Bab 39

5.8K 365 90
                                    

Pagi baru saja menyapa, hamparan rumput rata masih sangatlah basah tetapi seorang wanita terlihat sudah berada di pemakaman. Dia terlihat berjongkok dengan menyeka air matanya, lalu tak lama menghela napasnya dengan rasa penuh kelegaan. Dia juga secara perlahan mulai menaburkan bunga di atas makam, dan sisanya menaruh seikat bunga di sisi batu nisan.

"Kakak sudah berhasil, Daisy. Mereka akan membayar semua perbuatan mereka. Bahkan, lebih dari yang pernah mereka lakukan kepadamu. Tenanglah di sana."

Wanita itu berucap dengan pelan dan mengusap batu nisan dengan gerakan lembut. Setelah itu berdiri dan mulai berjalan meninggalkan area pemakaman, meninggalkan adiknya yang sudah berpulang enam tahun yang lalu tanpa mendapatkan keadilan di dunia

**

Di tempat lain, Deborah saat ini terlihat gelisah dengan kedua tangannya yang saling meremas hingga tangan putih serta halus itu terlihat memerah. Ponsel yang berada di atas meja terus berdering karena dua orang terus menghubunginya secara bergantian. Membuatnya jengkel sekaligus takut secara bersamaan.

Berakhir sudah hidupnya. Dia terus berpikir langkah apa yang saat ini harus diambilnya. Bagaimana caranya agar dirinya bisa menyangkal semua berita itu ketika semua tuduhan saja menunjuk ke arahnya.

"Sialan! Setan!!" teriaknya. menggema di dalam kamarnya.

Artikel tentang dirinya saat ini menjadi santapan lezat pergosipan seisi dunia. Berita hangat yang menghebohkan dengan wajah dirinya yang terpampang, baik di surat kabar yang menjadi awal mula berita itu maupun di media sosial. Bahkan, artikel itu menyatakan dua pertanyaan tentangnya, sehingga saat ini ketidakpercayaan mengerogorti para pemuja serta pemujinya. Gunjingan tentu saja meletus dari mulut orang-orang, berkoar-koar kesana kemari.

"Orang seperti apa yang berani membuat berita seperti itu!" teriaknya lagi dengan marah.

Mulutnya mungkin masih mampu berteriak, tetapi saat ini kakinya mulai goyah, gemetar hingga dia berjalan ke arah sisi ranjang dan menghempaskan dirinya di sana.

"A-apa yang harus aku lakukan sekarang!" ucapannya kebingungan, mengacak rambutnya dengan kasar.

Bibir Deborah terlihat gemetar dan sesekali dia melihat ke arah ponselnya yang terus berbunyi. Nama ayahnya dan ibu mertuanya yang tertera di sana, dan itu semua semakin membuat kepalanya buntu tak bisa berpikir.

Sedangkan Eizer berjalan cepat keluar dari rumah setelah mengetahui berita tentang Deborah yang baru saja beredar. Dia di ikuti oleh Bobby yang saat itu terlihat begitu panik ketika melihat Eizer berjalan ke arah kursi kemudi.

"Tuan, saya yang akan menyetir," ucap Bobby. Dia menarik tubuh Eizer dan memintanya untuk duduk di belakang.

Eizer menurut, dia kini duduk di kursi belakang dengan ponsel yang mulai menempel kembali di telinganya.

"Lakukan yang terbaik, Dok!" perintahnya kepada orang yang dia hubungi melalui ponselnya.

"Bobby, apa kau bisa sedikit lebih cepat!" ucapnya lagi dengan nada sedikit tinggi.

kejadian seperti ini yang sangat dia takutkan ketika ibunya tahu tentang kebenaran Deborah, menantu kesayangannya yang dianggapnya sangatlah baik, bak malaikat. Dan ketika ibunya mengetahuinya, maka ibunya akan terkejut dan berimbas kepada jantungnya seperti saat ini hingga ibunya harus dilarikan kerumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, Eizer dan Bobby segera berjalan bahkan berlari di lorong rumah sakit menuju ruangan IGD tempat ibunya di periksa. Dan sesampainya di sana, dia sudah mendapati ayahnya yang terlihat duduk dengan wajahnya yang sangat terlihat jelas kekhawatirannya.

Troubled Man(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang