I love you.. still and always be

63.8K 1.2K 30
                                    

To all my readers, I'm sorry, I'm really really apologize to all of you for the really long-time updated. Sometimes Idk and cannot feel what should I write here. Maklum ya, masih penulis amatiran, udah beberapa kali ditulis ceritanya, tapi ujung-ujungnya author apus lagi karna ngerasa ceritanya bener-bener udah kebanting jauh dari pas awal mula bikin cerita ini. Awal bikin cerita ini, seneng banget, feelnya dapet banget. Apalagi dukungan dari kalian semua, dari yang melalui post, comment, vote, message, itu semua bener-bener kasih dukungan sekali dan akhirnya membuat author bisa ngelanjutin cerita ini. Jadi, author janji kok nggak akan kasih janji doang, akan diusahakan sekali untuk diupdate terus, kalo ada yang mau kasih bantuan buat kelanjutan cerita juga boleh kok, pasti author respond, yang lewat comment, kadang suka gak dibales karna suka ada gangguan, maaf ya makanya. Terimakasih sekali untuk segala dukungan kalian selama ini. Author sangat menghargai semua readers yang masih bela-belain baca sampai sekarang. Asli, seneng banget, bukan masalah votenya kok, tapi ngelihat kalian masukin cerita ini ke reading list kalian dan nunjukin udah berapa banyak yang baca cerita ini itu bener-bener bikin bahagia banget. Terimakasih yang sedalam-dalamnya karna sudah membaca cerita author ya. I love you all so much! Oh iya, author juga lagi tulis cerita baru, judulnya EIGHTEEN, bisa di check di profil ya, silahkan membaca jika kalian berkenan, terimakasih banyak! Enjoy this chapter! All the love!X

---------------------------------------

Rei's POV

Gadis itu memandangku lekat-lekat, "Pulang sekolah nanti, tempatnya nanti gue kabarin." Dia melepaskan tanganku pada dagunya, "Tapi ada satu syarat."

"Syarat.. apa?"

Ujung bibirnya melengkung naik, "Wait. Soon you'll know."

Aku hanya menaikan satu alisku dan membiarkannya pergi meninggalkanku.

-

Sesampai dikelas, teman sebangkuku yang namanya..sebentar, kuingat-ingat dulu.. Ah, ya, Brian.

"Rei," Panggilnya begitu aku menempati bangkuku.

"Apa?"

"Lo abis maen sama Cecil lagi?" Tanya Brian.

Aku menoleh padanya, kusadari dia menatapku serius, "Tau dari mana lo?"

Brian menatapku dengan pandang tak percaya, dia menggeleng seraya memicingkan matanya padaku.

"Lo tau dari mana?" Desisku mengulangi pertanyaanku, mulai kesal dengan reaksinya.

"Nggak butuh detektif buat nebak. Cukup lo main lagi dengan Cecil, seluruh cewek yang pernah lo ajak main, pasti bakal tau cepet atau lambat."

Sial, aku lupa mulut cewek kadang tanpa rem.

"Rei, jujur aja," Brian lagi-lagi menatapku dengan serius, "Lo boleh ilang ingatan. Tapi kalo ilang ingatan bikin lo jadi lebih kacau dari sebelumnya, itu kelewatan, Rei. Jangan lo jadiin alesan buat lo jadi nggak bener."

Aku mendengus, tertawa, pelan, dan kusadari ternyata tawaku terdengar dingin, "Lo itu apa? Pendeta? Ustad?"

Aku bisa merasakan Brian menggeleng lagi, "Gue rasa, lo bener-bener udah mati."

Lalu teman sebangkuku itu pergi dari tempatnya yakni disampingku. Aku hanya tersenyum tipis. Ya, aku memang sudah mati. Sekarang yang hidup hanya Rei yang begini, bukan Rei yang sering dipuja semua orang, yang disukai semua orang. Mungkin aku yang sekarang hanyalah sebuah boneka yang diberi jiwa, tanpa ingatan. Dan tanpa perasaan.

* * *

Marsya's POV

Aku meyakinkan hatiku berulang kali, menarik napas dalam-dalam, dan menghembuskannya perlahan. Mengambil posisi duduk diatas kap depan mobilku. Bahwa sebentar lagi, Rei akan mendatangiku. Dan kami akan..

Love Create Benefit (sequel 'From benefit to love')Where stories live. Discover now