Dosa dan Takdir

120 17 1
                                    

Kereta kuda milik bangsawan Magnolia kembali menyusuri jalan menuju kediaman pemiliknya. Membawa sepasang suami istri dengan keterbungkaman mereka.

Jane lebih memilih memandang keadaan di luar melalui jendela yang terbuka, dari pada melihat Julian yang duduk di sampingnya dengan kaki tersilang.

Derap tapak kaki kuda dan gesekan roda besi dengan jalanan menemani perjalanan mereka. Tidak ada niatan dari keduanya untuk memulai pembicaraan.

Sampai kereta kuda yang membawa mereka berhenti, lalu suara derit berat dari logam terdengar. Saat gerbang sepenuhnya terbuka kereta kembali bergerak semakin memasuki wilayah bangsawan Magnolia dan kembali berhenti di depan sebuah rumah megah bercat warna kuning daging.

Tanpa menunggu penjaga membukakan pintu, Julian terlebih dahulu mendorong pintu kereta lalu melangkah turun. Tubuhnya berbalik menghadap pintu kereta.

Tidak ada pergerakan dari Jane sedikitpun. Wanita itu masih pada posisinya sejak tadi.

"Kau akan terus duduk di sana sepanjang waktu?" tanya Julian.

Jane tersentak. Matanya berkedip dan kepalanya berputar memperhatikan keadaan sekitar. Selama dalam perjalanan ia terus melamun. Jane menghela napas berat lalu bergerak mendekati pintu keluar.

Sebuah Tangan terulur di hadapannya namun lagi-lagi Jane mengabaikannya. Walaupun sedikit kesusahan ia berhasil mendaratkan kakinya di tanah.

Jane melangkah begitu saja melewati Julian dengan tangan masih melayang di udara. Langkahnya terus membawanya mendekati Ana yang berdiri di depan pintu.

Sementara yang dilakukan Julian. Pria itu mengepalkan tangannya kuat lalu menurunkannya. Sekali lagi ia harus menekan emosinya untuk tidak meledak dan membuat keadaan semakin buruk. Ini bukanlah waktunya untuk bertengkar hanya karena hal kecil.

Julian memutar tubuhnya. Di sana ia melhat Jane memberikan jubahnya kepada Ana.

"Dimana ayah dan ibu?" tanya Jane.

"Duke dan Duchess berada di halaman belakang."

Jane diam sejenak sebelum berkata. "Beritahu penjaga dan pelayan untuk tidak mendekati halaman belakang. Kau juga tidak perlu mengikutiku,"perintahnya seraya melangkah.

"Baik Yang Mulia." Kepala Ana menunduk hormat. Kepalanya masih menunduk saat Julian melewatinya.

Jane melangkah tergesa-gesa. Kedua tangannya sampai mengangkat sedikit gaunnya agar mempermudahnya. Pintu menuju halaman belakang telah nampak.

Kedua tangan Jane meremas kain dari gaun dalam genggamannya. Dia merasakan kehadiran seseorang mengikutinya. Tidak perlu menoleh ke belakang untuk mengetahuinya.

Tubuh Jane sepenuhnya melewati pintu. Dia selalu menyukai suasana halaman belakang. Beberapa pohon besar tumbuh di pelantaran halaman. Berbagai jenis bunga menghiasi tempat itu.

Danau kecil tempatnya pernah tenggelam di tumbuhi beberapa bunga teratai. Sebuah jembatan terbentang cembung di atas danau.

Keindahan tempat itu selalu memberikan kenyamanan. Tetapi sekarang Jane tidak bisa menikmati keindahannya.

Sebuah meja dengan warna alami kayu dan empat kursi mengelili meja, berada tidak jauh dari danau. Duduk sepasang suami istri saling berhadapan dengan secangkir teh di hadapan mereka masing-masing.

Jane melangkah mendekati kedua orang tuanya perlahan, tidak tergesa seperti sebelumnya. Ketakutan akan sebuah fakta lainnya mulai memenuhi pikiran Jane.

Bagaimana jika perkataan Migel benar? Apakah semuanya akan semakin memburuk? Berbagai pertanyaan semakin memenuhi otak kecil Jane sampai ibunya menyadari kehadirannya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: 6 days ago ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Transmigrasi ■ True DestinyWhere stories live. Discover now