I FOR YOU

9_ Stay Away !

Sejak kapan gue pake bantal sekeras ini? Bukannya bantal-bantal gue biasanya empuk, dingin, dan lembut. Kok, ini... bantalnya keras tapi hangat dan nyaman. Umm... bantalnya juga gerak-gerak, naik-turun tapi pelan-pelan. Eh! Ini bantal atau guling? Kenapa bantalnya bisa gue peluk juga? Tapi, guling macem apa yang selebar ini? Tangan gue gak bisa lingkarin gulingnya. Gue mau peluk gulingnya!!!

Illy masih terlelap dengan bibir menyunggingkan senyum, seolah tengah bermimpi indah. Kepalanya bersandar nyaman di atas dada bidang pria yang selalu ia panggil 'Hei!'. Bukan hanya menjadikannya sebagai bantal, ia juga memeluknya seperti guling.

Sepenuhnya Illy berada dalam dekapan Al yang juga memeluknya, erat.

"Hmmmhhpp...." Illy menggeser badannya sambil mendesah. Tangannya meraba-raba guling atau bantal kerasnya. Ada yang aneh deh, kayaknya....

Perlahan Illy membuka matanya. Dalam keadaan setengah sadar, ia mendongak dan mendapati sandaran  dirinya dalam pelukan Al. Detik berikutnya, ia mendongak dan wajahnya yang nyaris tanpa jarak dengan Al bisa merasakan terpaaan nafas lembut Al.

"Aaaaaaarrhhhgghhhhh!!!" Illy langsung melepaskan pelukannya dengan pekikan cukup menggelegar. Ia mendorong kuat-kuat orang yang belum juga terbangun itu.

GEDUBRAKKK!!!

"A-dawww!!!" Al terjatuh pas dengan pinggang yang menyentuh lantai duluan. "Ssshhh...." Ia meringis sambil memegangi pinggangnya. Terlempar dari ranjang rumah sakit yang cukup tinggi ternyata sangat menyakitkan.

"Lo! L-Lo… ngapain meluk-meluk gue?! Sengaja, ya? Aaaaakkk!!! Kenapa lo meluk gue?! Bodyguard gak sopan!!!" Illy nyerocos tak karuan, masih dengan ekspresi kaget dan wajah memerah.

Al bahkan belum bangkit, tapi suara cempreng itu cukup membuatnya mendapatkan semua nyawanya. Ia bingung, bagaimana menjelaskannya? Ia sendiri baru tersadar dan kejadian semalam itu di luar dugaan.

"Apaan, sih! Gak usah teriak-teriak gitu!" Akhirnya, Al menyahut setelah benar-benar berdiri, sedikit membungkuk dan masih sambil memegangi pinggangnya.

"Huuaaaa! Lo apain gue semalam? Pasti lo nyuri-nyuri kesempatan, kan? Iya, kan? Ngaku!" Illy masih sibuk menuduh Al yang tidak-tidak.

Al tidak terima dan harus membela diri. "Nona! Semalam mati lampu. Nona sendiri yang ketakutan dan duluan meluk saya sampai gak mau lepasin saya!" Ia menerawang dan menyadari jika dirinya sendiri pun lupa hingga akhirnya ikut tertidur. "Dan… kita jadi ketiduran…."

Illy menganga. Iya juga, ya…. Lupa... "Terus kenapa lo ikutan tidur?!" Ia belum puas menyudutkan Al, atau lebih ingin menjaga harga dirinya.

Kali ini, Al melongo sambil mencari-cari alasan. Yang satu itu, ia sendiri tidak mengerti. Sepertinya semalam ia tertidur karena, mungkin merasa terlalu nyaman. Cepat-cepat ia menggeleng. "Ya, umm… sama aja kayak nona, saya ketiduran aja! Itu aja! Saya kan bukan robot, bisa ngantuk dan ketiduran juga!"

"Wah… wahhh.... Ini kenapa pada ribut begini?"

Suara itu. Illy dan Al menoleh ke arah pintu masuk. "Opa?!" Dan kompak memanggil nama Opa, dengan ekspresi sama kagetnya.

"Haha! Syukurlah… kalian makin ke sini makin kompak. Opa senang lihatnya. Kalo gitu, opa tinggal lagi aja, ya? Biar kalian makin kompak!" Opa tertawa dengan suara nyaring, namun tetap berwibawa.

Al dan Illy saling menatap, kemudian kompak kembali menatap Opa.

"Opa apaan, sih?! Gak lucu!" protes Illy.

Al masih kaku. Entahlah, ia justru takut Opa melihat kejadian tadi dan kepercayaan Opa padanya akan rusak. Tapi, bukankah seharusnya opa marah jika benar-benar melihat cucunya tidur satu ranjang dengannya? Ini, opa tidak terlihat marah sedikit pun.

"Opa emang gak lucu, yang lucu itu kamu, sayang," timpal Opa. Ia berjalan mendekat pada Illy. "Kamu gak kangen sama opa? Opa bela-belain pulang dulu buat lihat keadaan kamu, loh...."

Seketika Illy merengut. "Opaaa...! Opa jahat! Masa ninggalin aku sendiri di rumah sakit! Huhuuu…." Tangisannya pun pecah dalam pelukan Opa. "Maafin aku, aku gak marah kok, sama opa. Opa jangan pergi lagi…."

Opa mengusap kepala Illy. "Kamu masih aja cengeng. Iya, opa tahu kamu gak mungkin beneran marah sama opa. Maafin opa juga, ya...."