Duapuluhdua🍁

6.6K 298 0
                                    

••

Dylan membuka matanya sembari mengerang kecil. "Engg..."

"Kau haus?" Tanya Arvin yang mendapatkan anggukan lirih dari Dylan.

Arvin segera memberikan gelas berisi air putih pada Dylan dan langsung diteguk sampai habis oleh sang empu. "Terimakasih banyak Arvin... emm kalau boleh tahu aku kenapa?" Tanya Dylan, sedikit takut juga pada sosok pria dihadapannya.

"Kau pingsan dan penyebabnya kau hamil Dylan. Dokter pribadi keluarga Bamantara baru saja memeriksamu usia kandunganmu sudah satu bulan, kau tidak menyadarinya?" Jelas Arvin membuat Dylan tercengang.

"Arvin, jangan bermain-main. Aku pria yang memiliki penis bagaimana bisa aku hamil? Itu tidak masuk akal sama sekali."

"Kau hamil, dan itu faktanya. Tidak mungkin dokter Charemon salah mendiagnosanya, perutmu saja sedikit membuncit. Ahh biar dokter Charemon saja yang memberitahumu kalau kau tidak percaya padaku, dia sedang dikamar mandi."

Dylan menggigit kuku jarinya cemas, dia hamil? Bagaimana mungkin? Dia seorang pria tidak mungkin dia memiliki rahim, itu sangat tidak masuk akal.

Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan dokter Charemon yang berjalan ke arah mereka berdua sembari memegang sesuatu.

"Dylan, kau merasa baikan?" Tanya dokter Charemon membuat Dylan kebingungan.

"Kau mengenalku?" Beo Dylan sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Tidak, Arvin yang memberitahuku namamu. Perkenalkan aku Carlos Charemon, dokter pribadi keluarga Bamantara." Ujar Carlos sembari memberikan tangannya ke depan meminta berjabat tangan.

"Dylan." Jawab Dylan sembari membalas jabatan tangan Carlos.

"Carl, beritahu Dylan kalau dia sedang mengandung saat ini. Aku sudah memberitahunya tapi dia tidak percaya padaku." Ucap Arvin sembari sedikit mendecih.

"Dylan, kau benar-benar tidak percaya?" Dylan mengangguk atas apa yang Carlos tanyakan.

"Wajar saja, tapi biar aku beritahu dirimu. Kejadian ini memang langka tapi benar-benar ada, aku sudah sering menemukannya. Dalam dunia medis ini disebut male pregnant dimana seorang laki-laki memiliki rahim yang bisa dibuahi jika berhubungan intim, dan kau salah satu pria beruntung yang memiliki hal itu." Jelas Carlos sembari memberikan foto usg perut Dylan yang terdapat seorang bayi yang belum terbentuk disana.

"Itu calon anakmu. Aku harap kau bisa mejaganya dengan baik, karena kehamilan pada pria jauh lebih rentan." Dylan mengambil foto tersebut dengan tangan gemetar.

Air matanya menetes memandang foto tersebut, tangannya dengan spontan mengelus perut tummynya.

"D-dia anakku?" Bibirnya bergetar, Dylan tahu ini aneh tapi entah kenapa ia merasa begitu sangat bahagia sekarang.

"Hmm, aku akan memberikan resep vitamin untuk kau komsumsi dan merekomendasikan susu terbaik untuk ibu—maksudku papa hamil." Carlos terkikik saat melihat pipi Dylan memerah.

"Terimakasih Carlos."

"Tidak masalah, kalau kau memiliki masalah dengan kandunganmu segera kabari aku, oke?"

Dylan mengangguk mengerti, ia bangkit dari brangkar dan dibantu oleh Arvin.

"Kalau begitu kita pergi." Ujar Arvin sambil menuntun Dylan keluar dari ruangan medis tersebut.

Carlos memang bekerja di rumah sakit ternama milik Barra, dan pria berwajah cantik itu bertugas sebagai dokter pribadi keluarga Bamantara. Tapi, walaupun seperti itu, Carlos juga membantu pasien lain selama di rumah sakit ini.

Setelah Arvin dan Dylan berada didalam mobil mereka sudah meninggalkan perkarangan rumah sakit.

"Arvin... Kau diperbolehkan keluar?" Tanya Dylan sambil melirik Arvin yang tengah menyetir.

"Tentu saja, lagi pula semua pelayan di mansion diperbolehkan pulang-pergi, aneh kenapa tuan melarang untuk keluar?" Perkataan Arvin membuat Dylan bertanya-tanya.

Kalau begitu kenapa hanya dirinya yang tidak diperbolehkan? Kenapa saat dirinya keluar malah dibilang kabur?

"Aku tahu apa yang kau pikirkan sekarang. Aku tahu aku selalu bertindak jahat padamu dan sekali lagi aku minta maaf untuk itu, tapi asalkan kau tahu Dylan. Dari awal tuan Barra sudah memandangmu dengan berbeda, aku tahu tuan begitu tertarik padamu terlihat jelas sekali dari matanya, sebab dari itu aku tidak menyukaimu karena pandangan tuan kepadamu."

Dylan hanya diam, menyimak apa yang Arvin katakan.

"Aku sadar, sejak awal aku kalah. Aku kalah mengenai tuan Barra——tuan semakin hari semakin menunjukan rasa cintanya padamu rasa tertariknya padamu. Sejak saat itu aku mulai meracuni pikiranmu dengan perkataan-perkataanku sebelumnya dengan harapan kau berani kabur dari tuan Barra padahal aku sendiri tahu tuan tidak akan pernah membuangmu. Dia sudah jatuh cinta padamu sejak awal, hanya saja egonya terlalu tinggi sehingga dia terus membantah perasaannya sendiri, itu kenapa tuan tidak membiarkanmu bisa keluar."

Arvin melirik Dylan sebentar, lalu kembali memfokuskan pandangannya ke depan, "Tuan takut, tuan takut kau akan pergi meninggalkannya—itu sebabnya tuan bersikap posesif padamu. Kau tahu? Tuan bahkan belum pernah bertindak sejauh itu pada Niko."

Penjelasan Arvin membuat Dylan berpikir kalau semuanya benar. Karena sejak awal, Barra yang mengeluarkan banyak uang hanya untuk dirinya saja sudah aneh kalau Barra tidak tertarik padanya.

"Arvin, bisakah aku meminta sesuatu padamu?"

"Apa?"

Dylan menatap Arvin sembari tersenyum tipis, "Bisakah kau merahasiakan kehamilanku pada tuan Barra? Aku tidak ingin dia tahu secepatnya."

"Kenapa? Bukankah akan lebih baik kalau tuan mengetahuinya?" Ujar Arvin, heran atas apa yang dikatakan Dylan.

"Aku pasti memberitahunya, tapi tidak dalam waktu dekat. Entah kenapa, perasaanku tidak enak kalau harus memberitahunya langsung."

Arvin menghela nafas, "Baiklah, tapi jika tuan bertanya-tanya soal kepergian kita hari ini. Kau yang menjawabnya, deal?"

Dylan mengangguk cepat, "Emm, terimakasih Arvin."

"Hm, tutup jendela mobilnya. Angin malam tidak baik untuk pria hamil."

Dylan mendengus geli.

••

"Jadi, kau mendengarnya?"

Barra menatap Adrian tanpa ekspresi. "Kau benar-benar berkhianat?"

"Yaak! Sialan kau salah paham! Lagi pula kenapa kau harus menguping hah?! Kenapa tidak mendatangiku langsung?!" Kesal Adrian.

"Lalu? Apa maksud dari percakapan kalian?"

Bugh!

Karena terlalu kesal, Adrian meninju perut Barra membuat pria itu sedikit meringis karena rasa mulas diperutnya.

"Idiot, bukankah kau menugaskanku dan Daniel untuk menyelidiki perusahaan milik Jarvin?! Kau tahu aku bekerja di perusahaan dia sekarang, dan kemarin terjadi sedikit masalah. Untung saja Jarvin tidak mencurigaiku dan sebagai gantinya aku mengubah target untuk mendekati kekasih Jarvin, mengorek informasi padanya. Itu rencanaku!"

Barra terbengong bak orang bodoh, benar juga. Ia menugaskan Adrian dan Daniel untuk menyelidiki perusahaan Jarvin untuk memastikan apa Jarvin terseret kasus kematian adiknya dan penggelapan dana dalam kerja sama mereka——karena ia tahu Jarvin sedikit menaruh dendam padanya.

"Ah, maaf. Aku melupakannya." Barra menggaruk tengkuknya merasa bersalah membuat Adrian menatapnya dengan sinis.

"Dasar ketua mafia gila, idiot, bodoh! Bisa-bisanya mencurigaiku hanya karena hal itu! Kau lupa kalau aku sahabatmu sedari kecil hah!?"

Barra meringis atas umpatan Adrian, ia akui kali ini ia yang salah karena sudah mencurigai Adrian.

"Sekali lagi aku minta maaf, tapi setidaknya aku lega. Aku lega karena tahu kau tidak mungkin melakukan hal itu."

••

TBC

Vomentnyaa❤️

Cinta Seorang Mafia✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang