005 : Questions

20.7K 1.7K 97
                                    

"Itu namanya bullying, idiot."

"Hyung! Itu terlalu jahat!" Taehyung melempar asal kain beraroma esensi jeruk yang digunakannya untuk membersihkan kaca jendela kafe hingga akhirnya terlempar dan membentur salah satu permukaan atas meja. Baiklah, alasannya karena refleks, klise memang. Tapi hanya itu yang bisa dilakukannya untuk melampiaskan rasa kesal. Lagi pula, di depannya itu Min Yoongi, marah sudah pasti bencana besar bagi Kim Taehyung.

"Tapi itu kenyataannya, Taehyung—dan jangan melempar kain seperti itu," jari terlunjuk Yoongi terangkat, mengarah pada kain yang tergeletak bisu di atas meja, memerintah Taehyung untuk mengambilnya kembali tanpa kata yang terucap. "Dan aku tidak akan merasa aneh kalau kau yang menjadi korbannya."

Taehyung memutar bola mata jengah. "Serius Hyung, tidak lucu," ia berderap malas ke arah meja, mengambil benda pelampiasannya tadi dengan dongkol. "Hyung sendiri tahu aku tidak pernah membuat masalah dengan mereka, cih, jangankan membuat masalah, berbincang saja tidak pernah, konyol."

"Kau yakin?"

Begitu ia melihat Yoongi mengangkat sebelah alis, Taehyung mendadak ragu.

"Kau mungkin tidak pernah berniat mendekatkan diri pada lingkungan sekolahmu, Taehyung. Bahkan kau sendiri yang menarik diri dengan sengaja." Sahut Yoongi lugas, kedua lengan bersilang di depan dada dan punggung bersandar pada salah satu kusen jendela. "Kenyataannya, kau memang dikenal dengan Kim Taehyung yang tidak pernah ingin berteman—"

"Aku hanya tidak suka keributan, Hyung,"

"—dan berhawa tipis, dengarkan dan jangan memotong ketika aku berbicara," yakin sang subjek yang dimaksud berhasil bungkam, Yoongi melanjutkan. "Tapi ingat, sesuatu yang awalnya tidak disadari tidak akan selamanya bisa bersembunyi. Orang-orang mungkin menyerah untuk mendekatimu, mendekati Kim Taehyung. Mereka tahu kau ada, hanya saja berusaha untuk tidak menyadari. Lalu ketika kau melakukan sesuatu yang tidak pernah diduga, keberadaanmu akan mudah ditemukan, Taehyung."

Yoongi benar. Taehyung tidak berusaha untuk menyangkal atau membantah. Karena meski terkadang sifat Min Yoongi yang terkenal galak dan berbicara seenak jidat saat di kafe, Taehyung tidak akan bisa menyalahkan laki-laki itu dengan segala pemikiran logis dan masuk akalnya.

Sabtu itu, ketika jam menunjukan pukul sepuluh dan kafe baru saja buka, ketika Taehyung mendapati Yoongi sudah datang lebih dulu dibandingkan dirinya, dan ketika laki-laki pucat itu menyadari wajah kusutnya sangat mengganggu untuk pelanggan, bibir Taehyung seolah-olah berubah menjadi kereta shinkasen dalam mode autopilot sampai ia menceritakan semuanya. Ah, tidak semuanya juga. Kesampingkan soal ia adalah kekasih palsunya Jeon Jungkook dengan segala tawaran lima ratus ribu won-nya. Kim Taehyung tidak akan menceritakan hal itu, tidak akan pernah. Cukup Jimin dan Hoseok saja yang mengetahui kebenaran memalukan yang akhir-akhir ini disembunyikan olehnya, dan Jungkook.

Taehyung bercerita; mengenai sore di sekolahnya yang dihabiskan di gudang penyimpanan. Tentang kemungkinan ia dijebak oleh seseorang yang tidak diketahuinya. Dan Taehyung menyangkal bahwa selama ia menghabiskan hidupnya di sekolah, tak pernah sekalipun ia membuat masalah hingga menimbulkan permusuhan.

Namun, pemikirannya ternyata berbeda dengan pemikiran Min Yoongi, hingga kesimpulan finalnya berhasil menyadarkan Taehyung akan satu hal; fakta yang mungkin ia abaikan, atau berusaha untuk menganggapnya tidak ada.

Dalam hidupnya, Kim Taehyung tidak pernah menduga bahwa dirinya akan menjadi objek pembulian seperti yang dikatakan Min Yoongi. Terutama di sekolah.

"Sekarang, coba kau pikirkan,"

Tidak, tidak. Taehyung lagi-lagi menyangkal. Ia tidak ingin menempatkan dirinya sebagai mangsa yang disebut korban bullying. Atau ia yang terlalu naif bahwa hidupnya selalu—dan akan selalu—monoton? Monokrom. Putih dan hitam; juga abu-abu?

Deal? (KookV/KookTae Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang