12

5.8K 448 20
                                    

"Karena aku mulai menyukainya,"

"Karena aku mulai menyukainya,"

"Karena aku mulai menyukainya,"

Aku memukul-mukul kepalaku dengan kedua tanganku, berusaha untuk membuat suara-suara itu diam. Namun tidak bisa. Kalimat itu terus mengiang-ngiang di kepalaku.

Ia mulai menyukainya.

Apakah aku terkejut saat ia bilang ia mulai menyukai wanita itu? Tidak. Wanita itu memiliki semuanya. Ia cantik, ia kaya dan ia pintar. Ia wanita yang sempurna. Semua pria menginginkannya. Sekarang aku mengerti mengapa Justin tidak ingin meninggalkanya demi aku. Tapi ia tidak bi—

"Mom! Caroline!"

Aku sedikit tersentak begitu mendengar suara teriakan seseorang. Cody. Kurasa ia bermimpi buruk lagi.

"Cody, ada apa?" Tanyaku sembari menggenggam tangannya. "Kau bermimpi buruk lagi?"

Ia menatapku, tak mengatakan apapun dan langsung memelukku. Aku bisa mendengar napasnya yang ter engah-engah dan detak jantungnya yang berdebar kencang.

"Aku memimpikan mereka lagi,"

Aku mengusap punggungnya, berusaha untuk menenangkannya. "Semuanya akan baik-baik saja. Aku ada disini,"

Ia tidak pernah memberitahuku mimpi buruk apa yang ia alami. Ia hanya memberitahuku jika ia bermimpi kejadian yang menyeramkan.

"Kau ingin ku ambilkan segelas air?" Tanyaku setelah ia melepaskan pelukannya.

"Tidak, terima kasih." Gumamnya. "Aku hanya ingin kau disini,"

"Aku akan selalu ada disini,"

Ia tersenyum lemah. Ia kembali berbaring. Begitupula dengan aku. Kami saling menatap satu sama lain tanpa mengatakan sesuatu.

"Kau ingin menceritakannya padaku?"

"Menceritakan apa?"

"Mimpi burukmu?"

Ia membuka mulutnya, namun tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya lalu ia menutupnya lagi.

"Aku mengerti jika kau tak ingin menceritakannya," Ucapku. Aku menarik selimut yang berada di kakiku. "Selamat malam Cod—"

"Aku masih ingat hari itu. 10 tahun yang lalu, saat aku berusia 14 tahun. Aku, ibuku, ayahku, dan adik perempuanku, Caroline sedang berada di dalam mobil. Saat itu sedang salju dan kami tak seharusnya berada di luar rumah karena sebentar lagi badai akan datang,"

"Ayahku ingin sampai di rumah sebelum badai menghantam kota. Ia mempercepat laju mobilnya. Dan kau tahu bukan jalanan sedang licin? Ia tidak bisa menghindar begitu melihat sebuah truk yang berhenti secara mendadak di depannya. Ia berusaha untuk mengerem mobilnya namun itu tidak berhasil. Aku kehilangan ibuku dan adik perempuanku di depan mataku,"

Aku tak pernah tau jika ibunya dan adik perempuannya meninggal di dalam sebuah kecelakaan. Sekarang aku mengerti mengapa ia selalu meneriakkan nama adik perempuannya—Caroline—dan ibunya.

Ia bangkit, mendudukan dirinya sementara tangannya menutup wajahnya.

"Aku turut berduka Cody," Aku memeluknya dari samping. Kuharap itu bisa sedikit menenangkannya.

"Aku ingin melupakannya Alexis,"

Aku semakin mempererat pelukannya. "Aku tahu,"

Ia menolehkan kepalanya kesamping, kearahku. "Jika Caroline masih ada, mungkin ia akan seperti dirimu."

Lie About Us | Justin BieberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang