18 | INVU

139 21 7
                                    

SEMPAT menahan gemuruh lapar ketika rapat berlangsung, Seokjin refleks pamit undur diri saat kegiatan laknat itu berakhir. Benak yang telah didominasi oleh laporan keuangan kuarter pertama, tumpukan dokumen berisi tawaran kerja sama, hingga serentet presentasi di depan para investor pekan depan, sukses memicu perut Seokjin menjadi berang meski sarapannya luar biasa kenyang.

Semangkuk tuna salad, roti isi pisang dan selai kacang, segelas susu dan kopi, ditambah buah potong yang disiapkan Namjoon pagi tadi, ludes dalam waktu kurang dari dua puluh menit. Namjoon yang tidak suka kebiasaan Seokjin merapel makan kini mulai bersikeras membuat sarapan. Karbohidrat diganti hampir setiap hari agar tidak bosan, lauk kaya protein hewani dan nabati dipadukan dengan serat dari buah-buahan, Namjoon akan mempersiapkan semuanya tanpa merasa keberatan.

"Lo juga harus rutin makan tiga kali sehari!" protes Seokjin yang menerima segelas susu dari Namjoon meski ogah-ogahan.

"Oke, asalkan kamu juga begitu."

Demikianlah. Kejadian Seokjin yang terbangun kelaparan dan berlari mencari makan ke minimarket terdekat bak kesetanan, tak perlu lagi dikhawatirkan. Kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak dan tentu menyehatkan badan.

Seperti biasa, Namjoon akan mengirim bekal lewat jasa antar sekitar sepuluh menit sebelum jam makan siang dimulai. Jadi ketika Seokjin kembali ke ruangannya, dia bisa menikmati makanan yang masih hangat dan beraroma nikmat. Namun, Seokjin sedang ingin mencari suasana baru kali ini. Bosan karena kerap makan siang sendirian berlatar dinding bisu di ruangan pribadi, menginspirasi Seokjin untuk membawa bekalnya pergi.

Memberitahu sekretaris untuk memperpanjang jam istirahat, Seokjin memutuskan mampir ke salah satu kedai kopi langganan di lantai dasar. Suasana sudah berubah ramai oleh riuh rendah para pekerja kantoran yang sedang menikmati makan siang. Beberapa di antara mereka menyapa Seokjin sambil mengangguk, sementara sisanya menyunggingkan senyum sebelum kembali bercengkrama dengan kawan.

Lantai bawah kantor Seokjin juga berfungsi sebagai food court yang bisa dikunjungi umum karena pintu masuknya terpisah oleh lobi utama, sehingga pemandangan wajah-wajah asing yang tidak pernah Seokjin lihat di lantai atas pun kerap bermunculan. Biasanya mereka adalah karyawan yang mencari makanan dengan harga terjangkau atau sekadar ingin lepas sejenak dari penat di kantor masing-masing.

Disambut oleh nasi goreng kimchi dan chicken katsu, beberapa butir anggur dan potongan melon menjadi teman pencuci mulut. Mencomot potongan ayam berlumur tepung garing menggunakan sumpit, cocolan pertama diarahkan Seokjin pada saus pedas yang turut disertakan. Seakan tidak pernah kehabisan ide, Namjoon terbilang jarang mengulang masakan. Variasi yang dia realisasikan pada bekal makan siang Seokjin selalu memuaskan.

"Seokjin ya?"

Mengangkat kepala dari santapan yang hampir tandas, pupil Seokjin membesar ketika bertumbukan dengan binar tatap Sejeong. Seolah baru bertemu pertama kali sejak sekian lama, Sejeong tampak terlalu gembira. Menelan kunyahan sebelum menyesap air dari botol minum, Seokjin berusaha tersenyum. Entah mengapa, perasaan penuh dari bekal hangat buatan Namjoon seketika lenyap ditelan udara.

"Hai! Istirahat siang?" Seokjin mempersilakan Sejeong duduk di hadapan dengan satu tangan.

"Cuma mampir sebentar soalnya temanku kerja di atas. Kamu sendirian aja?"

"Iya, lagi mau ganti suasana." Meski sedang enggan beramah-tamah, Seokjin tetap menjaga sikap karena Sejeong adalah teman Namjoon. "Mau pesan apa? Gue beliin. Kopi di sini juara."

"Thank you, tapi aku udah lama nggak minum kopi." Sambil menolak halus, Sejeong mengeluarkan botol minum peraknya dari dalam tas. "Aku udah tuangin lemon squash sisa pesananku ke sini, lumayan daripada dibuang."

WHIRLWINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang