Bukan Melulu Bahagia

371 71 12
                                    

Puja puji tanpa kata
Mata kita yang bicara
Selalu nyaman bersama
Janji takkan kemana-mana
.
.
Yura Yunita - Dunia Tipu-Tipu
.
.
.
.
.
.

"Hai, ngapain aja pagi ini?"

Sapaanku seketika dibalas rentangan tangan meminta pelukan oleh Yudhis yang sedang duduk di ruang keluarga. Raut masam terlihat padanya yang sepertinya baru bangun tidur siang. Pagi tadi, aku memang meninggalkannya untuk memenuhi jadwal jaga IGD seperti biasanya. Ya, setelah absen hampir satu bulan, dari mulai cuti menikah hingga menemani Yudhis operasi, aku baru kembali bekerja. Terima kasih pada Kakek Buyutku yang sudah mendirikan rumah sakit ini sehingga aku bisa cuti selama itu tanpa ada yang protes.

Sejak mengetahui penyakit Yudhis, aku memang meminta pengganti sementara untukku di IGD karena sadar proses pemulihan Yudhis tidak akan sebentar. Untungnya, meski yang tahu sakitnya Yudhis terbatas, aku tidak kesulitan mendapatkan pengganti untuk berjaga di IGD. Walaupun sudah pasti, selentingan berita simpang-siur tentang 'menghilangnya' kami berdua sampai juga ke telingaku.

Ada yang mengira kami fokus mempersiapkan pendidikan lanjutan, kami yang menikmati bulan madu tidak berkesudahan, hingga rumor aku dan Yudhis bersiap menggantikan Mami dan Papi mengurus rumah sakit. Semuanya hanya aku tanggapi dengan senyum. Bagaimanapun, semuanya doa yang baik untuk kami. Terutama untuk Yudhis yang kenyataannya masih belum boleh beraktivitas berat. Meski dia nampak begitu keberatan.

"Aku bosen banget di rumah." Yudhis bergumam dalam pelukan kami. "Kayaknya bisa deh aku kalo cuma jaga klinik sebentar. Pas kamu jaga aja, biar aku nggak kesepian di rumah." lanjutnya ketika kami merenggangkan pelukan.

"Kan Mama di rumah buat nemenin kamu, Mas." balasku dengan senyum prihatin. Yudhis dan berdiam diri memang sangat tidak cocok untuk disandingkan. Dia terbiasa aktif baik itu di rumah sakit maupun dengan hobinya berolahraga. Dan saat ini, tidak satupun dari dua hal itu yang bisa dia kerjakan. Meski paham sekali dan tidak tega melihat kebosanan Yudhis, nyatanya Yudhis masih harus beristirahat.

"Kamu harus tau, Mama tuh cranky banget seharian ini. Mama juga pasti bosen kayak aku, tau sendiri kan gimana aktifnya dia. Yang ada, aku jadi diomelin terus. Pusing aku, Sayang." adunya yang membuatku tidak bisa menahan kekehan.

"Mama dimana sekarang?" tanyaku dengan pandangan mengedar karena sejak datang, aku tidak melihat Mama.

"Di ruang kerja kayaknya. Padahal Mama sih enak, masih bisa kerja dari mana aja. Aku kan enggak."

Yudhis benar-benar nampak frustasi ketika mengatakannya. Aku lupa, kalau dibalik Yudhis yang aktif ada dua orang tua yang sama aktifnya. Salah satu alasan Yudhis banyak kegiatan di luar rumah adalah karena orang tuanya yang begitu sibuk. Jadi sangat masuk akal jika bukan hanya Yudhis yang merasa bosan, tapi juga Mama. Meski ini baru hari ketiga Yudhis berada di rumah dan pertama kali aku meninggalkannya untuk bekerja.

"Lusa kita tanya Prof Brama dulu ya baiknya gimana. Kalo aman, kita cari jadwal yang pasiennya nggak begitu rame deh." usulku. Lusa memang jadwal Yudhis kontrol sekaligus melihat hasil tes patologi anatomi dari jaringan tumor yang semula ada di otak Yudhis.

"Ya jangan nyari yang sepi banget juga, Di. Yang ada aku cuma pindah tempat bengong. Jaga di rawat inap juga bisa kok aku." 

Aku harus menghela nafas panjang dulu sebelum menanggapinya. Hal yang belakangan ini membuatku terlatih semenjak Yudhis menjadi semakin sensitif pasca operasi. Aku tahu, tidak mudah untuk menahan diri dari hal favorit yang biasa dilakukan. Dan aku juga tidak bisa memutuskan sendiri hal yang diminta Yudhis. Jadi yang kulakukan hanya kembali memeluk sebelum menghujani wajahnya dengan ciuman lembut, berharap perasaannya membaik.

DD/Where stories live. Discover now