Bab 9: Aliran Sesat dan Penguasa Kegelapan

647 81 22
                                    

"Oi, Niko!"

Aku menoleh ke belakang. Sang empunya suara yang bukan lain adalah Iskandar Surya terperangah begitu dia melihat bagian depan seragamku yang bersimbah darah. Anak itu kembali mendekat dengan tatapan ngeri dan sesekali menoleh ke sekitarnya, mungkin untuk memastikan apakah masih ada manusia-iblis di sekitar koridor.

"Bagaimana matematikanya? Ada soal yang ingin kau tanyakan?" Dengan nada sinis aku bertanya.

"Cih, aku keluar ruangan begitu mendengar suara letusan pistol. Setelah berputar-putar rupanya kau ada di sini," Iskan kemudian menatap pistol yang masih kupegang lalu menyadari sesuatu, "Jadi, orang yang menghabisi anak-anak itu... kau?"

"Mereka manusia-iblis, jangan sekali-kali kau lupakan itu!" Aku segera menghardiknya saat tahu apa yang ada di pikirannya. Dia melihat mayat-mayat itu masih dalam keadaan tubuh anak SMA yang berbalut seragam, selain itu ada seorang siswi juga di sana, karena itu otaknya berpikir kalau mereka tidak berdosa. Bahkan perbedaan warna darah pun sudah tidak ia hiraukan, benar-benar manusia yang berhati lemah!

"Tapi bagaimana kau bisa tahu?!"

"Ceritanya cukup panjang," aku berkata dengan nada marah karena harus kembali mengingat peristiwa kemarin, "Vero mengajakku ke rumahnya untuk menanyai cerita sebenarnya di balik hilangnya Frederik. Pada akhirnya, dia adalah manusia-iblis dan aku membunuhnya. Sebelum mati dia berkata kalau semua anggota klub supernatural sudah dirasuki roh jahat dan terjadilah adegan pembantaian tadi."

Iskan tampak terkejut saat mendengar kalimat terakhirku dan tanpa diduga dia segera menarik kerah bajuku lalu berseru tepat di depan hidungku, "Apa? Kau membunuh mereka semua hanya karena perkataannya itu?! Di mana otakmu!"

Mataku menatapnya tajam seolah dia baru saja menghinaku --dan memang begitu yang kurasakan. Namun sedetik kemudian aku tertawa keras, membuat Iskan menjadi heran sekaligus kesal. "HA HA HA!!! Lihat mataku baik-baik, Iskan! Sekarang tubuh manusia mereka tidak bisa menipu mataku!"

Dengan sedikit gemetar ia melepaskan cengkeramannya lalu bergerak mundur. "Kau... kau berubah," katanya sambil mulai menjaga jarak. Ya, entah kenapa saat ini aku kembali merasa bersemangat dan seperti baru saja melepaskan sejumlah energi yang mungkin mampu mengintimidasi manusia.

"Kau pikir anak biasa sepertiku akan mampu membunuh mereka semua dengan tembakan tepat di kepala?" Aku bertanya sambil tersenyum. Kuakui ada sedikit perasaan bangga saat mengatakan kalimat itu.

"Veronica telah menghancurkanku," aku berkata dengan nada lirih, "Ia melenyapkan segel Ilahiku dan memasukkan roh jahat ke dalam tubuhku. Hasilnya adalah ini." Tanganku yang terluka karena meninju cermin kupamerkan kepada Iskan. Ia tidak mengerti sampai aku menambahkan kalimat 'ini adalah darahku'.

"Apa?! Bagaimana bisa? Tony sudah tahu tentang hal ini?"

"Ya, dia sudah tahu. Dia bilang kalau sebelumnya tidak pernah ada kejadian seperti ini. Aku yakin tidak lama lagi dia akan menjadikan tubuhku sebagai obyek penelitian. Mungkin saja apa yang terjadi padaku ini bisa menjadi solusi untuk menghancurkan Adam."

Iskan terdiam mendengar penjelasanku. Kemungkinan besar di dalam dirinya dia juga mengamini kata-kataku. Bila rahasia tentang tubuhku yang mampu menahan kendali roh jahat dan balik memanfaatkan kekuatan mereka ini bisa terkuak, bukan tidak mungkin jalannya permainan akan berubah.

 "Di mana Ardi dan Lucas?"

Iskan mengangkat bahunya sambil menggeleng. Melihat itu aku hanya bisa tersenyum sambil menghela napas. "Tidak bisa dipercaya. Sabtu kemarin kita semua berhadapan dengan makhluk setinggi tiga meter bercapit raksasa dan sekarang kalian semua masih bisa ujian?"

Seven SerpentsWhere stories live. Discover now