama ini Feli berpura-pura baik-baik saja, selama ini Feli telah membohongi teman-temannya juga para guru, bahkan dirinya.

"Jadi, lo denger, ya?" Iren menatap Bagas yang berdiri membelakanginya.

"Hm, semuanya," kata Bagas seraya berbalik menghadap Iren.

Iren menaikan satu alisnya. "Terus ... lo minta gue ke sini buat apa?"

"Kenapa Feli nyembunyiin ini dari gue?" tanya Bagas to the point, "Kenapa harus disembunyiin?"

Iren diam, semua orang pasti penasaran kenapa Feli memilih menyembunyikan masalahnya dari semua orang. Untuk bisa terus menjadi sahabat Feli pun, Iren berusaha keras.

"Feli gak suka dikasihani, dia mau orang-orang deket sama dia karena emang pengen, bukan karena masalahnya," jawab Iren.

"Dan akhirnya bikin dia tersiksa sendiri?" timpal Bagas dengan emosi tertahan.

"Gue udah nyoba ngasih saran biar dia aduin ini ke guru BK, karena siapa tahu pihak sekolah bisa bantu kalau muridnya lagi kenapa-napa, tapi dia gak mau. Apalagi cerita sama lo, dia takut lo illfeel, dia takut lo anggap beban dan cuma mnfaatin lo doang," ungkap Iren, menceritakan apa yang selama ini menjadi kegelisahan sahabatnya.

Bagas tertawa sinis, dia benci pikiran Feli. "Feli pernah lapor polisi?" tanyanya kemudian.

Iren mengangguk. "Hm, dulu waktu SMP gue sama Fariz suruh dia buat lapor, bokap lo yang jadi pengacaranya, tapi ... gue gak tahu kenapa tiba-tiba ibunya Feli cabut laporan itu, alhasil ayahnya bebas sampe sekarang."

"Dan dia masih disiksa sama ayahnya sampe sekarang? Apa gak ada tetangga atau siapapun itu yang lapor?" timpal Bagas terdengar kesal.

"Mereka tahu, tapi cuma diem. Jujur ... gue gak tahu kenapa mereka diem aja lihat ayahnya masih nyiksa Feli dan ibunya, apa mereka takut atau ...."

"Diancam?" sambung Bagas.

Iren hanya mengangguk dengan tatapan sendu. "Gas, tolong bantu Feli. Tolong selametin dia, Gas. 2 tahun ini dia bener-bener tersiksa, bahkan libur semester kemarin dia masuk rumah sakit hampir seminggu gara-gara ayahnya. Gue gak bisa bantu karena gak punya power, tolong minta papa lo buat bantu Feli lagi, Gas. Tolong."

Bagas melihat ketulusan dalam tatapan mata Iren, tapi Feli yang keras kepala itu tak bisa melihatnya. Saat teringat sesuatu, Bagas lantas bertanya, "Boleh gue tanya sesuatu? Apa lo sama Fariz ... ngajak Feli ke dufan?"

"Iya, gue mau dia semangat lagi ngejalanin hidup, Gas. Setelah keluar dari rumah sakit Feli gak bisa dihubungin soalnya, jadi gue sama Fariz ke rumahnya buat susul dia. Ya, untungnya bokap dia gak ada," jelas Iren.

Bagus, Gas. Di saat orang lain berusaha bantu Feli dari rasa sakit yang dia punya, lo malah nambahin lukanya dengan cara mutusin dia. Such an asshole.

-🦋🌻

Dear Bagas: Ayo Balikan! || 2023 ✓Where stories live. Discover now