V

130 27 14
                                    

Hari minggu enaknya tuh tiduran tapi Leia memilih untuk berkegiatan.

Minggu lalu dia sempet daftar workshop buat ngerangkai bunga. Yah, daripada dia hunting cowok di mall atau aplikasi dating, ia pikir lebih bermanfaat kalau dia ruangin hari-hari kosongnya untuk aktivitas yang kayak gini.

"Gue jemput gak nanti?"

Lagi-lagi Gavriel menawarkan diri buat menjadi supir yang nganterin Leia ke kafe tempat acara yang Leia ikutin diadakan.

"Nope. Gue nanti minta Pak Rudi aja. Dan Gav, mending lo kemana kek. Jangan ngintilin gue mulu, risih gue" ujar Leia sebelum keluar mobil Gavriel. Enggak kok, Leia bercanda tentang rasa risih, tapi dia beneran tentang Gavriel yang harus cari kegiatan lain.

Soalnya itu laki-laki kelihatan banget ngenesnya. Kegiatannya nol kecuali kalau perusahaan bapaknya perlu dia aja baru dia kerja.

Selebihnya?

Ya goleran di rumah atau ngintilin Leia.

"Biasanya juga kita sama-sama. Lagian nasib kita tuh sama. Ditinggal pasangan. Bagusnya kita harus solid dalam situasi macam gini, Le"

"Oh, sudah ada progress" pikir Leia saat Gavriel udah mau ngomong masalah pasangan.

Karena seingat Leia jika ada orang yang berusaha mengingatkan Gavriel tentang pasangan, maka respon Gavriel hanya dua. Marah besar atau tertatih dalam duka. Dan kebanyakan yang Leia temukan adalah yang nomor dua. Gavriel adalah laki-laki yang jarang menangis. Tapi jika tentang mendiang istrinya itu beda cerita.

"Enggak. Bagusnya kita tuh move on. Gue mau cari cowok baru-"

"Enggak. Bagusnya kita stay single dulu. Nanti deh tahun depan baru buka hati. Barengan"

"Dih! Enak aja. Gue mau cari cowok baru pokoknya. Titik"

Sehabis itu Leia keluar dari mobil tanpa berusaha berbalik badan buat ngelihat Gavriel.

Enggak lagi.

Cukup dulu aja dia begitu.

....

"Le? Leia?"

Leia yang lagi melirik ke semua arah atau lebih tepatnya ke peserta lain akhirnya mendongak menuju sumber suara yang nyebut namanya.

"Dimas?" Balas Leia agak ragu, takut salah orang. Mendengar nama itu keluar dari mulut Leia ngebuat laki-laki didepan Leia tersenyum.

"Untung aja lo masih inget gue. Kalau enggak, malu banget gue" balas laki-laki bernama Dimas itu.

Dimas ini temen SMA Leia dan Gavriel, tapi dia lebih dekat sama Gavriel karena satu ekstrakulikuler. Sama-sama anak panahan.

Leia menyematkan senyum lalu mengedikkan bahunya "Gue awalnya takut salah sebut tapi muka lo familiar banget kecuali rambut yah kayaknya? By the way, apa kabar Dim? Masih sering kontekan sama Gavriel gak?"

"Berarti awet muda dong gue? Hahaha! Dan masih sering kok gue kontekan sama Gavriel. Kita suka main futsal bareng yang lain. Kabar gue baik. Lo sendiri gimana?"

"Baik kok kabar gue. Terus lo ngapain kesini?" Tanya Leia. Basa-basi aja sih, dia gak terlalu kepo juga tapi si Dimas ini kelihatan excited gitu pas ngobrol, kan gak enak dia motong percakapan.

"Ini yang bikin workshop adek gue, gue tadi nganterin barang dia aja. Eh tahunya ketemu sama lo" jawab Dimas.

"Oh I see. Berarti ini lo mau balik ya?"

"Iya, Le"

"Hati-hati dijalan kalau gitu, Dimas"

"Iya, Le. Seneng bisa ketemu lo"

"Same here, Dim"

Udah kayak gitu aja. Leia udah bilang belum kalah dia bukan orang yang menyenangkan saat basa-basi? Dia sukanya tuh to the point gitu loh.

Leia mengulas senyum sembari Dimas menjauh darinya. Dia bahkan udah siap melambaikan tangan tanda perpisahan tapi gak jadi karena Dimas berlari kecil lagi kearahnya.

"Kenapa Dim? Ada yang ketinggalan?" Tanya Leia dan dibuahi gelengan oleh Dimas.

"Terus?" Tambah Leia. Dimas lalu menarik nafas dalam dan mengulas senyum.

"Le, siang ini lo kosong gak? Mau makan siang bareng gue gak?"

....

Leia rasanya perlu memberi tepuk tangan pada Dimas karena keberanian laki-laki itu.

Dihidup Leia hanya ada satu laki-laki yang keberaniannya udah mirip sama Dimas ini.

Siapa?

Nadhif.

Nadhif itu bisa dekat sama Leia tuh masuk jalur keberanian. Bukan karena dikasih lampu hijau sama Gavriel.

Kembali ke Dimas. Gavriel tuh gak pernah suka jiika ada teman laki-lakinya yang mau deketin Leia. Jadinya dari awal dia udah peringatin semua temennya untuk gak aji mumpung ngedeketin Leia.

Leia sih bodo amatnya dulu. Dia rasa Gavriel gak akan ngejerumusin dia juga. Tapi setelah dia pikir-pikir lagi sekarang, kelakuan Gavriel yang kayak gitu malah mempersempit ruang geraknya.

"Lo ngajakin gue makan gini gak takut kena semprot Gavriel?" Tanya Leia pada Dimas saat mereka lagi menikmati makan siang.

"Takut. Tapi emang apa yang harus dimarahin dari gue? Gue cuman makan siang sama lo. Gak ngajak nikah. Yet"

Leia tertawa tanpa suara.

"Berani juga" pikir Leia yang sekrang udah paham dengan motif Dimas.

Dulu pas SMA, dia pernah denger sih desas-desus kalau Dimas ini naksir dia tapi langsung berhenti setelah Gavriel datang ke Leia dan ngomong begini "Gak usah didengerin. Gue yang urus"

"Just info aja ya. Gavriel kalau marah itu jelek"

Gavriel memang punya composure yang tinggi akan segala hal di kehidupannya. Kecuali jika berhubungan dengan Leia, itu laki kek petasan dikasih api. Cepet banget meledaknya.

"Tahu kok. Gue pernah ngelihat dia mukuli Dewa pas mau deketin lo. Baru juga niat udah kena bogem" jelas Dimas mengiyakan pernyataan kalau Gavriel marah tu serem.

"Dan lo masih mau risk your own pretty face?"

"Lo worth to try soalnya"

Okay, interesting.

Tapi jujur Leia lagi gak dalam mood untuk hal romantis. Dia lagi mau main-main aja. Sampai hatinya sembuh.

"Gue gak dalam mood untuk pacar-pacaran. Gue baru aja cerai dan masalah cinta gak jadi prioritas gue. Lo cari yang lain aja-"

"Bahkan temenan aja lo gak mau?"

"Gue gak temenan sama orang yang suka sama gue" jawab Leia lugas sambil menatap Dimas remeh.

Seharusnya segini udah bisa ya membuat Dimas mundur tanpa perlawanan tapi nyatanya enggak. Laki-laki itu lebih berani dari yang ia kira.

"Kalau gitu gak usah temenan. Tapi boleh gak gue sesekali ngajakin lo keluar buat jalan-jalan. Let's say, go on date?"

Oh. Rupanya memang mau menantang marabahaya.

Maka keluarlah lagi senyum atau lebih tepatnya seringai dari Leia.

"Let's say, gue bolehin, but if something happen, you on your own. Gue gak mau ikutan kalau Gavriel marah"

Favorite AlmostOù les histoires vivent. Découvrez maintenant