27.

3.3K 353 31
                                    

"Segala hal, tidak menentukan bagaimana kehidupan seseorang. Ada saat mereka tersenyum diatas penderitaannya."
.
.
.
.
🦊🦊

Ini yang dia benci, mengapa. Mengapa selalu dia yang di sudut kan tanpa pandang bertanya terlebih dahulu. Semakin diam, semakin dia di paksa. Semakin memberontak, semakin dia di ikat. Dia hanya meminta, setidaknya bertanyalah baik-baik.

Bagaimana dirinya, apa maunya. Seperti apa kondisinya.

Rasanya sesak, dia benci perasaan ini. Perasaan kacau yang membuat dia lemah, juga berakhir menyakitkan. Ketakutan yang sangat dia benci, entah bagaimana semuanya terjadi. Satu hal alasan yang pasti.

Semuanya, karena sosok di depannya ini. Dia membencinya, begitu muak atas segala tindakannya. Tidak pernah berfikir saat berbuat sesuatu, mencoba semakin menekan dirinya.

"Lo nangis?" Kentara nada itu terkejut, dia tau. Segera memalingkan pandangannya kembali.

Mendorongnya kasar, dia berlalu. Tak ingin dia melihat wajah Nalen, atau perasaan yang dia tahan akan benar terungkap. Dia benci seperti ini. Kenapa harus dia tahan?

Melangkah cepat meninggalkan pemuda itu. Namun Nalen mengejarnya, mencekal tangannya, lalu menariknya nya kasar. Hingga membuat nya harus menatap kembali.

"Kenapa Lo nangis?"

"Tar, jawab."

Ayolah, dia sudah lelah. Kepalanya sudah sakit, mengapa harus selalu seperti ini. Tara hanya diam, masih mencoba melepaskan tangannya.

"Lepas," katanya dingin. Hatinya bergemuruh, menahan nafasnya sesaat dengan cepat. Lantas balik menatap pemuda itu.

"Jawab, kenapa Lo nangis?"

"Siapa yang buat Lo nangis?"

Satu tangannya terkepal kuat. Pandangannya begitu pekat, dengan kedua alisnya yang turun. Bibirnya nampak menipis dan menekan.

Dia, semuanya karena Nalen.

Tara benar-benar lelah, mengapa selalu dia. Mengapa?

Dengan berat dia menelan ludahnya. Pandangannya begitu nanar, nampak netranya terasa panas. Menatap manik pekat yang kini begitu redup menatapnya.

Nalen khawatir, tanpa Tara ketahui.

"Lo," tunjuk Tara. Menekan pemuda itu dengan telunjuknya. "Gara-gara Lo sialan," tekannya dengan suara tercekat.

Dia benar-benar muak. Segalanya sudah dia terima dengan baik. Saat Nalen begitu memaksa banyak hal, dia terima tanpa bantahan.

Andai, mereka tidak tau jika keduanya bersaudara. Andai Nalen tidak menjadi sosok yang liar, memiliki banyak musuh di luar sana. Hidupnya yang sudah tertekan, tidak semakin menekan.

"Semua gara-gara Lo, andai mereka enggak tau kita sodara. Enggak mungkin ada yang berniat jahat sama gua. Semua karena Lo sialan!!" Nadanya meninggi, walau semakin terdengar tercekat.

"Salah apa gua bangsat!? Ha? Salah apa gua sama Lo? Sampai segini nya Len. Salah apa gua?" Lirihnya, air matanya kembali jatuh. Sudah tidak perduli dia untuk menahan perasaan yang paling diam benci ini.

CHARMOLIPI [χαρμολύπη]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang