11 - Mutual Feelings

174 34 5
                                    


*

Lora sedang berdiri di depan island dapur. Jemarinya nampak aktif mengaduk secangkir teh chamomile menggunakan sendok kecil. Minuman yang sedang ia buat memang cocok dinikmati untuk menghangatkan tubuh saat cuaca dingin mendesir. Di luar tengah hujan deras disertai angin. Bahkan sempat terdengar bunyi sambaran petir beberapa kali.

Sepulang dari kantor sore tadi, Lora kini telah selesai mandi dan berbenah diri. Dan saat waktu memasuki malam hari, ia beranjak ke dapur untuk membuat teh chamomile-nya. Tapi kala itu, Lora tak hanya menyiapkan teh untuk ia seorang. Ia membuatkan juga untuk William yang kebetulan pulang ke penthouse tak berselang lama setelah dirinya.

Saat Lora masih mengaduk teh, William akhirnya muncul dan tiba di dapur.

Lora menengadah dan langsung mencium wangi cologne sang pria yang menebarkan harum. William agaknya juga telah selesai mandi dan penampilannya sekarang tak dapat dipungkiri, sangat segar memanjakan indera penglihatan dan penciuman Lora.

William mendekat lantas berdiri di samping Lora.

"Ini tehnya?" Ia bertanya sembari meraih salah satu cangkir.

"Iya, itu buat om" kata Lora membenarkan.

William lalu menyeruput teh hangat yang Lora buat. Tenang ia menikmati lalu mengajak Lora bercakap-cakap.

"Bagaimana, lancar magang kamu?" William menanyakan aktivitas baru Lora yang sudah menuntaskan dua hari kerja sebagai intern.

Lora menjawab.
"Lancar. So far so good. Dua hari ini masih aman kok, om. Teman-teman HR juga semuanya baik" Lora memberitahu sisi positif lingkungan kerjanya, ia memang belum menemukan adanya kesulitan.

Wiliam manggut-manggut percaya. "Bagus" komentarnya singkat.
"Mereka enggak tau kamu keponakan bohongan saya kan?" tanyanya lagi.

"Enggak, gak ada yang tau" sahut Lora.

William menyesap tehnya lagi. Dan Lora akhirnya juga meniru William. Dengan dua tangan ia memegang cangkir. Ia lalu menyentuhkan tepi cangkir ke bibirnya. Glek. Cairan hangat itu meluncur ke tenggorokannya.

"Om-" Lora hendak berkata namun ucapannya terganggu vibrasi ponsel William yang mendering di atas island.

drrrt drttt drrrt

"Sebentar" William menyela Lora supaya memberinya waktu mengangkat telfon. 

Lora mengangguk dan kemudian William mengangkat panggilan tersebut.

"Halo" suara bariton William menderu serak.

"......"

"Really?"

"......"

"Okay. No problem. I'll be coming shortly"

"I'm ready to go. Yup"

"Okay. On the way in five minutes"

Tuntas berbincang, William menutup telfonnya untuk mengakhiri percakapan.

Lora meletakkan cangkir teh yang ia pegang ke atas island. Ia kurang lebih memahami arti percakapan William barusan. Dan gestur pria itu yang lantas buru-buru menenggak teh dengan cepat, pertanda William sedang dalam keadaan bergegas.

"Om mau pergi...?" Lora berbisik lirih. Dalam hati ia memendam kecewa karena seharusnya waktu itu ia bisa sejenak mempunyai teman bercerita. William memang terlampau sibuk dan waktu yang Lora habiskan di penthouse dengan pria itu menjadi sesuatu yang berharga.

THE SAVIOR | OngoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang