27

875 133 9
                                    

🥀

Chapter 27 unlocked

Selamat membaca 📖

Selamat membaca 📖

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

👶🫅👶

"Lune, lihat! Itu ibu. Ibu kita sedang telbang tinggi. Indah kan?" Begitu Raiden biasanya menghibur Rune saat adik bungsunya melamun sedih seorang diri.

Raiden akan dengan penuh semangat menunjuk beberapa kunang-kunang yang saat itu beterbangan mengelilingi mereka di tengah gelap malam. Meski pada akhirnya, Rune hanya akan mengatakan. "Yidaak. Ibu neninday. Yatu neninday. Tepaya Yatu datu. Yune yiyat tendiyi." Ucapnya selalu dengan tatapan bergelimang air mata.

Lalu setelahnya, Rune akan terdiam. Dia mendekat dan dengan hangat memeluk sang adik erat hingga tangisnya selesai. Begitu kedua balita kerajaan itu selalu berbagi kesedihannya di tengah malam-malam panjang.

Siapa yang menyangka bahwa usia bukanlah alasan seberapa berat orang itu di uji. Siapa yang siap, dia yang akan mendapatkan ujiannya. Dan sudah jelas, hanya orang yang mampu melewati ujian itu yang diberi persoalan yang setimpal.

Marle diam-diam mendengarkan obrolan kedua adiknya dibalik pintu taman kerajaan. Dia menghembuskan nafasnya berat. Lalu setelahnya, pangeran yang terpaut usia satu tahun dengan Raiden itu berbalik dan mengambil langkah cepat bersama guardiannya.

"Yven." Bocah itu berhenti di depan paviliun Luca. Seperti biasa. Tatapnya masih kosong kapanpun dia ada disana.

"Ya, pangeran." Yven menjawab sembari menundukan tubuhnya. Pedang kebesaran itu ia jadikan sandaran untuknya berlutut agar tingginya sejajar dengan sang pangeran.

"Kupikir hanya aku yang punya luka." Ucap Marle lirih.

Yven tidak menjawab meski Marle memberi jeda. Ia biarkan sang Tuan meluapkan seluruh isi hatinya.

"Ternyata mereka juga punya yang sama."
"Bahkan mungkin lebih dalam daripada aku."

Yven menarik nafasnya yang terasa berat. Pun Marle.

"Aku, aku-"

"Kakak!"
"Duar!"

Marle dan Yven terperanjat saat dua bersaudara lainnya tiba-tiba datang dan mengejutkan mereka.

"Hahahah. Sudah ku bilang, kan. Kakak dan Yven pasti akan telkejut. Sekalang belikan manisan itu untukku, Nathan." Hessarion mengulurkan tangannya di hadapan Nathan.

Nathan mencebik. "Tidak. Aku kan hanya bilang kalau kau bisa membuat kakak Malle telkejut dan Yven telkejut, kita hebat. Tapi aku tidak beljanji akan membelikan manisan ini untukmu."

Hessarion menaikan keningnya bersama tatap yang menajam. "Tidak. Kau sudah beljanji akan membelikan manisan itu padaku. Sekalang belikan!" Hessarion yang tidak sabaran mencoba menarik manisan itu dari tangan Nathan.

"Tidak mau!" Nathan berusaha mempertahankannya.

Sementara ditengah perdebatan itu, Yven hanya menatap bingung. Sedangkan Marle hanya menggelengkan kepalanya, sudah jengah dengan tingkah kedua saudaranya ini. Nathan dan Hessarion memang tidak boleh di satukan. Karena keduanya bagaikan batu yang akan terus berbenturan meski terlihat kompak bersama.

"Belikan!"

"Tidak mau."

"Belikaaaan!"

Bugh!

"Aw!"

Nathan berhasil menyelamatkan manisannya. Ia mendorong Hessarion hingga terjatuh di atas tanah dan berlari kencang.

Hessarion terdiam. Ia membenarkan posisi duduknya. Ia usap kedua tangannya yang terasa berdenyut dengan warna kemerahan disana. Ia tatap Marle dengan mata berlinang. Bibir kecilnya mencebik dan ikut berkedut. Hidung kecilnya kembang kempis. Yven hampir saja tertawa dibuatnya. Tapi juga kasihan melihat wajah memelasnya.

"Huwaaa cakiit!" Benar saja. Pangeran keempat menangis.

Ini bukan yang pertama kalinya terjadi jika Hessarion dan Nathan bermain bersama. Jika bukan Nathan, maka Hessarion yang akan berakhir dengan tangisan.

Marle masih nampak tidak peduli saat Yven berjalan mendekat dan membantu Hessarion bangun serta membersihkan lukanya. Ia malah menyilangkan kedua tangnnya di depan dada.

"Pangeran, tidak apa-apa?" Tanya Yven. Ia usap air mata yang mengalir di wajah kecil Hessarion yang kemerahan.

"Eehm." Hessa mengangguk.

Setelahnya, dia lepaskan tautan Yven dari bahunya dan berjalan mendekat pada Marle.

"Kakak. Aku teluka." Ucapnya manja hingga membuat Yven menarik sudut bibirnya.

Hessarion ini selalu saja ada tingkahnya. Dia selalu nampak manis bagi semua orang.

Marle hanya diam. Lalu dia memalingkan badannya ke arah berlawanan. Meski begitu Hessa tidak pernah menyerah untuk mencuri perhatian kakak sulungnya. Ia ikut berputar untuk menghadap Marle.

"Kakak. Tiup lukaku sebental pasti cembuh. Kalo sudah cembuh, nanti aku pelgi." Hessarion mengulurkan kedua tangannya dihadapan Marle.

Marle masih tak bergerak meski alisnya hampir tertaut keheranan mendengar ucapan Arion.

Ia menghembuskan nafasnya berat. Adiknya yang satu ini memang selalu kekanak-kanakan. Tidak bisakah dia bertingkah lebih dewasa? Tapi hey, dia kan memang anak-anak.

Dengan ragu-ragu Marle bergerak dan meniup tangan Arion secepat kilat. "Sudah."

Oh ayolah. Yven hampir tertawa melihat gengsi Marle yang setinggi langit kapanpun ia di dekat Arion.

Meski begitu Arion tetap merasa puas. Senyum lebar mengembang di bibir kecilnya. "Telima kasih kakak. Aku langsung sembuh." Ucapnya ceria.

Setelahnya, dia benar-benar pergi bersama lari kecil menggemaskan dan sebuah teriakan yang dilemparkan pada Nathan.

"Nathan! Mana manisanku!!!"

👶🫅👶

Jadi, apa aja yang belum terpecahkan?

Thank you aaaand
See yaa💃💃💃

The King & 7 Prince (Magic Little Prince)Where stories live. Discover now