13. Target Cinta (1)

605 186 7
                                    

Setelah persiapan selesai, tiga pasang selebriti (aku tidak pernah menganggap diriku orang penting) dipersilakan duduk di kursi rotan. Kursi-kursi itu diletakkan di sebuah taman. Kami duduk sendiri-sendiri. Jangan harap ada adegan pangku manja. Bisa-bisa penonton, terutama orang tua, menuntut stasiun televisi.

Begitulah. Aku duduk di antara Luke dan Tori. Otomatis aku bisa melihat dengan jelas betapa mengagumkan Tori saat dihadapkan dengan kamera. Dia bukan lagi si tukang ngamuk. Kini ia menjelma angsa jelita baik hati. Tutur kata manis, senyum lembut, dan berlagak bagai setangkai bunga yang rapuh.

“...”

Aku akan menganggap tayangan televisi sebagian besar sungguh polesan belaka!

Seorang pembawa acara, cewek manis bergaun kuning, duduk di hadapan kami. Dia membuka acara dengan sapa dan basa-basi. Masing-masing peserta diberi pertanyaan. Satu sama lain tidak sama. Zena sering ditanya mengenai film terbarunya dan barulah kuingat siapa gerangan pria keren yang bersama Zena. Ternyata dia karakter, si male lead, nomor satu! Yang utama! Intinya, tokoh penting deh.

Jadi, ehem begini. Nama pria itu, kalau tidak salah, Mike. Iya, nama umum. Jenis nama yang sering nongol di novel, film, maupun komik. Biasa? Eh jangan salah. Dia merupakan aktor sekaligus pemilik usaha dalam arena dunia hiburan yang tidak kalah mengesankan daripada Luke. Bisa dibilang salah satu raja. Karakter favorit! Idaman!

Ternyata Zena dan Mike terlibat dalam proyek yang sama. Acara Target Cinta merupakan salah satu sarana yang hendak mereka pergunakan sebagai alat promosi. Jadi, bisa saja mereka terlibat cinta lokasi (sebagaimana dalam game) atau tidak sama sekali.

Sekali lagi, aku tidak percaya dengan dunia selebriti! Polesan gosip dan skandal baik yang bisa mendompleng suatu film. Aku kapok!

“Hubungan kami baik-baik saja.”

Tori sangat bersemangat menjawab pertanyaan dari pembawa acara. Dia tidak seperti si tunangan yang kelihatan ingin memukul Mike dan mengajak Zena ke pojokan. Berani taruhan, dia tidak keberatan melakukan adegan dewasa. Semisal X, lalu Y, sama dengan XY.

Mana berondong jagung milikku?! Aku butuh menikmati adegan ini!

“Jadi, Nona Haas. Saya dengar Anda ikut acara ini atas ajakan Pak Di-eh, maksudnya untuk memperkenalkan pertunangan kalian.”

Eh? Aku sudah diajak bicara, ya? “...” Kutengok Luke, memberinya senyum penuh arti. Artinya begini: “Ayo cepat gantikan aku memberi jawaban!”

Luke mengamini sinyal telepatiku. Dia dengan sabar menyabotase acara jawab-menjawab dan membuatku bebas tugas. Sungguh santai! Aku hanya ingin bersenang-senang sekaligus menikmati tayangan panas! Contohnya, menyaksikan Tori memukul tunangannya. Itu kalau ada. Itu kalau terjadi. Tolong disegerakan saja adegan baku hantam.

Setelah perkenalan, kami dipersilakan istirahat lima menit sebelum ke menu utama. Sepanjang itu aku sibuk mengamati Tori dan Zena, alias kucampakkan Luke selama beberapa saat saja.

“Selamat berkencan!”

Kelompok pun dipisah. Aku dan Luke mendapatkan kesempatan kencan di komidi putar. Tentu saja aku tolak! Siapa juga yang tertarik pacaran di sana? Aku menculik Luke dan membuat kamerawan sedikit kewalahan mengekori kami ke tempat lain.

“Kamu yakin?” tanya Luke saat kuajak ke rumah hantu.

“Iyaaaa!”

Kamerawan jelas tidak setuju. Dia enggan menolak karena si bos yang memberi gaji adalah tunanganku ahahahaha! Aku meraih tangan Luke dan menyeretnya ke loket. Di dalam rumah hantu cukup menegangkan. Padahal kupikir akan gelap, tapi anehnya tidak.

Bukan Target CintaWhere stories live. Discover now