Skripsi dan perjodohan berhasil membuat kepalaku hampir pecah. Hari ini aku sengaja tidak masuk kampus guna menghindar dari jemputan Arsen.
Sebelumnya, aku dan teman-temanku sudah janjian akan bertemu di salah satu kafe—di tempat kami bisa berkumpul.
"Kenapa wajah lo, kaya pakaian yang belum disetrika?" tanya Viana, saat aku baru saja mendaratkan bokong di kursi antara dia dan Dilan.
"Hampir gila gue!" celetukku asal sambil mengusap wajah frustrasi.
"Karena mau dinikahin ya, cyin?" suara kemayu Dilan, membuat dahiku berkerut.
Namun yang terpekik kaget bukan aku, melainkan Viana. "Ayla mau nikah? Dengan siapa? Si Ando ya? Wuih, jadi juga ternyata."
"Bukan dengan Ando, Ibu-Ibu." Aku menatap kedua temanku secara bergantian. "Tapi dengan si Bangkot tua!"
"Bangkot tua?" seperti ada ikatan batin, Viana dan Dilan bertanya secara serempak. Tatapan yang mereka keluarkan antara bingung dan kaget.
Aku tidak langsung menjawab, mataku terpaku pada sosok Dilan, menatapnya curiga.
"Lo tau dari mana kalau gue bakalan nikah?" tanyaku menyelidik sambil memerhatikan penampilan Dilan yang lebih cocok dikategorikan sebagai pekerja krimbat salon daripada cowok tulent.
"Yaelah cyin. Kemarin Tante Aira mampir ke butiq gue, terus beliau minta tolong sama gue untuk desain baju pengantin. Pas gue tanya siapa yang mau nikah, Eh ... Tante Aira hanya jawab—anak perempuan satu-satunya yang bakal ngelepasin status lajang. Terus, siapa lagi anak perempuannya Tante Aira kalau bukan elo!" Dilan menggerakan jarinya gemulai dengan tangan yang di tekuk.
Viana langsung menarik kursinya ke depan dan menarik tanganku untuk di genggam. "Ay, cerita dong apa yang terjadi sebenarnya. Kita ini kan teman lo, dan kita wajib tau. Terus kenapa lo sama Ando tiba-tiba udah berakhir gitu aja?"
Kulepas genggaman Viana perlahan sambil memijat pelipis.
"Gue udah dijodohin dengan laki-laki asing, tua, anaknya teman Papa. And you know, bahkan kami berdua nggak pernah saling kenal satu sama lain. Tapi orangtua gue udah mantep banget untuk jadiin si Bangkot itu sebagai suami gue! Nyebelin, kan?"
Dilan, yang sedari tadi tengah menyeruput minumannya langsung tersedak. "Maksudnya, lo bakal dinikahin dengan Datuk Maringgi? Sebelas duabelas dong, sama nasibnya SitiNurbaya. Yang sabar ya, cyin."
"Yee, dia emang bangkotan sih, jelek, berbulu, hitam, mirip gorilla, hulk, monster buruk rupa. Tapi nggak setua Datuk Maringgi! Gue mikir-mikir juga kalau cari calon."
"Ih, memangnya si bangkot tua sejelek itu ya, Ay?"
Aku menatap wajah Viana dengan yakin. "Ih, jelek banget pokoknya. Bahkan lebih jelek lagi dari monster di film beauty and the beast."
Dilan dan Viana langsung mengerutkan wajahnya jijik.
Ternyata mudah sekali membodohi mereka, padahal kalau dipikir-pikir mereka itu jauh lebih jenius daripada aku.
Pertama, karena Dilan dan Viana berhasil wisuda tepat waktu dan mendapatkan predikat cum laude.
Kedua, mereka berhasil mengejar impianya; Dilan membuka butiq dan menjadi seorang desainer handal, sedangkan Viana bekerja disalah satu perusahaan bertaraf international di Jakarta.
"Terus gimana nasib perjalanan cinta melodrama lo dengan Ando?" tanya Dilan penasaran.
Lantas aku memutar bola mata jengah. Sejak sakit hati yang ditimbulkan oleh Ando kemarin, nama laki-laki itu sudah murni terhapus ke dalam daftar list orang yang paling aku benci.

YOU ARE READING
The Perfect Husband (Sudah Terbit)
RomanceSUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA. "Sudah berapa banyak dosa yang aku tanggung karena sikapmu, Ayla?" -Arsen Wafi Haliim - ********* Dia baik hati, lemah lembut, sopan, sabar, penyayang dan rajin beribadah. Sangat tidak cocok jika disandingkan dengan wan...