Bagian 3

1.2K 43 0
                                    

Aku menunggu dokter merawat luka-luka Riana. kemudian mengantarnya pulang. Memastikan dia aman.

“Aku minta maaf Riana. aku tidak berguna. Tidak bisa melindungimu.” Kataku padanya saat kami sampai didepan gerbang rumahnya.

Riana menatapku “Kau tidak perlu merasa begitu. Kau tidak terlambat sama sekali Rio.” Tangannya membelai lembut lenganku yang sejak tadi mencengkeram stang sepeda dengan erat.

“Baiklah. Sekarang kau masuk dan beristirahatlah.” Desahku.

“Kau tidak mau masuk dulu Rio?” Tanyanya dengan bingung

“Tidak untuk kali ini. Maaf.” Kataku sambil tersenyum. “Masuklah.” Kataku lagi. Dia tersenyum dan mengangguk. Menepuk-nepuk pipiku dan berjalan masuk.

Setelah memastikan dia masuk kerumah dan aman kemudian kukayuh sepedaku pergi tidak tentu arah. Pikiranku mengembara dengan kejadian tadi. Aku merasa gagal menjadi seorang lelaki. Tidak bisa melindungi dia dengan baik pada saat dia dalam keadaan bahaya. Seandainya aku lebih cepat.

Seminggu setelah kejadian itu, aku lebih banyak diam. Masih menyesal. Karena kurang cepatnya aku bertindak. Dan akhirnya aku memberi keputusan yang menurutku tepat.

“Na?” tanyaku pada saat aku kerumahnya menjenguknya. Kami sedang duduk di sofa ruang keluarganya.

“Hmm?” Jawabnya. Matanya berpaling menatapku dan mematikan TV.

“Aku ingin berbicara denganmu.” Kataku menarik nafas.

Dia tersenyum menatap mataku “Apa yang ingin kau bicarakan?” Tanyanya lembut

“Aku ingin kita berpisah.” Kataku menatap matanya ragu-ragu

Mata indahnya melebar kaget “Ap-apa?”

“Aku ingin hubungan kita berakhir sampai disini.” Ucapku lagi lirih.

“Tapi kenapa?” tanyanya. Wajahnya mulai di basah dengan air mata. “Apa salahku?” tuntutnya lagi.

Aku menarik nafas dan berusaha menelan benjolan yang seolah-olah tersangkut ditenggorokanku. “kamu tidak salah apa-apa. Percayalah.” Jawabku. “Akulah yang bersalah. Tidak bisa melindungimu dengan baik. Membuatmu tersiksa. Kau bisa mendapatkan lelaki yang lebih baik daripada aku Na.” Kataku lagi berusaha menjawab dengan lembut.

“Tapi lelaki yang baik itu adalah kau Rio. Tidak ada orang lain lagi.” Pekiknya.

“Tapi aku tidak bisa menolongmu. Lihat tanganmu!” teriakku dan memegang erat tangannya yang terluka.

“Ini tidak apa-apa. Percayalah Rio. Tolong jangan tinggalkan aku. Tolong.” Pintanya padaku. Wajahnya yang cantik dipenuhi dengan airmata memohon padaku. “Kau selalu menyalahkan dirimu sendiri dan ini semua bukan salahmu. Kita tidak bisa menghindari kemalangan Rio!.” Teriaknya padaku.

Aku menggeleng kepala. Melepaskan tangannya dengan lembut. “aku tidak bisa menjagamu dengan baik Riana. Permintaan terakhir papamu tidak bisa kutepati. Maaf.” Aku berdiri dan hendak berjalan pergi. Tangan lembut Riana menahanku.

“Tolong jangan tinggalkan aku. Aku – aku tidak ingin kau pergi. Tolong. Aku mohon.” Pintanya lagi berlutut didepanku.

Aku mengangkatnya dan memeluknya. “Kuharap kau mendapatkan lelaki yang lebih baik daripada aku. Maaf kita harus berpisah seperti ini. Kau masih memiliki ibu yang akan selalu menjagamu setidaknya.”

Aku melepaskan pelukanku dan berjalan pergi melintasi ruang tamu dan berusaha sekuat tenaga mengayuh sepeda kumbangku. Samar-samar aku mendengar Riana meneriakkan namaku. Ingin aku kembali dan memeluknya. Tapi aku tidak bisa. Keputusan sudah kubuat dan ini adalah tepat.

Riana, My AngelWhere stories live. Discover now