Bagian 14

667 90 5
                                    

Yuk 50 votes duluuu.

Komen juga yaaa.

...................

"Hallo, Mbak." Sanistya menyapa riang, ketika teleponnya diangkat oleh Sundari.

"Mbak sudah di mana? Sampai resto?"

Sundari mengiyakan pertanyaannya. Kemudian, bertanya di meja nomor berapa yang dipesan.

"Ruangan VIP, Mbak. Letaknya di lantai dua."

"Nomor tiga." Sanistya memperinci jawaban.

Sundari seperti sudah memahami, langsung saja mengiyakan kembali sebagai balasannya.

"Mbak mau aku jemput ke bawah?" Sanistya pun menawarkan bantuan, andai Sundari merasa sedikit kesulitan menemukan ruangannya.

"Nggak usah? Oke, aku tunggu di atas, yah."

"Makasih sudah datang, Mbak."

Sundari menjawab ramah di seberang telepon. Balasan yang klasik seperti pada umumnya.

Lalu, acara bertelepon mereka pun berakhir.

Sanistya tidak sabar ingin segera memulai sesi tanya jawab dengan Sundari. Harus memvalidasi arti mimpinya beberapa waktu lalu.

Apakah sesuai atau malah berkebalikan.

Sanistya bahkan sudah menyiapkan beberapa list pertanyaan yang nanti akan diajukan ke Sundari.

Dan saking bersemangat dengan pertemuan ini, ia sudah datang sejak setengah jam lalu.

Tok!

Tok!

Tok!

Sanistya bergegas bangun dari kursi. Berjalan dengan gesit pula menuju ke pintu ruangan.

Sangat siap menyambut tamunya.

Senyuman seramah mungkin sudah dicetak pada wajah, bagaimana pun ia harus menjaga sikap yang santun sebagaimana tata krama seharusnya.

"Hallo, Mbak Sunda-"

Sanistya spontan berhenti berbicara, manakala merasakan kekagetan luar biasa melihat tamu yang ditunggu-tunggu tak datang sendiri.

Ya, Sundari ditemani seorang pria dan balita.

Tanpa perlu bertanya, Sanistya pun langsung bisa menarik kesimpulan jika salah satu asisten pribadi suaminya itu telah punya pasangan.

Tidak menjanda seperti yang berada di dalam mimpinya. Bahkan, Sundari memiliki seorang anak manis yang masih di bawah lima tahun.

Walau sebelumnya telah mendapatkan beberapa informasi terkait Sundari Renata. Tetap saja ia membatasi diri menggali lebih dalam kehidupan pribadi wanita itu demi menjaga privasi.

Malam ini, ia justru mendapatkan kejutan atas status Sundari Renata yang tidak lajang.

Misinya benar-benar akan gagal total. Rencana mencarikan jodoh untuk sang suami seperti di dalam mimpinya, mustahil bisa terealisasi.

Baiklah, rencana harus diubah dari awal.

"Maaf saya datang terlambat, Bu Sanis."

Sundari sedang bicara dengannya. Tentu, harus segera dikumpulkan fokusnya kembali.

Lalu, sebagai reaksi pertama, Sanistya kibaskan tangan seraya mengeluarkan tawa pelan.

"Aish, nggak apa-apa, Mbak."

"Ini suami saya, namanya Rafell Nathan."

"Dan ini anak saya, namanya Milkha Nathan."

Sanistya pun menjawab tangan sopan suami dari Sundari. Lalu, mengarahkan tangan pada sosok putra kecil pasutri itu yang menggemaskan.

"Hallo, anak ganteng," sapa Sanistya lalu..

Balita tampan itu pun tersenyum padanya.

"Ayo, masuk," persilanya sembari menyingkir dari pintu guna memberi akses ke dalam.

"Mejanya ada di sana," tunjuk Sanistya.

"Suami saya mau kerja, Bu. Dapat shift malam."

"Oh, nggak ikut makan?" Sanistya memastikan sekali lagi. Bisa saja jawaban Sundari memiliki makna yang berbeda dari persepsinya.

"Tidak ikut, Bu. Harus berangkat sekarang."

"Saya pamit dulu, Bu Sanis."

"Ah, iya, Pak Rafell." Sanistya lekas menjawab untuk ucapan diluncurkan suami Sundari.

"Hati-hati di jalan."

"Nanti saya yang akan antar Mbak Sundari dan Baby Milkha pulang," lanjut Sanistya.

"Terima kasih banyak, Bu Sanis."

Selesai menjawab, suami Sundari Renata itu pun cepat meninggalkan ruangan. Sanistya juga lekas mempersilakan tamunya untuk duduk di kursi.

Lalu, menyerahkan buku menu pada Sundari. Ia telah menekan bel khusus pula guna memanggil pelayan restoran agar datang ke ruangan.

"Mbak Sundari harus pilih steak. Di sini enak banget steak yang medium. Itu favoritku. Hihi."

"Iya, Bu Sanis. Saya pilih itu saja."

"Yang lain juga dong dipesan, Mbak." Sanistya meminta Sundari melihat daftar menu, sebab sama sekali belum dibuka oleh wanita itu.

"Buat Baby Milkha harus dipesan, ya."

"Iya, Bu Sanis, saya akan pesan."

"Tapi sebelumnya, apakah boleh saya bertanya kenapa Bu Sanis mengajak saya bertemu?"

"Apa Bu Sanis ingin memarahi saya?"

Sanistya langsung saja mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan dari Sundari Renata. Ia menyaksikan ketegangan ekspresi wanita itu.

Ada apa dengan staf suaminya itu?

"Memarahi Mbak Sundari? Nggak kok, Mbak." Sanistya pun lekas mengklarifikasi jawaban.

"Kenapa saya harus memarahi Mbak Sundari?"

"Saya yang memberi rekomendasi pada Pak Bos untuk mengirimkan bunga tulip untuk Bu Sanis setiap hari ke kantor. Tapi Bu Sanis alergi."

"Maafkan kekeliruan saya, Bu."

Sanistya pun terkejut seketika akan pengakuan Sundari Renata. Lebih kaget lagi karena tidak menyangka buket bunga yang diterima di kantor saat pagi hari berasal dari sang suami.

Sebab, nama pengirim tak dicantumkan.

Prabha Winangun yang cuek nan dingin itu bisa juga menjadi orang romantis. Malah dilakukan diam-diam. Apa gengsi jika ketahuan?

Harga diri Prabha Winangun memang setinggi langit. Mana tidak punya inisiatif sendiri untuk menyenangkan hati istri, minta pendapat staf.

Padahal jika menyangkut urusan bisnis dan juga politik, pria itu sangat pintar. Namun jika ada sangkut paut tentang romantisme, pasti payah.

Cekikikan tawa Sanistya pun keluar lebih keras, saat mengingat tingkah-tingkah suaminya u

Dan tawa baru beberapa detik diloloskan dari mulut harus dihentikan karena dipandang dalam sorot bingung oleh Sundari Renata.

"Mbak jangan minta maaf, saya nggak marah."

"Alerginya juga cuma bersin-bersin kok, Mbak."

"Hmm, besok pagi suami saya kirim bunga lagi ke kantor nggak, Mbak?" Sanistya penasaran.

"Iya, Bu Sanis. Sudah booking bunga tulipnya sampai bulan depan. Tanggal tiga puluh."

Sanistya tertawa kembali. Merasa antara geli dan juga senang akan apa dipersiapkan suaminya.

Andai saja tak mengajak makan malam Sundari Renata, maka ia tidak akan pernah tahu.

"Mbak, saya boleh kasih masukan nggak? Tapi jangan dibilang ke Mas Prabh kalau saya kasih ide ini sama Mbak Sundari," jahil Sanistya.

"Masukan apa, Bu Sanis?"

...................

Suami Di Atas KertasTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon