I Dare You

167 21 3
                                    


Darren Collins. Ternyata orang di balik nama Darren Collins, yang memberinya sebuket mawar melalui Michael itu adalah Reynov. Amara sungguh tidak menyangka. Ia mulai mencari-cari Reynov. Ia berkeliling kota. Pagi, siang, sore, hingga malam. Ia bahkan masuk ke daerah-daerah terpencil di pinggiran kota. Tapi tetap tidak bertemu Reynov. Di mana Reynov bersembunyi? Bahkan Cassie saja tidak tahu di mana Reynov.

Tapi... tunggu. Amara teringat sesuatu. Bukankah Reynov—bodyguard gratisannya itu—akan selalu menolongnya? Bagaimana jika ia sengaja mencelakakan diri agar Reynov muncul? Tiba-tiba ide gila itu muncul di kepala Amara. Jika Reynov bisa memberinya bunga lewat muridnya, itu berarti Reynov masih ada di sekitar sini. Reynov masih mengawasinya.

Lantas, segera saja Amara pura-pura sakit. Pengawalnya panik, dan langsung membawanya ke rumah sakit. Lalu saat pengawalnya lalai, ia segera naik ke rooftop. Ia duduk di pagar rooftop, persis seperti ketika ia hendak bunuh diri di rooftop gedung SMA dulu. Berkali-kali ia mencoba seperti itu, berkali-kali pula pengawalnya sampai panik.

"Mbak Arina, saya akan laporkan ke ayah Anda kalau Anda seperti ini terus!" Pengawal itu marah. Ia kira Amara betul-betul akan bunuh diri. Ini hari kelima Amara bertindak nekat. Pengawal itu menjebloskan Amara ke kamar inapnya dan menguncinya.

"Jangan kunci saya! Tolong jangan kunci saya di sini!" Amara menggedor-gedor pintu itu. Ia nyaris putus asa, ini sudah hari kelima tapi Reynov tidak kunjung datang juga.

Ia berusaha membuka lubang kunci itu dengan penjepit rambut, seperti yang Reynov ajarkan. Tapi sial, pintu itu punya struktur yang berbeda. Ia tidak tahu cara membukanya. Berarti tinggal satu cara tersisa, kabur lewat jendela, seperti yang Reynov ajarkan.

Segera Amara buka jendela kamar itu. Kamar inapnya ini ada di lantai tujuh. Ia melihat ke bawah. Cukup tinggi juga. Dan sepertinya jauh lebih berbahaya terjun dari jendela kamarnya, karena langsung menghantam jalanan aspal. Sedangkan jika terjun dari rooftop, masih ada atap gedung-gedung yang menahannya. Kalau ia betulan jatuh dari jendela ini dan mati, sungguh tidak lucu. Ia hanya memancing Reynov, bukan benar-benar mau bunuh diri! Tapi, kalau Reynov bisa melakukan hal seekstrim pura-pura mati, kenapa ia tidak melakukannya juga?

"Oke, kalau itu mau kamu! Saya juga bisa nekat!" Amara kesal.

Lantas, dengan seragam pasien, ia mulai duduk di jendela. Oh jangan, duduk saja masih kurang ekstrim. Maka ia segera berdiri di jendela itu. Ia menelan ludah. Ia berpegang pada kusen jendela, takut luar biasa. Hidup dengan Reynov benar-benar memaksanya yang hanya seorang guru TK ini berani melakukan hal-hal nekat.

Satu menit, dua menit, tidak ada yang datang. Tangannya mulai berkeringat. Ini benar-benar ide gila. Ini tidak berguna. Ia memutuskan untuk turun. Tapi saat turun, telapak tangan dan kakinya yang berkeringat membuat pegangannya licin. Ia tergelincir...

"Amara!"

Beruntung seseorang menariknya. Amara jatuh menimpa orang itu. Ia mendongak melihat orang yang memeluknya.

"Wah... kamu bener-bener dateng!" Amara berkedip-kedip tidak percaya melihat Reynov. Ia memeluk tubuh itu, berharap ia tidak bermimpi. Dan, tubuh yang selalu membuatnya merasa aman itu terasa benar-benar nyata memeluknya. Semoga ini bukan mimpi, kalaupun ini hanya sebuah mimpi, ia harap ia tidak akan pernah bangun selamanya.

******

Fiasco KafeWhere stories live. Discover now