Tiga Puluh Tiga

37 4 0
                                    

Ada yang berubah dari sikap Mama belakangan. Bukan perempuan itu jadi tambah diam dan tidak banyak komentar seperti biasanya, lebih dari itu Mama seperti menyimpan sesuatu. Yang tidak dia katakan meskipun berkali-kali ditanya. Apa Papa mengatakan sesuatu? Karena hanya ada satu orang yang bisa merubah sikap Mama, yaitu Papanya.

Sementara dirinya memilih tidak memperpanjang atau menyinggung kejadian yang membuat Mamanya harus dirawat berhari-hari di ruang intensif khusus jantung.

"Mama nggak enak badan? Ada yang..."

"Mama nggak pa-pa. Kamu nggak ngantor?"

Farrel mengangguk, "Sebentar lagi."

Dan kenapa Mama menatapnya seperti itu. Sebuah tatapan rindu, seperti dia telah pergi jauh dan baru kembali. Bukan sebuah tatapan yang menuntut seperti biasa, tapi juga tidak bisa dia tolak keinginannya. Mama mengulurkan kedua tangan yang langsung dia raih. Dipeluknya Mama erat.

"Mama sayang sama kamu, Nak. Sayang sekali."

Lagi, dia mengangguk, "I do, aku juga sayang sama Mama."

Pelukan Mama semakin erat, seperti sebuah penebusan atas apa yang tidak perempuan ini dapatkan bertahun-tahun.

"Mam."

"Jangan tinggalin Mama ya Kak, jangan tinggalin Mama lagi."

Dalam pelukan hangat Mama yang hangat sekaligus dingin. Yang mengikat tapi membebaskannya dari rasa sakit. Farrel hanya bisa mengangguk. Bukankah ini yang seharusnya dia terima?

"Iya Mam."

***

Farrel melirik ponselnya yang bergetar konstan, menampilkan panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. Dibiarkannya benda itu sampai menampilkan panggilan tak terjawab. Lagi, ponselnya bergetar menampilkan nomor yang sama memanggil. Farrel menghela nafas sebelum menggeser tombol telfon berwarna hijau.

"Ha..."

"Hallo Rel, ini aku."

Kedua mata Farrel membulat, tidak menyangka Gita akan menghubunginya lebih dulu. Tapi dalam hatinya juga khawatir, jika sebelumnya perempuan ini selalu menghindar, kenapa hari ini tiba-tiba dia datang dengan sendirinya.

"Rel?"

"Iya, aku cuma..."

"Kalau kamu ada waktu boleh aku minta ketemu? Ada yang mau aku omongin."

"Kapan?"

Dirinya seperti sedang menjalani mode otomatis. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi di depan sana, tapi semoga ini tidak akan apa-apa.

"Anytime, kalau kamu senggang."

"Besok sore, aku ke Kemang" detik berikutnya dia meralat kalimatnya "Atau kamu mau..."

"Boleh, see you."

"Gita..." cegahnya buru-buru, seperti tahu kalau orang diseberang mungkin akan menutup telfon.

"Ya?"

"Are you oke?"

"Oke. Bye Rel."

Epiphany (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang