8. evil smirk

268 26 2
                                    


" No, Sakura marah nih " Karin memberikan ponsel sahabatnya itu sambil menatap kedua sahabatnya. Ia tak menyangka kalau idenya untuk menelfon sahabatnya ini menjadi hal yang sangat buruk. Hinata mengelus lembut punggung sahabatnya, kenapa memangnya kalau Sakura marah? Bukankah tidak perlu dikhawatirkan?

Sakura memang seperti itu , sifatnya yang seperti anak kecil dan manja membuat HInata gemas. Kadang tidak segan ia mencubit pipinya hingga memerah, dan hal itu menjadi ajang kejar-kejaran bagai kucing dan juga anjing. Tapi Sakura tidak peran marah, ia hanya merengut dengan kesal lalu akan tertawa kembali kalau mereka mengajaknya bercanda.

" Bukannya udah biasa? Kenapa jadi heran banget "

" Kalian lihat sendiri kan ekspresinya " Sahutnya lagi. Keduanya hanya menggelengkan kepala bersamaan lalu menyeruput habis minuman digelasnya hingga tandas. Karin memang yang paling kalem diantara yang lain, kalau soal membully jangan harap kalian bisa lolos dari cengkraman Ino.

" Duh! Mana dia engga angkat telfonnya lagi? Kemana sih ini orang " Kesalnya sambil terus menempelkan ponselnya ditelinganya.

Hinata meninggalkan mereka kearah kasir ia hendak membayar tagihan minuman yang mereka pesan. Sedangkan Ino , wanita itu tampak acuh dengan apa yang dilakukan oleh Karin. Kalau sekarang menelfon Sakura mana mungkin dia akan mengangkatnya.

Wanita itu memang banyak ngambeknya seperti anak kecil. Bilangnya sudah dewasa dan hendak menikah dengan pria yang dicintainya, tapi kesehariannya bikin ia menggelengkan kepalanya.

" Ayo pulang, kamu mau disini aja? " Hinata yang sudah kembali meraih tasnya dan menarik Jiyoung untuk berdiri,. Ino tampak menaruh ponselnya didalam tasnya. Karena ia menghindari kebiasaan bermain ponsel sambil berjalan. Sedangkan Karin , mau tak mau ia pasrah saat Hinata menarik dirinya untuk pulang dari tempatnya berada.



***



Mobilnya sampai disebuah rumah yang terlihat sangat besar, catnya berwarna emas, tampak dua pilar besar yang berada didepannya yang memperlihatkan betapa kokoh rumah yang kini berada dalam penglihatannya. Sakura menarik nafasnya sedikit berat, apasih yang tengah direncanakan oleh kedua orang tuanya. Dan siapa sahabatnya? Benarkah seperti yang dikatakan oleh kakaknya kalau mereka berdua akan menjodohkannya?

Kenapa malah berakhir seperti ini?

Lantas bagaimana dengan belahan jiwanya?

Bukankah ia kembali untuk merebut hati sang pangeran?

Dan kenapa harus seperti ini akhirnya, ia sama sekali tak menginginkannya.

Ibunya bilang untuk mencoba, mencoba untuk apa? Mereka berdua bahkan sama sekali tak menjelaskan situasi apa yang sebenarnya tengah terjadi? Kakinya seakan memberatkan langkahnya, apakah ia harus kabur? 

Hei~ Ia baru saja ingin berjuang mendapatkan simpati dari seorang Sasuke Uchiha, kenapa ia malah pasrah kala orang tuanya mengajaknya kesini. Dan ini salah kakaknya juga, kenapa ia tidak ikut dan membuatnya berada dalam situasi seperti ini hanya seorang diri.


" Sayang " Panggilan lembut Ayahnya membuat Sakura menoleh, ia menatap sendu pria yang sangat disayanginya itu sambil meraih tangannya yang terulur.

" Kamu gugup " Sakura hanya diam tak merespon, sejujurnya ia sangat gugup.

Ayahnya menggandengnya menaiki tangga yang ada didepan rumah besar tersebut, Setelah menapaki dua tangga menuju pintu, wanita bergaun putih setinggi lutut itu dikagetkan oleh kahadiran seorang wanita paruh baya yang sangat dikenalnya, bukankah itu Ibunya Sasuke Uchiha? 

Jodoh di Tangan Orangtua✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang