Bagian 08

636 87 7
                                    


Yok vote sebelum baca.

...............

"Aku lagi pengin tahu banget, Kak Miya harus jawab, ya." Sanistya mulai berceloteh.

Selama menyantap makanan-makanan dipesan, ia dan saudarinya tidak mengobrol. Tentu fokus menyantap semua hidangan dengan lahap.

Mereka sama-sama sedang lapar. 

Terakhir makan saat sarapan tadi pagi di rumah, sekitar lima jam lalu. Ia pun tak mengemil apa pun selama bertemu dengan klien-klien tadi.

Sang kakak mendadak mengajak makan bersama di restoran langganan mereka, tentu tidak akan ditolak. Apalagi, Samiya yang mentraktir.

"Kamu mau nanya apa, Sanis?"

"Makannya banyak banget, Kak. Nggak diet?" Sanistya mengajukan pertanyaan yang sudah ia siapkan pada saudari perempuannya.

"Nggak diet."

"Jadi, Kak Miya sudah hamil?"

Diajukannya kembali pertanyaan yang juga telah disusun di dalam kepala. Mengarah pada niatan untuk menjahili sang kakak sebenarnya.

Reaksi Samiya? Jelas kaget. Mata saudarinya itu membeliak tepat ke arahnya. Ia pun terkekeh.

"Udah tekdung benaran?" Sanistya pun bertanya lagi seraya menambah seringaian di wajah.

"Belum, Sanis."

"Aku baru menikah dua bulan, mana bisa aku langsung produksi anak dengan Segara secepat itu. Pertanyaan kamu jangan aneh-aneh."

"Kamu kira aku ayam, Dik."

Sanistya tertawa puas. Volume suara awalnya keras, namun kemudian ingat jika mereka tengah berada di tempat umum. Walaupun restoran tak cukup ramai, namun sikap tetap harus dijaga.

Siapa tahu ada pihak dari media massa yang melihat, pasti akan menjadi bumerang. Sebagai putri dari seorang ketua umum partai oposisi, ia dan sang kakak harus menjaga tingkah laku.

Pokoknya sebaik-baiknya jika bisa. Tentu salah satu cara yakni tidak membuat masalah besar.

"Hahaha. Aku nggak maksud bilang gitu, Kak."

"Mana ada ayam cantik kayak Kak Miya," ujar Sanistya mengeluarkan pujian andalan.

"Aku cuma penasaran aja kapan nih Kak Miya hamil. Jangan bareng-bareng sama aku."

"Kamu lagi hamil, Dik?"

"Belum sih, Kak. Maunya aku belakangan, Kak Miya aja duluan. Kakak lebih tua dari aku."

Saudari perempuannya ikut tertawa kali ini, tapi tak lama karena ponsel sang kakak berdering.

Sepertinya ada panggilan masuk.

"Hallo, Sayang."

Sanistya pun langsung menyimpulkan jika sang iparlah yang menghubungi saudarinya.

"Aku di restoran. Kamu sudah landing?"

"Oke, aku jemput ke bandara sekarang."

Percakapan ternyata terjadi singkat saja. Sang kakak pun segera bergegas bangkit dari kursi.

Tentu akan pergi, seperti disampaikan di telepon tadi. Ia pun tak usah bertanya kembali.

"Kakak tinggal nggak apa-apa, kan?"

Sanistya menggeleng. "Nggak apa-apa, Kak."

"Pergi saja jemput Kak Segara sana."

"Aku juga mau balik ke kantor," imbuhnya.

Suami Di Atas KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang