Masa Lalu 867 M

191 31 26
                                    

Burung-burung melintas bersamaan dengan jutaan panah yang melesat. Di puncak katedral, lenguhan sepoi angin berhembus debu dari arah jauh. Sedikit panas, meski tak ada api yang berkobar. Seorang pangeran bertongkat besi tegak menghadang langit. Cairan keruh berwarna merah menggenang di ujung tongkat pria itu. Tatapannya tajam menusuk sanubari. Rahangnya tegas dominan bergaris. Serta, hidung mancung yang sedikit tergores, membuatnya tampak gagah berdiri di antara lautan manusia yang sudah berguguran.

Di kepalanya bertengger topi besi pengganti tali hati, tak luput baju zirah membalut dada kekar sang pemilik. Netranya tak jengah menyapa puan yang sama terdiamnya. Sama berlumuran darah peperangan. Sama-sama berpegang kuat dengan senjata.

"Aku saja yang mati hari ini," ucap puan yang bahunya tersemat quiver dengan busur panah di dalamnya.

Mata indah perempuan itu berkaca, rambutnya pun sudah tak beraturan. "Mengapa? Mengapa kau berhenti? Mengapa kau tak membunuhku saja?!" Hatinya patah berkeping-keping melihat kekasihnya sendiri yang menjadi musuh perangnya saat ini.

Hari ini, hari pembalasan dan hari perebutan tahta dari Kerajaan Ghastly Eyrie. Raja Darius, memerintahkan anaknya itu, untuk menyerang kerajaan Moissena yang dipimpin Raja Mandala. Jika perangnya menang, Pangeran Ion akan mengamankan mahkota sang ayah dari kakaknya yang sekarang menjabat menjadi Patih Agung di kerajaan. Pangeran Savier, namanya terdengar seperti Raja kejam dalam legenda. Tetapi kemampuannya dalam perang tak sebanding dengan Pangeran Ion, adik kandungnya. Pangeran Ion adalah panglima tempur paling ditakuti. Beberapa wilayah berhasil direbut kekuasaannya oleh pria itu. Namun, ayahnya tak kunjung melantiknya sebagai raja selanjutnya. Mungkin salah satu penyebabnya adalah Pangeran Savier yang mampu bersilat lidah demi merebut hati sang Raja. Sehingga, Raja Darius menjadi labil saat menjelang pelantikan mahkota.

Tak disangka, Pangeran Ion justru bertemu sang kekasih dengan pakaian prajurit saat penyerangan disegerakan. Dari awal memang pria itu tahu, Putri Risnani-kekasihnya ity adalah anak kandung dari Raja Mandala- namun, ia tak berpikir jika sang wanita justru menjadi salah satu perisai pertama dalam kerajaannya.

"Aku akan menjadi raja tanpa membunuhmu, Putri!" ucap yakin Pangeran Ion.

Putri Risnani terkekeh, "dalam situasi seperti ini, kau sempat bergurau?" sasarnya. "Kau harus mengalahkanku terlebih dahulu, Pangeran!" tukas wanita cantik itu. Ia mulai mengambil anak panahnya di belakang. Kemudian menempatkan ke busur yang sudah dipegang kuat-kuat, matanya sedikit menyipit agar tepat sasaran. Kemudian menarik anak panahnya dalam. Satu anak panah kini melesat, menancap di pundak sang Pangeran.

Pangeran hanya bergeming, tak bergerak. Sedikit perih, namun bisa ditahan. Walaupun akhirnya ia urung menjadi raja, setidaknya ia mati terbunuh oleh kekasihnya sendiri. Bukan Raja Mandala.

"Balas Pangeran! Tubuhmu sudah kubuat berdarah, harusnya kau melawan!" titahnya lagi. Memojokkan sang kekasih untuk tetap melawan. Meskipun ia tahu, ia adalah seorang wanita, dalam peperangan seorang wanita diistimewakan. Bahkan seorang Raja pun segan membunuh musuhnya jika itu seorang wanita.

Lelaki itu berbalik arah, setelah mencabut anak panah di pundaknya. Sedikit perih, ia tak mau melanjutkan peperangan ini. Pangeran Ion lalu ke arah kuda yang sedari tadi ikut berdiri di samping tuannya. Menghentakkan kaki kanan sekuat tenaga, dan tubuhnya langsung duduk nyaman di atas pelana. Lelaki itu kemudian berlenggang pergi, membuat sang kekasih terdiam.

Tanpa diminta, cairan bening merambat keluar dari pelupuk netra keduanya.

***

"Kau tidak tega? Kelemahanmu adalah gadis itu. Harusnya memang dari awal kau jangan mencintai gadis itu," ucap lelaki gagah yang kepalanya bertengger sebuah mahkota berbahan emas.

Orange Portal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang