Happy Reading!
***
9. Bocah Laki-laki ItuTangan kecil yang menggenggam erat, langkah tergesa-gesa bersamaan nafas yang tersengal-sengal. Takut, lelah, dan sakit beradu jadi satu. Kaki yang sudah tidak lagi kuat mengikuti langkah cepat anak laki-laki yang menggenggam tangan Aruna dengan erat tanpa sadar tersandung kerikil diantara dedaunan, badannya roboh ke tanah yang otomatis menahan langkah anak laki-laki tersebut.
Isak tangis Aruna pecah, anak laki-laki itu menatap penuh khawatir. Dia mengusap air mata Aruna dan berkata dengan lembut, "Nggak apa-apa, biar aku gendong."
Aruna jelas melihat wajah gembul dia yang juga sama lelahnya dengan apa yang Aruna rasakan. Namun bagaimana bisa dia menawarkan diri untuk mengendong Aruna disaat melelahkan seperti ini?
Punggung kecil itu bersiap menggendong Aruna yang masih menangis. Entah kenapa Aruna tidak bisa menghentikan isakkan cengengnya yang menurutnya sangat menyebalkan disaat menegang seperti ini. Dari arah belakang terdengar langkah kaki seseorang yang Aruna tidak ketahui siapa, berbeda dengan anak laki-laki itu yang nampak panik.
"Ayo, Una."
Karena dia panik, Aruna terbawa panik pula. Dia segera naik ke punggungnya dan hebatnya anak itu berhasil berlari sambil menggendong Aruna. Tunggu, bagaimana mungkin ini bisa terjadi. Tidak mungkin anak kecil bisa menggendong orang dewasa seperti Aruna?
"Tidak apa-apa, Una. Kita bakalan pulang, kita pasti pulang."
Aruna tertegun, keyakinan bocah ini membuat hatinya menghangat. Rasa aman menjalar masuk ke setiap peredaran darahnya. Seakan bersama dengan keyakinan bocah inilah Aruna akan pulang.
"Aruna, Dhava!" Suara panggilan nama mereka yang samar-samar terdengar. Entah sejak kapan pohon-pohon disekitar mereka mulai jarang terlihat dan cahaya mulai terlihat.
Jarak yang cukup jauh, disana terlihat banyak orang yang berjalan sambil memanggil nama Aruna. Belum sempat mereka memangkas jarak, seseorang yang mereka hindari di belakang sana telah berhasil mendekat dan tanpa pikir panjang dia menendang punggung Aruna yang berada di gendongan bocah laki-laki itu. Keduanya terjatuh, sikut dan lutut Aruna terluka. Bocah itu praktis bangkit dan menanyakan keadaan Aruna disaat keadaannya yang lebih memprihatinkan dengan darah segar mengucur di pelipisnya. Anehnya Aruna malah semakin dibuat sedih dengan keadaan bocah tersebut dan menangis lebih keras.
Disaat yang sama, laki-laki dewasa yang mengejar mereka berada di belakang bocah laki-laki itu dan bersiap memukulnya dengan sebuah batu besar. Aruna ingin sekali berteriak memberitahunya namun tidak bisa. Seakan ini merupakan setting yang tidak bisa dia ubah jalannya.
Tepat sebelum batu itu dijatuhkan, suara tembakan terdengar dan mengenai dada laki-laki dewasa itu dan merobohkan tubuhnya lebih dulu. Aruna dipeluk bocah yang badannya jauh lebih bergetar darinya.
"Kita selamat, Una. Kita bisa pulang."
Mata kami bertemu, Aruna semakin tertegun dengan senyuman bocah laki-laki sebelum kesadarannya hilang bersamaan dengan teriakan yang memanggil namanya semakin mendekat.
"Makasih banyak udah bawa Una pulang, Dhava."
***
"MBAK ARUNA!" teriakan Rafa membangunkan Aruna dari mimpinya. Napasnya tersengal-sengal karena hidungnya dijepit dengan jepitan jemuran Mama.
"Rafa, kenapa hidung Mbak Una di jepit gini sih?!" protes Aruna.
Sambil melipat tangan di depan dada dan wajah kesalnya Rafa menjawab ketus, "Habisnya Mbak Una nggak bangun-bangun, padahal udah berapa kali Rafa teriak manggil Mbak Una. Kayak orang mati tau!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love After Love
Teen FictionPengkhianatan cinta yang dilakukan kekasihnya bersama sahabatnya sendiri membawa Aruna pada rasa kecewa yang mendalam. Luka yang ditorehkan akibat tikaman kedua orang terdekatnya membawa Aruna pada lembaran baru yang tidak pernah dia pikirkan akan d...