Bagian 9

25.5K 1.2K 14
                                    

"Aku harus bagaimana saat ketemu dia nanti?"

Maya masih mondar-mandir di depan mobilnya. Satya sudah menelepon sejak sepuluh menit lalu minta dijemput pulang. Pikirannya sangat gelisah sejak mendapat kabar dari Bayu. Suaminya ternyata hanya pura-pura lumpuh di depannya. Entah harus senang karena ternyata dia tidak benar-benar punya suami cacat atau malah marah karena merasa ditipu. Maya tidak tahu. Perasaan itu bercampur aduk dalam pikirannya. Dia ingin bahagia tapi juga sangat-sangat-sangat ingin marah!

"Apa aku pura-pura nggak tahu saja, atau aku langsung marah-marah saja?"

Ponselnya berdering lagi, satu pesan teks masuk.

Sudah sampai mana?

Maya mengabaikan pesan teks tadi setelah menghela napas kesal untuk kesekian kalinya. Dia memutuskan masuk ke mobil dan buru-buru menjemput laki-laki penipu itu. Rasanya dia ingin benar-benar mematahkan kakinya supaya dia tahu bagaimana rasa susah berjalan yang sebenarnya.

Maya sampai di depan pintu utama restoran dan buru-buru memanggil satpam untuk membawa Satya ke mobilnya. Dia sangat malas menginjakkan kaki di restoran itu lagi hari ini. Tadi siang dia sudah memarahi banyak pegawai, tidak tahu apa ada yang mengadu atau tidak kepada bos mereka, Satya Dirgantara. Maya tidak peduli. Dia benar-benar merasa tertipu habis-habisan.

Dibantu satpam Satya sudah duduk di kursi samping pengemudi. Biasanya Maya akan turun dan membantunya naik ke mobil. Satya menatapnya heran, Maya buru-buru memalingkan wajahnya ke arah depan dan menjalankan mobilnya.

"Kamu kenapa?" tanya Satya sambil memasang sabuk pengaman.

"Maksudmu?"

"Kenapa nggak turun dulu?"

"Lebih efisien waktu kalau aku nggak turun. Kalau aku turun aku harus mematikan mesin mobil dulu, memarkirnya di areal parkir, menjemputmu ke dalam, mendorong kursi rodamu, membantumu naik ke sini."

Lagi pula ngapain aku capek-capek dorong kursi roda orang yang sebenarnya bisa berjalan dengan normal. Seperti kata Bayu, SANGAT NORMAL! Aku penasaran mau sampai kapan cowok ini main sinetron di depanku?

Satya menatap Maya dengan heran. Perempuan itu tidak seperti biasanya. Apa ini yang orang-orang sebut 'PMS', pikir Satya. Mungkin hormonnya sedang tidak stabil jadi cara bicaranya sangat ketus seperti itu. Satya mencoba maklum. Tapi di sisi lain dia juga merasa sangat penasaran karena merasa ada hal yang tidak beres. Atmosfer di dalam mobil sangat-sangat tidak nyaman. Satya hanya bisa menghela napas dan membuang pandangannya ke luar jendela mobil.

Lampu merah membuat mobil Maya harus berhenti di belakang garis putih. Beberapa pelajar dan pekerja kantoran tampak menyebrang jalan beramai-ramai. Dia tahu dari ekor matanya bahwa sejak tadi entah sudah berapa kali Satya tampak memandangnya lama. Mati-matian dia menahan diri untuk tidak menoleh dan beradu pandang dengan laki-laki itu.

"Apa kamu masih marah karena insiden mi instan kemarin?"

"Mi instan?" Maya nyaris berteriak dengan nada tinggi. Dia menatap Satya yang sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalahnya setelah pergi makan siang dengan wanita lain, menyimpan foto mesra dengan wanita lain dan ya... tentu saja, yang paling fatal, membohonginya dengan pura-pura lumpuh!

Satya mengangkat satu alisnya naik dengan heran, "Memang apa lagi?"

Apa lagi katanya? Apa lagi?! Benar-benar manusia nggak berperasaan! Apa dia lupa dengan semua kejahatannya yang dilakukan beruntun hari ini padaku? Dan dia masih bisa bilang... apa lagi?

Selamat Datang CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang