Sudah dua hari sejak kejadian disekolah Arga tidak masuk sekolah. Arga juga sudah sempat dibawa kerumah sakit. Dokter sudah melepaskan gips ditangan Arga. Dan dokter juga menyarankan Arga untuk beristirahat sementara waktu. Dan jangan melakukan aktivasi berat agar tangan Arga tidak mengalami masalah.
Saat mengetahui apa yang terjadi dengan Arga. Sang kakek juga memindahkan Arga ke mansion utama keluarga Zevara. Awalnya Arga menolak keras, karena jika tinggal di mansion maka Arga akan dilarang ini itu.Tapi Veno tidak kehabisan akal Veno mengancam akan menyembelih kambing Arga jika Arga tidak menurut.
Arga tampak melamun ditaman belakang sambil mengigit ibu jarinya sendiri. "Kalo semisal, Sumbing sama Kero, gue nikahin. Bakalan cacat gak ya anaknya."
"Nanti kalo ternyata mereka berdua pacaran diem-diem tanpa sepengetahuan gue, awas aja tu kambing. Soalnya Kero kan belum cukup umur buat nikah..."
"Tapi nanti kalo, pas gue gak ada. Terus tiba-tiba Sumbing godain Kero gimana coba? Mana imannya Kero lemah banget gak pernah ibadah. Duh, pusing gue!"
Saat Arga tengah berkecamuk dengan isi kepalanya sendiri. Tiba-tiba saja ada yang datang dan menepuk bahu Arga untuk mengagetkan.
"Aishh...gak usah suka ngagetin! Vanil itu cuman punya hati satu. Nanti kalo kaget terus mati gimana?" kata Arga dengan wajah masam.
"Jantung Vanil! Bukan hati," ucap Taro membenarkan.
"Sama aja, orang sama-sama organ tubuh!"
"Kan beda fungsinya!" sahut Arve yang kini duduk di kursi kosong dekat Arga.
"Tapi sama aja namanya organ tubuh! Sekolah gak sih," sewot Arga.
"Ah, baiklah terserah dirimu. Sekarang sudah hampir waktunya makan siang." Taro menarik lengan Arga, agar Arga berdiri dari duduknya.
Arga dengan pasrah mengikuti langkah Taro dan Arve. Saat tiba di meja makan semua menu sudah siap tersaji. Banyak sekali menu dari olahan seafood yang terbilang cukup mahal harganya.Ada juga beberapa makanan mewah yang tersaji.Tapi tidak ada satupun makanan yang bisa menggugah selera Arga.
"Vanil mau masak sendiri aja lah, boleh enggak?" tanya Arga pada Taro.
"Tanganmu belum boleh melakukan hal berat. Tentu saja tidak abang ijinkan kamu memasak sendiri!" Tolak Taro dengan tegas.
"Yaudah, kalo gitu gak mau makan!"
"Vanil!" tekan Taro.
"Ah, sudahlah. Biarkan saja Vanil memasak apa yang dia mau. Tapi harus dibantu oleh pelayan ya, setuju atau tidak sama sekali," kata Arve memberi penawaran pada Arga.
Tanpa berpikir panjang Arga langsung mengangguk setuju, "Iya Bang!"
Arga segera berlari kearah dapur dan memanggil salah satu kepala pelayan. "Ibu, boleh saya masak disini?" tanya Arga dengan sopan.
"Panggil saja bibi Lastri atau panggil saja saya dengan pelayan, Tuan Muda. Saya tidak pantas anda panggil Ibu," kata pelayan itu dengan nada canggung dan tak enak hati.
"Ibu gak usah sungkan sama saya. Walaupun Ibu disini pelayan dan saja cucu majikan. Derajat kita sama aja ko, dimata Tuhan. Jadi tidak sepantasnya saya merasa lebih tinggi dari Ibu, yang lebih tua."
Lastri tampak terpaku sejenak saat mendengar ucapan Arga. Walaupun keluarga Zevara bukanlah majikan yang semena-mena terhadap bawahannya. Tapi tidak ada dari mereka yang berprilaku sopan santun seperti Arga. Yang memperlakukan manusia lain sebagai mana mestinya.
Walaupun tuan muda Vanil adalah yang paling kecil dalam keluarga. Tapi etika dan sopan santunya tidak bisa diragukan.
"Akan lebih baik , Tuan Muda,panggil saya dengan bibi Lastri saja. Jangan ibu, bagaimanapun Tuan Muda majikan saya, bagaimana?" kata bibik Lastri dengan hati-hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Argavanil
Teen FictionArgavanil atau kerap dipanggil Arga adalah sosok anak remaja nakal, dan hobby balapan motor. Dibalik kenakalannya, Arga memiliki segudang prestasi dalam bidang akademik maupun non akademik. Hidup sendiri membuatnya hidup bebas tanpa kekangan atau a...