Serendipity [25]

1.4K 166 44
                                    

~Happy Reading~

***

Sudah hampir satu jam Bayu menemani Sekala yang melamun di rooftop sekolah. Melupakan jam pelajaran yang sekarang sedang berlangsung dan mengabaikan pesan dari beberapa teman kelas yang mengabarkan kalau pelajaran pertama hari ini diambil alih oleh Pak Hardi yang terkenal paling galak.

Bayu melirik ke arah Sekala yang masih tidak bergerak sedikitpun. Masih tetap menatap kosong pada apapun yang ditatap dengan sesekali hela napas terdengar seperti sebuah sinyal kalau suasana hati Sekala benar-benar buruk sekarang.

Sejak bertemu di gerbang tadi, Bayu tidak mengajukan pertanyaan apapun. Hanya menyapa Sekala yang tidak menyapanya balik dan berjalan menuju rooftop yang langsung Bayu ketahui kalau ada yang tidak baik-baik saja.

"Udah baikan belum?" tanya Bayu hati-hati.

Sekala masih enggan menjawab sampai pertanyaan Bayu menguap begitu saja sampai bermenit-menit berlalu. Membuat Bayu menghela napas dan mengkatup bibirnya untuk tidak lagi mengajukan pertanyaan.

"Papa gugat cerai Mama," desis Sekala.

Bayu menoleh guna menatap Sekala lagi. "Kenapa?" tanyanya ragu.

"Gara-gara masalah kemarin." Sekala tertawa sinis pada dirinya sendiri. "Gue sih yang bego banget. Coba aja kalau gue nggak balapan, Papa nggak akan ambil keputusan ini lagi," katanya lagi.

"Tapi, Kal ... bukannya lo juga capek hidup kayak gini terus?" Bayu mencoba mengajukan pertanyaan lebih serius. Ragu, namun ia juga ingin tahu bagaimana perasaan Sekala yang sebenarnya.

Sekala tampak mengangguk samar. Membenarkan pertanyaan Bayu tentang lelah yang mendera dirinya. Tapi, apa yang ia lihat pagi ini benar-benar tidak pernah terlintas di kepalanya.

Mumgkin pernah, namun sudah ia kubur dalam-dalam dan selalu berdoa pada Sang Maha untuk tidak pernah lagi melihat ayahnya mengambil keputusan terberat ini.

"Kemarin gue beliin Mama cookies sama bunga tulip. Gue nggak berani kasih sendiri, jadi gue taruh di meja dan minta Kak Shaka buat tulis ucapan di kertas baru. Gue pikir nggak bakal diterima lagi kayak yang udah-udah." Sekala terkekeh ringan. Namun, jelas sekali nada sakit dari suaranya.

"Ternyata Mama terima. Mama makan cookiesnya. Mama juga bawanya ke kamar, padahal yang udah-udah selalu dilempar ke tempat sampah," lirihnya pelan sekali. "Lo ngerti kan apa yang gue rasain sekarang, Bay?" Sekala menatap Bayu dengan manik bergetar. Menuntut sebuah jawaban yang sekiranya bisa membuatnya merasa tenang di tengah kemelut yang memenuhi kepalanya.

Bayu mengangguk pelan. Menepuk pundak Sekala dengan senyum tipis yang sekiranya bisa membalas pertanyaan Sekala.

"Lo mau akhir yang gimana? Gue ngerti perasaan lo, tapi gue juga ngerti gimana perasaan Om Adi. Nggak mudah buat Om Adi bertahan sejauh ini, Kal," tanya Bayu.

Sekala tidak langsung menjawab. Kepalanya mendongak menatap langit yang sedikit berhias mendung dan menghalangi sebagian sinar matahari.

"Gue cuma mau bahagia ... sama Papa, Mama, dan Kak Shaka. Kehilangan Kak Dylan sama Nala udah bener-bener bikin gue hancur. Setiap hari gue narik napas rasanya sakit. Gue nggak mau ngerasain perpisahan lagi, nggak mau ngerasain yang namanya kangen sama orang lagi. Gue nggak sanggup." Sekala menelan salivanya guna membasahi kerongkongan yang terasa kering dan tercekat hebat.

Kedua matanya berselimut kaca bening yang perlahan turun melalui celah-celah kelopak matanya. Dadanya benar-benar sesak dan sakit sampai membuatnya harus menarik napas dalam-dalam guna mengurai sesaknya.

Serendipity Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ