Concerns

59K 1K 20
                                    

Marsya's POV

Aku membuka mataku perlahan dan menatap sepasang matanya yang terpejam. Rei sangat sempurna dimataku. Aku menempelkan bibirku padanya selama beberapa detik, kemudian melepaskan ciuman kami. Hanya sejenak. Tapi aku melakukannya dengan sepenuh hatiku, dengan seluruh perasaanku, dariku, untuknya..

Kedua matanya terbuka, menatapku dengan sorot mata yang mulai kukenali kembali.

Aku tersenyum, "Ayo," ajakku sambil mengelus pipinya, "Lo mau kita ngelanjutin kejadian di hotel waktu itu kan?"

Rei masih menatapku dalam diam, lalu dia mengangguk.

"Jadi.. mau kemana kita sekarang?" Tanyaku.

"Hotel kemarin."

* * *

Rei's POV

Tidak ada yang mulai bicara lagi sampai aku memesan kamar untuk kami berdua, dan masuk kedalam kamar tersebut.

Entah kenapa.

Aku jadi tidak tahu kata apa yang harus kuucapkan. Aku tidak tau kenapa aku membawanya kesini. Apa aku masih menginginkan tubuhnya? Kalau mau jujur, ya. Wajar kan? Aku masih pria normal pada umumnya.

Tapi hatiku seakan memberikan reaksi yang sebaliknya. Tanganku mengepal, dan tanpa kusadari ternyata telapak tanganku sudah basah. Crap! Kenapa aku ini?

Aku menoleh pada seseorang yang menyebabkanku menjadi begini. Dia sedang menatap keluar jendela. Aku mendekatinya, mengambil duduk disampingnya pada tonjolan dekat jendela.

"Why you keep yourself silent like this?" akhirnya aku membuka suara terlebih dahulu.

"No, I'm just thinkin," Marsya menggeleng, menatap kearahku.

Aku balas menatapnya. Perlahan dia mendekat kearahku, aku sama sekali tidak bisa memalingkan mataku darinya. Satu tangannya terulur kearah leherku. Lagi-lagi kami hanya bertatapan, tapi kemudian kurasakan wajah dan tubuhnya semakin mendekat padaku. Secara reflek, aku meraihnya pinggangnya dengan tangan kiriku. Satu tanganku yang lain menggenggam jemarinya hati-hati.

"Lo..kedinginan?" aku menarik jemarinya yang terasa dingin itu, mengapitnya pada leherku.

"Lo juga.."

Ternyata tanpa aku sadar, tanganku juga mendingin. Aku tidak tahu kenapa. Oh, God..

Marsya tersenyum, lalu mendekatkan wajahnya semakin kearahku. Aku tidak menolaknya, dan memang aku tidak akan mungkin bisa menolaknya. Mulutku terbuka sedikit saat bibirnya akan menyentuh bibirku sebentar lagi. Tak lama, aku merasakan bibirnya menyentuhku. Sontak aku memejamkan mata.

Aku menyadari getaran listrik pada sekujur tubuhku. Tanganku meremas pinggangnya, bersamaan dengan bibirku yang melumat bibirnya. Aku melumatnya perlahan-lahan, tapi semakin lama aku menciumnya semakin bergairah. Kurasakan kedua tangannya yang mengalungi leherku meremasku perlahan. Di sela-sela ciuman kami, aku membuka mataku, memandangi ekspresinya yang sudah hanyut pada ciuman kami. Lidahku mulai bergerilya memasuki mulutnya, menautkan lidah kami secara bersamaan. Bagian bawahku sudah terasa tegang dan keras, dan sedikit lengket kurasa.

Sial..

Aku tidak bisa menahannya..

Kedua tangan Marsya pada leherku tiba-tiba bergerak turun. Aku mengerang  sembari melepaskan ciuman kami. Aku menatapnya dengan menekan nafsuku dalam-dalam,

"You sure..?" tanyaku, kurasakan suaraku menyerak.

Dia mengangguk.

Dan tanpa aba-aba, aku kembali melumat bibirnya dengan penuh hasrat. Ciuman kami semakin meliar. Tanganku meremas pinggulnya bernafsu. Tanganku yang satu lagi meraba tengkuknya.

Love Create Benefit (sequel 'From benefit to love')Donde viven las historias. Descúbrelo ahora