「 𝟎𝟑 」

98 76 24
                                    

"Hyung, yakin?" Taehyung mengusap wajahnya gusar.

Seokjin yang berada di sampingnya pun melakukan gerakan yang sama. "Rumit. Gue juga nggak tau harus jawab apa, karena dari awal kita semua nggak punya kuasa untuk itu."

Dari banyaknya bangunan mewah yang ada di tempat asing tersebut, mereka berdua menempati sebuah ruangan kecil. Di sini tidak ada kesederhanaan, semuanya nyaris mewah. Bahkan jalanan pun terbuat dari besi, tidak ada tanah sama sekali. Pepohonan pun hanya ada beberapa saja, itupun pohon kelapa. Sisanya, banyak kereta berjejer.

Taehyung dan Seokjin. Penampilan mereka sama. Mengenakan baju bermotif tentara─bedanya, ini bukan untuk menjalankan tugas negara, melainkan harus mengerjakan tugas ujian dari sekolah mereka.

Ujian yang sudah empat kali mereka lewati dalam dua tahun ini. Apakah mereka termasuk pemain game yang pro? Oh, tentu saja tidak. Sebab, setiap tahunnya─saat-saat waktu ujian, game yang ditampilkan pasti selalu berbeda. Yang mereka ingat, hanya sebuah kata pepatah. 'Jangan sampai kalah.' Sudah itu saja, selebihnya tidak ada.

"Kasus ini belum pernah kita alami, jadi gue nggak tau harus ngapain." Seokjin memandang lurus jalanan. Sunyi dan hampa. Mereka seperti terjebak dalam jurang kemewahan. Minusnya, mereka harus berjuang mati-matian untuk menang.

"Dari awal kita udah sepakat buat sama-sama terus. Bertujuh, tanpa kurang atau tanpa tambah. Dan sekarang, malah kurang satu," ucap Taehyung lesu.

Kenangan menyakitkan sekaligus mendebarkan bagi seorang Kim Taehyung. Dulu, awal-awal ia mengikuti sebuah game ujian sekolah, yang ada dalam pikirannya adalah berjuang, berjuang dan berjuang. Sampai pada akhirnya, do'anya terkabulkan. Namun, pernah mendengar istilah: Semua yang ada di dunia ini harus ada bayarannya. Jika tidak sanggup membayar, berarti harus ada yang ditukar. Dan itu benar terjadi dalam hidup laki-laki paras tampan itu.

"Tahun ini, mungkin Jungkook nggak membersamai kita. Sebagai teman sejati, kita mesti bisa buat dia kembali lagi 'kan?" Seokjin menatap Taehyung, raut wajahnya menyiratkan duka mendalam. Taehyung itu bagi seorang keluarga kandung bagi Jungkook, begitupun sebaliknya. Jadi, pasti akan sedih bukan jika salah satu dari mereka terluka?

Taehyung bergumam lirih, "Game ujian tahun ini gue merasa beda, aneh. Hyung ngerasain nggak?" Ia berusaha mengalihkan pikirannya yang kacau.

"Ngerasa, tapi ... entahlah, gue nggak mau terlalu banyak berpikir. Setiap kali gue berpikir, semua yang ada dalam pikiran gue nggak bener. Malah lebih bahaya lagi dibanding khayalan gue."

"Awal-awal dulu bukannya setiap kelas dipisah pas ngelakuin game ujian? Tapi sekarang kenapa beda ya?"

Seokjin menoleh. "Kok lo bisa tau kalau game ini digabung?"

"Hmmm, gue tadi lihat ada seseorang lain. Pertama kali gue sadar, gue di dekat Adik Kelas X-Enyp. Kalau nggak salah nama dia Jay."

"Lo kenalan dulu sama dia?"

"Nggak sih. Gue pernah denger-denger aja waktu jam sekolah biasa. Gue denger, dia bisa masuk sekolah ini karena Bapak dia orang berduit. Ya biasalah. Siapapun juga mau kalau dikasih duit."

"Oh kirain. Terus, pas itu emangnya lo sadar di tempat apa? Dia masih pingsan juga?" tanya Seokjin bertubi-tubi.

Taehyung memasang wajah menyelidik. "Kenapa, Hyung? Ada masalah sama dia?"

Satu detik...

Lima detik...

Sepuluh detik...

"Ah, ya enggaklah! Ngapain juga anak sebaik gue punya masalah sama murid lain. Nggak level." Seokjin tertawa canggung. Ia mengusap belakang tengkuknya yang entah gatal atau tidak. Hal itu membuat Taehyung enggan percaya begitu saja.

Exam Games [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang