.
.
.
.
.
*****Waktu terasa berjalan begitu cepat, namun fajar dan senja tetap menepati janjinya untuk selalu hadir. Langit juga kadangkala meminta awan meneteskan airnya untuk menyuburkan bumi. tidak hanya alam, manusia pun kian tumbuh seiring berjalannya waktu.
Azumi larut dalam pikirannya saat menatap rintik hujan yang mulai membasahi bumi. Dia duduk ditepi jendela, kakinya ditekuk dan lututnya digunakan untuk menyangga kepala, sementara kedua tangannya memeluk kakinya.
Hawa dingin yang datang bersamaan hujan menjalar ke tubuhnya, sesekali dia menghembuskan napas dengan frustasi. Matanya menatap sayu kearah butiran air yang menabrak kaca jendela.
Membawa kenangan yang tidak ingin dia ingat namun dengan jelas terputar di kepalanya.
"Lama."
Azumi meregangkan badannya, mirip kucing ketika menggeliat.
"Sebaiknya aku menyusul mereka."
Dalam benaknya Azumi berniat menyusul dua orang yang sudah menemaninya sejak lama.
Azumi memasang sepatunya dan meraih payung dibelakang pintu, dia menyusuri jalan yang sepi ditemani dengan tetesan air dari langit.
Percikan air mengenai sepatu putihnya namun tak ia hiraukan.
----
"Kakucho?"
Azumi memanggil teman masa kecilnya yang sampai sekarang masih jadi teman baiknya.
"Mana Izana?"
Kakucho tersentak saat menyadari Azumi berdiri dihadapannya dengan memegang sebuah payung.
"Itu- Azu, sebaiknya kau lihat sendiri ... "
Azumi memiringkan kepalanya bingung. "Hm?"
Matanya mengikuti arah tatapan kakucho yang mengisyaratkan tempat Izana.
"Ah, orang itu pasti Shinichiro." Azumi langsung sadar saat melihat Izana berteriak dan memukul orang itu.
*****
Izana tertunduk, dia tidak menghiraukan Shinichiro yang terduduk tidak jauh dari hadapannya.
Haruskah dia bersyukur karena hujan membuat air matanya tidak begitu terlihat? Tapi sepertinya itu sia-sia.
"Kau sudah tau kan, Shiniciro? Kenapa kau diam saja?!" Teriak Izana.
"Benar, aku sudah tau." Shinichiro mulai berdiri. "Tapi itu semua tidak penting, bukan?"
"Tentu saja itu penting! Itu satu-satunya hal terpenting di hidupku!"
"Kenapa kau berpikiran seperti itu, Izana?" Shinichiro menatap Izana.
"Meskipun kita tidak sedarah, tidak ada yang berubah, bukan?—"
"Diam!" Izana berteriak, tangannya mengepal kuat. "Kenapa kau harus muncul di hadapanku? Jika sejak awal aku sendiri. Sekarang Aku pasti baik-baik saja."
Izana menatap Shinichiro. "Kau mengerti,'kan, Shinichiro?"
Shinichiro menatap Izana dalam diam.
"Kebahagiaan yang kurasakan selama ini, tiba-tiba menghilang begitu saja!"
"Iz—"
"Diam! Memang seharusnya aku mendengarkan Azu."
"Azu lagi, dia selalu bicara tentang azu tapi tidak pernah menceritakan siapa Azu." Batin Shinichiro.
Izana menunduk, tidak lagi melihat kearah Shinichiro. Dia hanya memperhatikan tetesan hujan yang mengalir jatuh dari rambutnya.
Bagaimanapun juga dia sudah menganggap Shinichiro kakaknya, dia bingung sekarang.
Sebuah sepatu putih terlihat dari ujung matanya sedang berjalan ke hadapannya. Setelah sampai dihadapannya, hujan juga tidak lagi mengenai kepalanya.
Izana mendongak melihat kearah Azu, yang mana lebih pendek darinya sedang memayunginya dengan tatapan datar.
"Azu..."
Izana bisa melihat Shinichiro sempat terkejut dengan kehadiran Azumi.
"Sudah cukup. Kita pergi." Azumi menarik tangan Izana dan membawanya pergi dari sana, Izana menurut tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Azumi sempat menoleh kearah Shinichiro. "Jangan ganggu adikku lagi." Lalu melanjutkan jalannya.
Shinichiro terdiam, tidak menduga akan mendapat perkataan itu.
"Adik katanya? Apa dia kakaknya?"
Dia melihat mereka pergi dari sana setelah beberapa saat barulah dia berbalik pergi ke arah yang berlawanan.
"Apa dia orang yang sering Izana bicarakan?" Gumamnya.
*****
"aku sudah bilang bukan? jangan dengarkan ibu." Azumi menyeret Izana, sementara yang diseret hanya diam membisu.
setelah beberapa lama dijalan Izana akhirnya bersuara. "bagaimana kau tau kalau aku bertemu dengan ibu?" Tanya Izana.
"kau bersikap aneh."
"aku tidak aneh. kau yang aneh, kau seakan tau kalau aku bertemu ibu. kau sebenarnya tau sesuatu,'kan?"
"jangan bilang kalau kau lupa janjimu?"
"kau minta coklat satu kotak? aku ingat kok."
"bukan bodoh! yang lain. saat itu aku bilang padamu untuk jangan mendengarkan ibu,'kan? saat itu aku baru saja bertemu ibu. jika kuberitahu padamu waktu itu kau pasti akan mencari ibu, aku tidak mau kau tau."
"kenapa kau menyembunyikan kalau kau tau sesuatu? kenapa kau tidak jujur saja. seharusnya kau beritahu lebih awal."
"aku tidak bisa."
"kenapa?! jika kau beritahu aku sejak awal aku tidak akan begini!!" Izana berhenti berjalan dan menarik tangan Azu agar berhenti.
"aku tidak bisa!"
"kau terus berkata tidak bisa! sebenarnya kenapa?!"
"aku ... tidak mau kau tau. kalau kau tau kau akan kecewa, kau terlihat senang saat punya kakak, aku tidak mau kau kecewa saat itu juga."
"ini menyiksa."
"setidaknya kau tau sekarang, kau mengertikan,'Izana? kita sendirian."
Izana terdiam, dia menatap Azumi dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. perasaannya campur aduk sekarang.
"aku hanya punya kamu, aku sengaja tidak memberitahumu karena kau terlihat senang setiap bertemu dengannya. aku melakukannya untukmu." Izana melihat Azumi menatapnya datar.
"jangan menatapku begitu, Azu. aku tidak suka saat kau menatapku seperti itu, tidak boleh."
Izana memeluk Azumi dan menyembunyikan wajahnya dibahu Azumi. "maaf, Azu."
Azumi mengelus kepala izana pelan dan berbisik padanya. "tidak apa."
*****
halooo vide disini~~~ lama ya? pendek ya? vide lagi sibuk ditambah ga ada ide makanya baru up sekarang, inipun ngelanjutinnya lama banget padahal udah lama di draft, moga bisa balik deh ide-ide buat nulis biar bisa lanjutin ini lagi. babay semua yang udah baca~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
|•|From Past To Present|•| Kurokawa Izana
FanfictionDia satu-satunya orang yang bisa memerintah raja tenjiku. Warning! • OOC • kata-kata kasar • all picture not mine • penulisan kurang rapi • alur tidak sesuai anime/manga Start : 21 mei 2024 End :-