Chapter 44

6K 547 3.2K
                                    

Ini bab terpanjang yang aku tulis mendekati 4000 kata, jadi bacanya pelan-pelan ya biar ngefeel.

Untuk target chapter selanjutnya 350 vote + 3000 komentar. Jangan silent readers.

Pastikan untuk selalu vote & komentar di setiap baris kalimat.

Happy Reading 🤍

------------------------------------------------------------

"Allah tidak menjanjikan hari-hari tanpa rasa sakit, tawa tanpa kesedihan, atau matahari tanpa hujan, tetapi Dia menjanjikan kekuatan untuk hari ini, penghiburan untuk air mata, dan terang untuk jalan."

Anonim

🕊🕊🕊

Weekend kali ini aku menemani Papa jogging di taman Menteng. Awalnya Papa mengajakku ke GBK, tetapi aku menolak. Sebab tempat itu mengingatkanku ketika jogging bersama Bang Al. Dan aku ingin melupakan semua kenangan bersamanya.

Usai jogging, aku dan Papa memilih duduk di kursi yang tersedia di sana untuk mengistirahatkan kaki sebentar. Kemudian Papa pamit sebentar untuk membeli air mineral, lantas aku pun menunggunya.

Kini pandanganku tidak sengaja melihat ke arah sepasang suami istri, dan juga anak kecil perempuan berusia kisaran tiga tahun. Mereka tampak bahagia sekali. Bibirku pun tersenyum melihatnya, namun tiba-tiba aku merasakan sedih. Ketika mengingat impianku memiliki keluarga kecil yang bahagia bersama Bang Al pun harus pupus.

"Lihat keluarga kecil mereka, jadi ingat Papa, Mama, dan kamu," ucap Papa yang kini sudah ikut duduk di sampingku.

Aku hanya membalasnya dengan senyuman. Kemudian Papa memberikan botol air mineral yang sudah dia beli untukku, lantas aku menerimanya.

"Menjalani rumah tangga dan mempunyai keluarga kecil yang bahagia, pastinya impian semua orang, termasuk Papa. Namun, perlu kamu ketahui Sha, nggak semua orang yang berumah tangga dan punya keluarga kecil itu hidupnya bahagia selalu, pasti ada ujian yang menghampirinya," ucap Papa.

Lagi-lagi aku hanya membalasnya dengan senyuman. Kemudian aku mulai meminum air botol mineral yang Papa beli.

"Dalam menjalani rumah tangga, semua orang memiliki jalan ceritanya sendiri. Hidup berdua dengan orang yang kita sayangi, bukan berarti semuanya akan mulus dan lancar begitu saja, akan ada ujiannya. Seorang suami maupun istri pastinya akan diuji," ucap Papa lagi.

Aku pun diam termenung mendengar perkataan Papa, sepertinya Papa sedang mencoba menasehatiku.

"Besar kecilnya ujian harusnya bisa dilewati bersama-sama, dan jangan menjadi alasan untuk terjadi perpisahan diantara keduanya. Jika suami istri tersebut mampu bersabar, lalu mencari solusi bersama. Maka, mereka akan bisa melewati ujian itu, bahkan dari ujian itu akan ada hikmah yang mereka dapat. Apa hikmahnya? hikmahnya akan menguatkan dan mengukuhkan rasa cinta diantara mereka," lanjut Papa.

Aku terdiam mencerna perkataan Papa. Kemudian menghela napas sejenak. Setelah itu aku berkata,"Pa, apa keputusan Sha menggugat cerai Bang Al salah?"

Papa merangkul pundakku kemudian dia tersenyum. "Sayang, perceraian memang tidak dilarang dalam agama Islam, namun Allah membenci sebuah perceraian. Bercerai adalah jalan terakhir ketika terjadi permasalahan dan saat semua cara telah dilakukan untuk mempertahankan rumah tangga, namun tetap tidak ada perubahan, maka boleh."

"Sejujurnya Papa juga tidak mau putri Papa satu-satunya ini disakiti orang lain, tapi Papa juga tidak ingin kamu terburu-buru dalam mengambil keputusan. Apalagi memilih bercerai, yang mana Allah membencinya. Maka dari itu, Papa pengin kamu dan Al untuk menyelesaikan masalah kalian terlebih dahulu secara baik-baik, dan cari solusi bersama. Kalau memang pada akhirnya sudah tidak ada solusi untuk mempertahankan rumah tangga kalian, maka Papa serahkan keputusannya kepada kalian. Apapun keputusannya Papa terima. Kamu dan Al sudah sama-sama dewasa, seharusnya kalian bisa menyelesaikan masalah ini secara dewasa," lanjut Papa diakhiri senyuman.

Pelabuhan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang