10 : sunflower feelings

2.1K 303 85
                                    

"Punya SIM?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Punya SIM?"

Tita mengerjap, tak mengerti atas pertanyaan yang tiba-tiba Daru timpakan padanya.

Tita sedang menyusun 'Strategi Komunikasi dengan Warga di Sekitar Lokasi Proyek' bersama Kiki ketika salah satu rekan kerjanya mengatakan kalau Daru menunggu di lorong dan meminta bertemu dengan Tita.

Jadi Tita hanya melangkahkan kakinya untuk menemui Daru, tanpa tahu apa yang pria itu inginkan dari Tita.

"Saya?" Tita menunjuk dirinya sendiri dengan tak yakin. Menengok kanan kiri ke lorong menuju departemennya dan tidak ada orang lagi selain mereka berdua. Sudah pasti itu pertanyaan yang ditujukan pada Tita.

Tita berdeham sebelum menjawab, "Punya, Pak."

Saat kehidupan keluarganya belum kacau seperti sekarang, ayahnya mengajari Tita mengemudi dan Tita mendapatkan SIMnya di tahun pertama ia kuliah. Meskipun pada akhirnya hal-hal baik tidak bertahan lama di hidup Tita karena takdir merenggutnya.

"Good, then." Daru merogoh sakunya dan melempar kunci mobilnya pada Tita.

"Oh — " Tita menangkapnya dengan cepat — nyaris menjatuhkannya. "Apa ini, Pak? Saya dapet doorprize mobil?"

"Kamu bilang mau lakuin apapun."

Ah ...

Janji itu.

"Jadi?" Tita bereaksi.

"Tolong anterin saya ke Central Park, saya ada urusan di sana."

Tita memberi tatapan tak mengerti. "Maksudnya saya jadi supir?"

"Iya. Saya ngantuk."

Tita mengatupkan bibirnya, mengomeli keimpulsifan dirinya sendiri dalam hati — seharusnya Tita tidak mengatakan janji bodoh itu pada Daru kemarin, sudah terlambat jika Tita ingin menyelamatkan dirinya dari api neraka sekarang.

"Bilang aja nemenin saya cek material buat kolaborasi project marketing proyek cluster yang di Depok. Mereka bikin rumah dalam mall buat exhibition, kamu bisa alasan nyari konten buat monitoring."

Haha.

Daru bahkan menyiapkan alasan agar Tita bisa bekerja di luar — jadi pria itu bisa memanfaatkan Tita sebagai supir pribadinya. Bayangan ia harus menyelesaikan pekerjaannya di akhir minggu karena seseorang memutuskan untuk mengeksploitasinya hari ini membuat Tita meringis.

Sungguh Kamis yang miris.

Mengapa tidak ada yang memberitahu Tita saat kecil bahwa kehidupan dewasanya melibatkan eksploitasi kapitalisme sambil menjilati sepatu bosnya dan menyesuaikan diri dengan norma sosial tanpa mempertanyakan apapun?

"Baik, saya ambil tas saya dulu, Pak."

"Parkirnya deket terakhir kali, saya tunggu di lobi."

Daru tidak berbohong saat dia mengatakan pada Tita kalau dia mengantuk. Beberapa menit setelah duduk di kursi penumpang, Daru jatuh tertidur. Suara dengkurannya terdengar samar di antara suara radio yang menggema sepanjang perjalanan.

fvck u, goodluck.Where stories live. Discover now