Chapter 2: Another Man That Came To Her Life

32 0 0
                                    

Kenapa aku mengatakan itu semua?

Bukan itu yang ingin kukatakan...

Aku ingin menyatakan seluruh isi hatiku, tapi aku tidak bisa...

Semuanya keluar begitu saja dari mulutku. Akankah aku bisa menyatakan semuanya dikala waktunya sudah tepat?

Itulah yang hatiku katakan. Mengapa tidak kukatakan langsung? Karena aku tidak berani. Kalau kata orang, aku ini buta masalah cinta, tapi sejak bertemu dia, aku merasa jantungku berdetak kencang, wajahku memadam. Apakah ini cinta? Kalau kata Ryu. Itulah cinta, baru kali ini aku merasakan yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama.

"Hei, Shinji? Shinji!"

Aku kaget mendengar seorang pria besar memanggilku, itulah ayahku. Shinjiro Akira, mantan pegulat pro yang jago masak.

"Jangan melamun, sarapanmu bisa dingin nanti."

Ucap seorang wanita berambut hitam dengan mata biru. Itulah ibuku, Alison Jones, seorang koki yang bertemu Ayah di pertandingan gulat pro di Amerika puluhan tahun lalu. Dan disebelah Ayah ada aku, baru kusadari aku dari tadi melamun karena peristiwa seminggu lalu. Aku tidak bisa menumpahkan seluruh perasaanku pada Miyuki. Aku masih memikirkan itu, masih belum bisa dilupakan.

"Ah, baik.." Aku segera memakan sarapan pagi yang kubuat untuk sekeluarga.

"Aku tahu kau masih berduka atas meninggalnya kekasih Miyuki, Shinji-kun." Ucap ibu setelah meminum segelas air putih.

"Dia anak yang baik, dia pekerja keras sewaktu masih hidup. Aku sudah menganggapnya seperti anakku sendiri, bu." Ucap Ayah menghela napas. Aku menyelesaikan sarapan pagiku, dan mulai menenteng tasku.

"Aku berangkat." Aku memakai sepatu dan mengambil kunci motor.

"Hati-hati dijalan!" Ucap kedua orang tuaku. Aku berjalan ke garasi di samping kiri rumah. Aku membuka shutternya dan mengeluarkan motorku dan menyalakan mesinnya. Setelah beberapa menit memanaskan mesinnya, aku menaiki motorku dan mulai bergegas ke sekolah.

Aku memarkir motorku di parkiran motor sekolah, seraya aku melepas helm dan berjalan ke lobi sekolah, aku bertemu Miyuki disana.

"Miyuki. Selamat pagi." Ucapku pada teman masa kecilku itu, juga cinta pertamaku.

"Pagi!" Jawabnya riang. Tak kusangka dia masih bisa tersenyum seperti ini, padahal Agares, orang yang dia cintai sudah tiada. Tapi aku tahu, itu hanyalah senyuman palsu, didalam hatinya, pasti dia sedang sedih.

"Um...bagaimana kabarmu?" Tanyaku pada Miyuki.

"Baik kok, tumben kau bertanya, biasanya jarang." Jawab Miyuki dengan ekspresi bingung.

'Jangan kau sakiti dirimu dengan ekspresi palsumu itu....' Ucapku dalam hati. Aku ingin menenangkan hatinya, tapi bagaimana aku pun tak tahu bagaimana.

"Shin-kun?" Panggil Miyuki padaku, tapi aku belum merespon. "Bumi kepada Shin-kun, apa kau ada disana, ganti?" Panggilnya lagi agak kencang, seperti memanggil astronot dari bumi.

"Eh? Tidak apa-apa..." Aku pun agak kaget, aku membuka loker sepatuku dan melepas sepatu lalu mengambil uwabaki dan memakainya, lalu memasukkan sepatuku kedalam, dan menguncinya.

"Aku ke kelas duluan ya, Shin-kun. Sampai jumpa!" Sahut Miyuki sembari tersenyum dan berlari ke kelas.

Sahutannya hanya kubalas dengan senyuman. Aku pun bergegas pergi ke kelas.

'Apakah hanya sebuah ekspresi palsu, yang dapat kau berikan?' Gumamku dalam hati mengenai seluruh ekspresi dan perilaku Miyuki hari ini.

Ketika aku memasuki kelas, suasana terlihat begitu ramai. Mungkin ada murid baru atau acara sekolah yang gencar dibicarakan.

Nine Years to EternityWhere stories live. Discover now