Prolog

284 14 2
                                    

Suara dentingan sendok dan garpu mengisi makan malam kami. Tak satupun di antara kami yang mau mengawali pembicaraan hangat. Bukan karena hubungan kami yang tak baik, tapi memang kebiasaan kami yang makan dalam keadaan hening.

"Sudah kubilang kita berjodoh, 'kan?" aku tertawa pelan dengan tanganku yang sibuk mengiris daging panggangku. Berusaha mengakrabkan keluarga kecilku.

Merasa terganggu, Liam-kakakku menatapku tajam seperti hendak menarikku ke atas meja lalu menjadikanku kudapan malamnya. Tragis bukan?

"Itu hanya kebetulan!"

"Terserah apa katamu, yang penting aku tidak perlu ke kampus naik bus." Aku meneruskan perdebatan kami, tak mau kalah dengan kekerasan hatinya.

Seringaianku membuat Liam menggeram kesal yang ajaibnya malah mendapat tatapan tajam dari ibu kami. Untung saja ibu berada di pihakku kali ini.

"Kenapa selalu aku yang sial?"

"Liam, sudah kubilang ini bukan kebetulan! Kau ini aneh, mana ada hal yang sama terjadi berkali-kali?"

Liam mengangkat bahunya tidak peduli saat mendengar sanggahanku. Sekedar informasi, Liam selalu menganggap semua hal itu kebetulan. Dia tidak pernah percaya padaku. Sementara aku, Valerie, menganggapnya sebagai takdir. Dan aku percaya akan hal itu.

Masuk akal bukan?

Sudah berkali-kali kukatakan jika yang selama ini kualami itu bukan sebuah kebetulan. Yang benar saja jika selama ini aku hanya terlalu berlebihan. Namun dia benar-benar selalu ada di manapun dan kapanpun aku pergi.

Tunggu. Ini bukan tentang Liam, tapi tentang dia.

...

Guys, short story baru.. Next or nah? Vomment ya biar ane tau :) Castnya di liat ya ;)

ACCIDENTALLYWhere stories live. Discover now