bagian 5

1.1K 45 0
                                    

“Akhirnya kau datang. Aku sudah mencari keberadaanmu dimana saja tapi ngga bisa ketemu.” Ucapnya dengan menangis sedih.

“Riana baik-baik aja kan Bu? Aku mau ketemu. Sudah nikah kan dia? Mana anaknya dan suaminya? Aku mau kenalan.” Kataku berusaha untuk tersenyum senang.

Ibu Riana melepas pelukannya. Mengusap airmatanya dengan punggung tangannya. “Banyak hal yang terjadi setelah kau pergi Rio.” Dia berusaha tersenyum.

Aku menatap wajah ibu Riana. Kelelahan dan menjadi tambah tua. Aku tersenyum. Berusaha menahan rasa penasaranku. Apa yang terjadi pikirku. Aku harap bukan kejadian buruk yang menimpa wanita yang pernah kucintai dan sampai sekarangpun masih.

“Riana baik-baik aja kan bu?” tanyaku lagi. Menuntut lebih jelasnya.

“Riana sakit. Sebulan setelah kau pergi hingga sekarang.” Isaknya

Aku membeku. “Ap-apa?” kataku terbata-bata “sakit? Tidak mungkin.” Kataku lagi. Mana mungkin dia bisa sakit. Sakit apa yang hingga empat tahun belum bisa disembuhkan.

“Dia merasa kehilangan kau.” Isaknya lagi. “Dia sangat mencintaimu. Dia juga tidak berusaha mencari penggantimu. Dia selalu menunggumu. Hingga sebulan setelah kau pergi…” ibu Riana tidak meneruskan kata-katanya. Terhambat oleh tangis yang menjadi-jadi.

“Bu katakan padaku. Apa yang terjadi?” Tuntutku.

Aku merasa kacau. Keputusan yang seharusnya kupikir baik untuknya malah berakibat buruk baginya. Untuk kesekian kalinya aku sangat sangat menyesal mengambil keputusan yang ceroboh.

“Dokter mengatakan dia depresi berat dan tidak sanggup menangani beban yang dia tanggung. Dia hanya duduk dikamarnya memandang jendela. Berharap kau datang. Terpaksa dokter memberinya infuse untuk menyuplai makanannya dengan cara lain.” Jawabnya lirih.

Seperti ada sumbat dikerongkonganku. Sulit untuk bernafas dan menelan. Wanita yang aku cintai depresi berat karena aku. Orang macam apa aku ini. Aku ingin berlari keluar dari rumah ini. Untuk menghindarinya. Tapi tidak bisa. Aku harus menebusnya.

“kau pasti ingin bertemu dengannya. Ayo. Dia ada dikamarnya. Dia pasti senang kau datang.” Ucapnya berusaha tertawa kecil.

Aku mengangguk. Mengekor dari belakang. Ibu Riana membuka pelan pintu kamar putrinya. “Sayang, tebak siapa yang datang? Kau pasti senang.” Ucap ibunya dengan nada senang menghampiri wanita yang duduk dikursi roda dengan selang infuse tergantung disampingnya dan memandang jauh ke jendela didepannya.

Langkahku terhenti didepan pintu. Riana. Itu Riana. Wajahnya tanpa ekspresi. Kulitnya yang putih menjadi pucat. Pucat pasi. Seperti tidak bernyawa. Kuseret kakiku mendekati Riana. Dan jatuh berlutut di depannya. Kugenggam erat tangannya. Dingin.

“Sayang, aku datang. Aku tidak akan pergi lagi.” Ucapku. Tanpa terasa airmata jatuh dari mataku. “aku minta maaf. Aku menyesal. Aku ingin kau cepat sembuh. Aku sudah datang. Aku kembali.” Isakku lagi. Wajahnya tetap tanpa ekspresi. Kosong.

Aku yakin suatu saat nanti dia akan sembuh. Aku akan berusaha membantunya sembuh.

Riana, My AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang