1_ A Gift to Guard?

8.7K 510 37
                                    

Sempurna. Hidupnya begitu sempurna. Setidaknya, bagi segelintir orang yang menjadikan materi sebagai ukuran dari kebahagiaan. Tapi, gadis itu sepertinya memang terlalu puas dengan semua yang ia miliki hingga tidak tahu lagi bagaimana memaknainya. Yang ia tahu, ia memang memiliki segalanya. Semua hal yang bisa membuatnya berjalan dengan kepala terangkat, seolah semua orang berada di bawahnya. Langkah kaki yang dihiasi sepatu-sepatu branded berharga selangit menyempurnakan sikap congkaknya.

Gadis itu baru saja masuk dan langsung melempar beberapa shopping bag ke sembarang arah. Bukannya jatuh berserakan di lantai, shopping bag dengan logo merk-merk ternama itu segera ditangkap oleh tiga orang perempuan berseragam pelayan.

"Jangan sampai lecet! Taruh di tempatnya!" seru gadis itu. Ia lantas menaiki tangga menuju kamarnya.

Tiga orang asisten rumah tangga itu hanya bisa mengusap dada sambil mendecak di dalam hati. Memang, mereka sudah terbiasa dengan tingkah seenaknya dari princess penguasa rumah itu. Kesabarannya benar-benar sudah terlatih.

"Non Princess itu bener-bener, ya. Tiap hari kerjanya hura-hura," kata asisten satu.

"Mana manjanya gak ketulungan, lagi. Sombongnya juga makin-makin aja. Gara-gara kelewat dimanjain, tuh!" tukas asisten dua.

"Eh, udah! Jangan gitu. Biar gimanapun, kita harus hormatin dia. Lagian wajar dia sombong. Kalau gue jadi dia, gue juga pasti sombong, haha!" Asisten tiga yang bernama Atun ini sepertinya ingin menyikapi sikap cucu majikannya itu dengan bijak, tapi ujung-ujungnya justru lebih parah dari dua orang temannya tadi.

~~~

Princess Illyeanor Latuconsina. Sepertinya nama itu terlalu cocok dengan garis tangannya yang terlahir sebagai putri. Benar-benar putri dari kerajaan yang dibangun oleh kakeknya, Opa Sultan Latuconsina. Mungkin, karena semuanya berbanding lurus, akhirnya ia terbentuk menjadi sosoknya sekarang, dengan karakter yang begitu kuat. Tapi, karakter seperti apa?

Illy. Seperti itu orang-orang terdekat memanggilnya. Walaupun kebanyakan orang lebih berani memanggilnya Princess. Kenyataannya, memang tidak banyak orang yang benar-benar dekat dengannya.

Illy baru saja masuk ke dalam kamar megah dengan dominan warna putih dan warna-warna pastel. Kamar itu benar-benar terlihat seperti kamar putri raja di dongeng-dongeng. Hanya saja, jauh lebih modern dengan pernak-pernik mahal dan glamour. Bahkan, di dalam kamar itu terdapat ruangan luas yang diperuntukan khusus untuk wardrobe, seperti gaun-gaun, sepatu, tas, aksessoris, parfum, dan benda-benda mewah lainnya.

Baru saja melempar badan lelahnya ke atas ranjang princess-nya, ponsel di dalam tas Illy berdering. Cepat-cepat ia mengambilnya. "Hallo?" jawabnya.

Setelah menyimak beberapa detik, Illy langsung tampak bersemangat, bangkit dari tempat tidur. "Pokoknya acaranya pasti perfect! Lo lihat aja besok! Ini bakal jadi birthday party paling keren!"

~~~

Di sebuah ruangan kerja, dengan design klasik berkelas, seorang kakek tengah berhadapan dengan seorang pemuda di depan meja kerjanya. "Saya kasih kamu keleluasaan untuk mengawasi dan menjaga cucu saya. Saya percaya kamu bisa professional," kata kakek itu, pelan namun tegas.

"Iya, pak. Saya pastikan nona Princess akan baik-baik saja bersama saya." Pemuda tampan bertubuh tinggi tegap itu begitu bersungguh-sungguh mengikat diri dengan janjinya.

Bukan tanpa alasan, kakek di depannya itu sangatlah ia hormati. Kakek itulah yang sudah membiayai hidupnya sejak kecil hingga ia bisa menjadi lulusan akademi militer yang baik. Bukan hanya dirinya yang berhutang pada kakek itu, tapi semua teman-temannya di panti asuhan yang sudah menjadi rumahnya sejak kecil. Kakek itu adalah pemilik panti asuhan tempatnya dibesarkan. Bukankah sudah sepantasnya ia membalas jasa?

"Kamu anak asuh saya yang terbaik, saya percaya. Tapi...." Kakek itu beranjak dari kursinya, berjalan ke arah jendela dan melihat pemandangan dari ketinggian gedung itu. "Saya khawatir kamu harus melakukan lebih dari sekedar menjaganya." Ia menghela nafas panjang. "Mungkin saya yang salah. Selama ini saya terlalu memanjakannya sampai tidak sadar sudah membuat dia menjadi pribadi yang buruk."

Kakek itu beralih menatap anak asuhnya yang masih menyimak. "Al, saya sudah tua. Saya khawatir dengan cucu saya. Dia pewaris tunggal saya, tapi melihat sikapnya sekarang...." Ia kembali berhenti, cukup lama.

I FOR YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang