08

849 183 40
                                    

Selamat Membaca

Setapak dua tapak kaki Alessa melangkah. Percayalah tubuhnya berjalan keluar meninggalkan fakultasnya, tapi pikirannya tidak berada di sana. Alessa justru tampak sekali sedang berpikir keras bagaimana dia harus menggugurkan anaknya sendiri dalam waktu satu malam. Itu hal yang mustahil untuk dilakukan seorang diri dan seseorang yang tidak pernah melakukannya bahkan memiliki pengetahuan sedikit pun tentang hal itu.

Dan jujur saja, ancaman-ancaman Jungkook selalu menyakiti perasaannya, membuatnya semakin merasa terbebani. Tidak kah laki-laki itu memakai sedikit saja perasaannya? Di usianya yang masih belasan tahun ini dia dihadapkan dengan permasalahan yang begitu rumit. 

Latar belakang kehidupan Alessa begitu abu-abu. Jangan tanyakan perasaan seorang anak perempuan yang lahir tanpa ayah dan kehilangan ibunya di usia 16 tahun. Jangan tanyakan apa yang dia rasakan saat ini, sebab Alessa benar-benar hancur. Dia berada di titik terendah hidupnya dan tidak ada seorang pun yang bisa menjadi tempatnya bersandar selain Iris, sahabatnya. Bahkan tanyakan saja, apa Alessa merasa Tuhan tidak adil? Dia akan menjawab, ya Tuhan tidak adil baginya. 

Orang-orang mengatakan, jika kehidupan banyak melewati kesulitan, pasti akan bertemu kebahagiaan yang besar, tapi Alessa tidak melihat itu di dalam hidupnya, bahkan dia tau, dirinya tidak akan menemukan kebahagiaan itu, jika alur kisah hidupnya seperti ini. 

Langkah Alessa semakin jauh, tujuannya adalah melewati gerbang universitas dan berjalan beberapa langkah menuju kondominium yang tak jauh dari kampusnya, tapi baru saja meninggalkan area kampus, Alessa merasa lengannya ditarik dengan sedikit kasar hingga tubuhnya memutar dan saling berhadapan langsung dengan seseorang yang menariknya. 

"Waktumu hanya besok, Alessa." Itu Jungkook. Dia lagi-lagi memperingati Alessa.

Alessa menarik lengannya dari cengkeraman laki-laki itu. Dia sudah lelah dengan peringatan-peringatan itu. Dia muak. Dia kesal. Dia marah. Dia ingin memaki-maki laki-laki yang mengacaukan hidupnya ini. "Aku tau," ucapnya berusaha meredam emosi, walau sebenarnya dia ingin meluapkan semua itu pada laki-laki ini.

"Aku akan mendatangimu besok dan bawa bukti, jika kau sudah benar-benar menggugurkan anak itu."

Tatapan Alessa pada Jungkook memerah. Dia sudah terlalu banyak menangis, dan tidak ingin menumpahkan air kesedihan itu lagi. Dia benci laki-laki ini. Demi Tuhan Alessa sangat membencinya. "Aku akan melakukannya."

"Dengarkan aku, Alessa. Kau tidak bisa mempertahankannya, jika aku tau kau melakukannya, kau akan tanggung sendiri akibatnya."

"Kau tidak perlu mengancamku." Alessa berkata dengan nada kesal. 

"Aku memperingatkan."

"Tidak perlu. Aku muak dengan semua ucapanmu. Tenang saja, aku akan melakukan seperti yang kau inginkan!" tandasnya dan meninggalkan Jungkook yang ternganga dengan respon yang diberikan Alessa.

Apa dia sudah sangat keterlaluan? Kilat amarah jelas terpancar dari mata Alessa padanya. Padahal apa yang dia inginkan adalah satu-satunya cara agar kehidupan perempuan itu juga bisa berubah lebih baik. Tinggal di rumah mewah, berpakaian yang lebih bagus, masa depan yang lebih baik? Bukan kah niat Jungkook juga ada benarnya?

Jungkook memandang Alessa yang semakin jauh dan memasuki gedung bertingkat yang berada dekat kampus mereka. Dia mendecih, bahkan perempuan itu harus tinggal di kondominium murah seperti itu. Kehidupan anak haram itu miris rupanya. 

• • •

Masih dengan perasaan kesal Alessa memasuki kondominiumnya. Dia tau Iris sudah berada lebih dulu di sana ketika mendapatkan pesan singkat sahabatnya itu. 

D'Arcy • Liskook 18+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang