PROLOG

1.8K 174 51
                                    

"Elang, sudah, relakan!" Bisikan ibunya yang masih terngiang-ngiang hingga delapan tahu berlalu. Meski lembut terdengar, namun bermakna serupa paksaan. "Kamu ganteng, pinter, sebentar lagi jadi dokter spesialis. Kamu pasti bisa mendapatkan wanita yang jauh lebih cantik dan baik daripada Indira." Kalimat ibunya yang terakhir, berhasil membuat Elang menyunggingkan senyum hambar.

"Tujuan ibu datang ke sini, jauh-jauh, karena ibu ngeman kamu, Dek. Karena ibu sayang kalian. Ibu pengin ngasih tahu kabar ini secara langsung, biar kamu nggak berpikiran macem-macem tentang Masmu."

Elang menunduk, menatap satu tangannya yang berada di genggaman ibunya. Ya, ibunya jauh-jauh datang dari Surabaya ke Jakarta untuk memberi kabar soal pertunangan kakaknya dengan seorang gadis yang sangat Elang kenal. Gadis cantik bernama Indira, yang juga masih berstatus sebagai kekasih Elang hingga detik ini. Keduanya berhubungan jarak jauh, dan menurut Elang, selama ini tidak pernah ada masalah. Mungkin cekcok biasa terjadi, karena perbedaan pendapat, dan Elang akan lebih dulu mengalah untuk meminta maaf agar keduanya bisa kembali berdamai. Tapi, saat melihat foto-foto dokumentasi pertunangan Raksa dan Indira yang ada di ponsel ibunya, Elang tersadar bahwa hubungan jarak jauh yang dijalani selama ini tidak baik-baik saja.

"Anak ibu cuma dua. Ibu pengin hubungan kalian akur sampai nanti ibu sudah nggak ada di dunia ini. Anggap saja, Indira memang bukan jodohmu. Kamu tahu kan, Dek, kalau jodoh, rezeki, maut, itu sudah ada yang mengatur. Tuhan itu adil, kamu harus yakini itu, Dek."

"Mereka selingkuh, Bu." Akhirnya Elang menemukan suaranya. "Mas Raksa dan Dira nggak mungkin mutusin bertunangan kalau sebelumnya nggak ada hubungan, Bu." Elang tertawa sumbang. "Jadi, selama ini, mereka bermain api di belakangku. Hebat!"

Ibunya menggeleng cepat-cepat. "Nggak, Dek! Jangan salah paham dulu."

"Ini fakta, Bu. Ibu masih membelanya?" Elang menatap tak percaya.

"Ibu bukan membela, Dek. Ibu cuma ingin mengoreksi asumsimu yang keliru, kalau Masmu dan Dira nggak bermaksud begitu."

"Terus apa, Bu?!" Sentak Elang. Kali pertama mengeluarkan nada tinggi pada wanita di depannya ini.

"Astagfirullah, kaget ibu, Dek!" Wanita itu mengusap-usap dadanya. Hening sesaat, ibunya kembali bersuara. "Ibu minta tolong adek jangan berburuk sangka sama Mas Raksa, ya. Adek cukup yakini kalau Mas Raksa dan Dira nggak mungkin tega berbuat seperti itu pada adek. Mereka memutuskan bertunangan karena saling cinta. Seperti yang sudah ibu bilang tadi ke adek, jodoh, rezeki, maut, Tuhan yang atur. Kita nggak tahu, kalau perempuan yang adek sayangi ternyata nggak berjodoh sama adek, tapi justru sama Mas Raksa. Di posisi ini, Mas Raksa juga nggak kuasa, Dek. Tuhan yang menjodohkan mereka."

Elang menarik napas panjang, dan membuangnya pelan. Menekan rasa sakit hati yang bercongkol di dada agar tidak kelepasan mengeluarkan kalimat pedas pada wanita yang telah mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan Elang ke dunia.

"Adek dengar apa kata ibu kan, Dek? Mas Raksa itu sayang banget loh sama adek. Yang biayain pendidikan adek dari mulai kuliah sampai lulus sarjana dokter umum, sampai sekarang lanjut spesialis, semuanya Mas Raksa yang usahain, Dek. Jangan pernah lupain jasa-jasa Mas Raksa ya, Dek. Nanti kalau adek sudah sukses, adek harus gantian bantu-bantu Mas Raksa." Ibunya kembali menggenggam tangan Elang. "Sekarang, ibu minta tolong, relakan Dira ya, Dek. Kelak adek pasti akan dapat ganti yang lebih baik."

"Mereka selingkuh, Bu." Ulang Elang, kali ini dengan nada lirih.

"Dek!" Bentak ibunya.

"Ya, Bu, mereka selingkuh!" Tegasnya.

"Nggak, Dek! Cinta itu nggak bisa dipaksakan, Dek!"

"Aku sama Dira pacaran, Bu. Sudah dua tahun. Hubungan kami terjalin tanpa paksaan."

Tertikam TakdirWhere stories live. Discover now