18. Kacamata

5.8K 521 14
                                    

Cuma mau ngingetin, kalimat bold + italic itu flashback.

Semoga gak bingung ya bacanya.

Oke. Selamat membaca! :)

-------

Author POV

Matahari bersinar terik di Minggu siang ini. Menyebabkan hawa panas dan gerah di sana-sini. Tak jarang banyak orang memilih menepi untuk sekedar membeli minuman dingin yang dapat menyejukkan kerongkongan.

Begitu juga yang dilakukan kedua anak manusia yang sedang duduk di dalam cafe bernuansa hitam-putih itu. Mereka samasekali tidak terganggu dengan panasnya suhu karena pendingin ruangan yang terus menyala.

Keduanya duduk berdampingan, sibuk dengan benda di hadapannya masing-masing. Yang satu serius mengetik ulang proposal OSIS, dan yang lainnya pusing memikirkan tugas karya tulis ilmiah.

Minuman yang ada di meja itu terlihat mengembun, menandakan jika es-es di dalamnya mulai mencair. Tetapi mirisnya, si pemesan tidak menyentuhnya sama sekali, melirikpun tidak.

"Haaahh."

 Ziffa menghela nafas kasar. Dia memalingkan pandangan dari laptop di hadapannya. Rasanya otaknya sudah lisis saat memikirkan kelanjutan dari tugas terkutuk itu.

Diteguknya air didalam gelas bening yang ada di hadapanya. Tak sampai dua menit, seluruh isi sudah berpindah ke perutnya. Ziffa benar-benar kehausan. Tugas karya ilmiah sukses membuatnya frustasi sendiri.

"Haus banget kayaknya kamu."

Suara itu membuat Ziffa menolehkan kepala seketika. Diliriknya sosok laki-laki yang masih saja serius dengan setumpuk kertas dan sebuah monitor di hadapannya itu. 

Ziffa menganggukkan kepala tanda setuju. "Rasanya otak udah mau pecah." Sungutnya. 

"Kak Zafran apa nggak capek dari tadi ngetik terus?" Tanya Ziffa pada cowok yang sedang duduk manis di sebelahnya.

"Capek sih." Jawab Zafran tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop. "Tapi harus selesai hari ini kalau nggak mau dimarahi sama ketua pelaksana plus didemo seisi sekolah."

Ziffa terkekeh kecil, lalu mengangguk setuju. Dia tau jika tanggung jawab Zafran sebagai ketua osis sangatlah besar.

Apalagi di acara sekolah yang akan datang, pentas seni yang sudah dikenal masyarakat luas. Bisa dibilang jika acara itu adalah salah satu icon andalan dari sekolahnya. Dan pastinya sebagai penanggung jawab acara, Zafran ingin acara itu berjalan lancar nantinya.

Ziffa tau betapa beratnya beban yang harus ditanggung cowok itu. Memikirkan tugas karya ilmiahnya tadi saja sudah membuatnya pusing tujuh keliling, apalagi membuat acara sebesar dan semegah itu. Lebih baik mati saja, pikir Ziffa.

"Tugasmu sudah selesai?"

"E-Eh?" Pekik Ziffa saat menyadari sentilan kecil di dahinya yang ternyata berasal dari Zafran. "B-Belum Kak. Hehehe." Lanjutnya sambil nyengir tanpa dosa.

"Cepet kerjain. Jangan suka nunda-nunda pekerjaan. Lebih cepet selesai lebih baik." Zafran menasehati Ziffa.

Ziffa menggerutu dalam hati. Kondisinya sekarang sudah tidak memungkinkan untuk melanjutkan tugas-tugasnya itu. Moodnya sudah campur aduk tak karuan. Yang ada nantinya bukan selesai, malah jadi salah semua. Dan itu artinya, dia harus mengulang lagi dari awal. 

"Males ah. Ntar aja dilanjut di rumah." Jawabnya singkat.

Zafran menghela nafas. Sebenarnya dia sudah capek dengan urusan proposal dan tetek bengeknya itu. Tapi dia juga tidak mau lari dari tanggung jawab. Jadilah dia berada diantara dua posisi yang tidak mengenakkan.

VierWhere stories live. Discover now