~ Diary Azzam ~ Chapter 006.

40 9 0
                                    

Happy Reading
.
.
.

Tiga sahabat Azzam kini tengah duduk di kursi depan sebuah ruangan di rumah sakit. Mereka bertiga langsung membawa Azzam ke rumah sakit atas izin yang diberikan oleh Pak Zaki. Guru pengampu olahraga itu juga sama paniknya melihat Azzam yang tiba-tiba jatuh pingsan. Mereka membawa Azzam ke rumah sakit menggunakan mobil milik Rayan.

Sekarang Azzam sedang ditangani oleh Dokter di ruang UGD. Bintang, Rayan dan Tara berharap keadaan Azzam tidak memburuk. Rayan berdiri dari duduknya, remaja itu menatap pintu UGD dengan raut wajah khawatir. Penampilan remaja itu tidak lagi rapi. Rambut acak-acakan dan kaos olahraga yang dikenakan oleh Rayan sudah kusut.

"Puas sekarang lo berdua, hah?! Ini alasan gue ngelarang Azzam buat ikut olahraga!" Rayan menatap ke arah Bintang dan Tara dengan raut wajah yang penuh emosi

Sedangkan kedua remaja itu hanya diam membisu. Mereka merasa bersalah karena tadi membiarkan Azzam tetap mengikuti pelajaran olahraga. Bukan setuju dengan pendapat Rayan untuk tidak mengizinkan Azzam mengikuti olahraga. Tetapi sekarang, nasi sudah menjadi bubur.

"Kenapa lo berdua diem? punya mulut kan? Ouh...atau mulut lo berdua mendadak bisu?"

"Maaf, Ray" ucap mereka dengan lirih

"Brengsek! udah kejadian, dengan entengnya kalian minta maaf? gue nggak habis pikir!" balas Rayan sambil memijit pangkal hidungnya

Mereka bertiga kembali diam dengan pikiran masing-masing. Rayan bersandar pada dinding, remaja itu memejamkan kedua matanya untuk meredam emosi yang kini sedang membakar tubuhnya itu. Jujur, Azzam sudah ia anggap sebagai saudara kandungnya sendiri.

Melihat Azzam yang jatuh pingsan dengan wajah pucatnya itu, membuat pikiran Rayan kacau. Apalagi, tadi saat ia menggendong Azzam di punggungnya, tubuh remaja itu dingin. Ia takut terjadi sesuatu.

"Kita nggak telfon Om Fardan?" ucap Bintang

Rayan yang semula memejamkan matanya, kini kembali membuka kedua matanya. Ia menatap ke arah Bintang dengan wajah datarnya.

"Apa lo bilang? telfon pria bajingan itu? nggak perlu!. Azzam nggak butuh orang tua yang udah buat Dia menderita!"

"T-tapi Ray, mereka juga harus tau" balas Tara dengan terbata

"Gue bilang nggak usah, ya nggak usah! lo berdua ngerti?!"

Ceklek!

Atensi mereka bertiga beralih pada pintu ruangan yang terbuka. Keluarlah seorang Dokter laki-laki yang usianya masih kisaran 23 tahun. Name tag yang terpasang pada jas putih yang dikenakan Dokter muda itu adalah 'Kalandra Chatovi Nellius'.

Dokter Andra adalah Dokter yang selama ini menangani Azzam. Andra sudah menganggap Azzam dan ketiga sahabat remaja itu seperti adiknya sendiri. Andra keluar dari ruangan UGD dengan wajah lelahnya.

Bintang, Rayan dan Tara yang melihat raut wajah Andra menjadi panik. Apakah terjadi sesuatu kepada Azzam?.

"Gimana keadaan Azzam, Bang? Dia baik-baik aja, kan? ngomong Bang! jangan diem gini!" ucap Rayan dengan wajah panik

Andra menghela nafas sebelum membuka suaranya. Dokter muda itu tersenyum tipis ke arah mereka. Ia menepuk pelan kepala Rayan menggunakan tangan kanannya. Andra sudah paham karakter remaja yang sudah ia anggap adik itu,

Diantara Azzam, Bintang, Rayan dan Tara, Rayanlah yang paling sulit mengendalikan emosinya. Setelah melihat Rayan sudah mulai tenang, Andra menurunkan tangan kanannya dari kepala milik Rayan.

"Abang mau tanya, tapi kalian jawab jujur. Apa tadi Azzam melakukan aktivitas yang sudah dilarang?" tanya Andra kepada ketiga remaja itu

"Tadi Azzam ikut olahraga, Bang. Dia ikut lari" jawab Rayan dengan jujur

"Ternyata benar" balas Andra

"Azzam baik-baik aja kan, Bang?" tanya Tara

"Kali ini Abang maafin. Jangan sampai hal ini terulang kembali. Untung tadi kalian cepat membawa Azzam ke rumah sakit. Jadi, nyawa Dia masih tertolong" ucap Andra memperingatkan ketiga remaja itu

"Gimana keadaan Azzam sekarang?" tanya Bintang

"Dia sudah melewati masa kritisnya. Azzam memang anak yang kuat. Kalian tidak usah khawatir lagi" balas Andra tersenyum tipis

"Kita udah bisa lihat Azzam?" tanya Rayan

"Untuk sekarang belum bisa. Tunggu Abang pindahkan Azzam ke ruang rawat dulu. Abang mau lanjut periksa Azzam lagi" balas Andra

"Baiklah.Terimakasih, Bang" ucap Rayan

Andra mengangguk sebagai jawaban. Dokter muda itu kembali masuk ke dalam ruang UGD. Mendengar penjelasan dari Andra, ketiga remaja itu sudah bernafas lega.

Karena ternyata, Dia mampu melewati masa kritisnya. Azzam memang anak yang kuat. Semoga Dia tidak akan menyerah dan terus berjuang untuk dapat sembuh, semoga. Mereka hanya bisa berharap, karena semua kuasa dalam kendali Sang Maha Pemilik Hidup dan Mati.
.
.
.

Bersambung....

Sampai jumpa chapter selanjutnya~

Semangat dan jangan lupa bahagia!!!👋🏻💕

Bye.


Diary AzzamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang