Bab 42 : Situasi (S2)

17 2 0
                                    

Maaf ya best, Saya lama Updatenya🙏 jangan laporin ke patoka ya😭

.
.
.

Para pelayan istana menyajikan tiga cangkir teh ke atas meja ruang kerja Benjamin. Gelas pertama tentu untuknya sedangkan dan dua gelas lainnya untuk Yesenia dan Aria. Kira-kira lebih satu minggu Aria tinggal di Istanannya, entah apa recana Yesenia. Awalnya Benjamin biasa saja dengan tindakan Yesenia, tapi, lambat laun ia malah sering ditinggal berduaan dengan Aria.

"Ah, aku lupa membawa kipasku." Ucap Yesenia berpura-pura. Dia ingin segera pergi agar Benjamin dan Aria bisa berduaan seperti rencananya belakangan ini.

"Biar Saya ambilkan Yang Mulia." Kata Aria menawarkan bantuan.

Yesenia menggeleng. "Tidak perlu,"

"Aku meletakkannya di tempat yang tidak diketahui orang." Sambungnya, lalu bangkit dari kursi sambil bersiap untuk kabur.

"Apa kipasmu begitu penting?" Sahut Benjamin.

"...."

Yesenia tidak bisa menjawab. Karena ia melihat raut wajah Benjamin marah.

"Bisa kau tinggalkan kami." Perintah Benjamin kepada Aria.

"Tentu Yang Mulia." Jawab Aria. Ia bangkit dari kursi lalu menundukkan kepalanya da n bergegas keluar dari ruangan itu.

Setelah kepergian Aria, Yesenia pun enggan untuk duduk kembali. Dan itu membuat Benjamin makin marah. "Duduk!" Perintahnya.

"Tidak mau! Aku mau balik ke kamar!" Tolak Yesenia ikutan marah.

"Apa kau begitu membenciku?"

Pertanyaan Benjamin membuat hati Yesenia terluka. Bagaimana bisa Yesenia membenci tokoh favoritnya sendiri.

"Kau pikir aku tidak sadar akan rencanamu itu," lanjut Benjamin.

Yesenia balas menatap Benjamin. "Jika Yang Mulia sadar kenapa tidak membatalkan pertunangan kita!" Ucap Yesenia.

"Apa kau tidak mau menikah denganku?" Tanya Benjamin.

"Nona Aria lebih pantas menjadi Istri Anda." Jawab Yesenia.

"Kenapa harus Aria?!" Nada Benjamin meninggi.

"K-karena kalian sangat cocok untuk bersama." Jawab Yesenia tergagap. Hampir saja ia membongkar jati dirinya yang bukan berasal dari novel.

"Bohong!"

"Saya tidak berbohong Yang Mulia." Balas Yesenia.

Lelah akan perdebatan yang tidak masuk akal itu, Benjamin pun menghela nafas. "Sudahlah, kau boleh pergi." Usir Benjamin.

"Apa Anda baru saja mengusir saya?"

"Terserah kau mau beranggapan seperti apa, intinya jangan perlihatkan wajahmu beberapa hari kedepannya dariku." Perintah Benjamin.

Yesenia mendengus kesal. Baru kali ini ia di usir seperti ini oleh Benjamin. Wajah tampannya itu serasa ingin Yesenia tampar saking kesalnya.

Tanpa menunduk hormat Yesenia pergi dari hadapan Benjamin. Ia melenggang begitu saja sampai menutup pintu ruangan Benjamin lumayan keras sebagai bentuk kekesalannya.

"Dia kenapa? Datang bulan kah? Kenapa begitu murka? Dasar sok tampan!" Degus Yesenia begitu keluar dari dalam ruang kerja Benjamin.

Sambil mengoceh ia kembali ke kamarnya. Dan ketika sampai di kamar Yesenia langsung melemparkan dirinya ke atas ranjang, lalu menghela nafas. Sampai kapan ia bisa bertahan dengan kondisi seperti ini. Yesenia sudah lelah berpura-pura tidak suka dengan Benjamin. Ia suka sekali! Tapi dirinya yang pantas bersanding dengan Benjamin tapi Aria!

Am I a Villain?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang