Bab 17

196 33 7
                                    


TW : MAJOR CHARACTER DEATH


"Minjeong, mengapa kau mencintaiku?"

"Huh? Apa itu pertanyaan jebakan?"

"Tidak, Minjeong. Aku benar-benar ingin tahu mengapa kau mencintaiku. Apa karena kau kasihan kepadaku?"

Minjeong mendecakkan lidahnya. Sambil bermain-main dengan jari-jari tangan Jimin, Minjeong menjawab. "Pada saat pertama aku mengenalmu, aku tidak merasa kasihan. Karina membuatku jatuh cinta, lalu dia membuatku penasaran. Setelah bercinta dengannya aku sadar bahwa aku tidak menginginkan one night stand, tetapi ingin mengenalnya lebih jauh. Aku mencari alamatnya dan menemukanmu. Saat melihatmu pertama kali aku merasa biasa saja. Tetapi setelah dua kali dan tiga kali, sikapmu yang tenang dan misterius justru membuatku lebih penasaran. Sejujurnya aku katakan kalau aku sedikit bersimpati padamu. Kau membuatku khawatir, sedangkan Karina membuatku melupakan segala hal."

Jimin mendengarkan dengan cermat dan membiarkan Minjeong menjalin jari-jari mereka.

"Lalu setelah mengetahui siapa kau sebenarnya, aku sadar bahwa aku tidak merasa takut apalagi membencimu. Aku melihat sisi kuatmu, bukan sisi tak berdayamu. Kau berjuang berpuluh tahun menanggung kepribadian ganda ini dan masih bertahan sampai sekarang, itulah yang membuatku jatuh cinta berkali-kali padamu, Jimin."

Minjeong menatap Jimin dalam keremangan kamar mereka.

"Jadi, kau boleh mengambil kesimpulan dari curahan hatiku, babe. Aku mencintaimu dengan segala kelebihanmu," kelakarnya seraya menekankan hidungnya ke hidung Jimin.

Jimin tersipu malu.

"Terima kasih, Minjeong. Aku rasa, aku beruntung sekali bertemu denganmu. Kau menerimaku apa adanya, bahkan saat aku tidak mempunyai sesuatu yang ditawarkan."

"Ada. Kau mempunyainya."

"Apa itu?"

Minjeong menangkup wajah Jimin kemudian mencium bibirnya singkat. Ciuman itu membelai mulut Jimin, merasakan kasih sayang Minjeong untuknya.

"Kau mempunyai cinta, Sayang. Cinta untukku, benar?"

Jimin tersenyum. "Itu adalah sesuatu yang pasti, Minjeong. Kau tidak perlu meragukannya."

"Good," Minjeong mengecup Jimin sekali lagi kemudian memeluk Jimin lebih dekat. Tubuh tanpa busana mereka saling berpelukkan di balik selimut. Sudah pukul 12 malam, saatnya mereka tidur.

Minjeong berlari ke arah Tuan Jang, menembak tangannya untuk melucuti senjatanya dan akhirnya menembak pria itu dari jarak dekat. Minjeong menghabiskan semua sisa peluru di dalam pistol ke wajah Tuan Jang hingga pria itu tewas dengan luka di wajah secara mengenaskan.

Perempuan yang sedang dibakar amarah itu membuang pistolnya dan berlari menuju Jamie. Entah siapa yang mengambil sekarang, kesimpulannya adalah tetap Jimin yang menderita.

Minjeong melihat luka tembak tepat di dada kiri Jimin. Lututnya lemas seketika. Ia menatap sepasang mata kekasihnya. Jimin masih sadar.

"Minjeong....ini aku...Jimin."

Minjeong duduk dan meletakkan kepala Jimin di pahanya, menggenggam tangannya dengan erat.

"No, no, no, no. Sayang, kau harus bertahan. A-Aku akan menghubungi ambulance."

Namun Jimin mempererat genggaman tangannya pada Minjeong.

"Aku rasa tidak perlu," ucapnya. Keningnya mengernyit menahan rasa sakit dan panas yang luar biasa.

MIRROR 2Where stories live. Discover now