Keep Moving On!

476 35 4
                                    

a.n.:  Okay, mulai sekarang aku mau membiasakan nulis a.n. di awal. Yaudah biarin aja. Kalo cerita ini tiba-tiba kuprivate, gimana? *nyengir*

Okay lah, happy Reading yaakkk. Yang ini lebih panjang dari yang biasanyaaa.. Seneng nggak? senengg nggakkk? Hayoo ngaku! kalo udah pada bosen, wes oke wae aku rapopo. *ah, maapkeun efek sarapan kepagian ini. Sekali lagi, Happy Reading, yaakk. Jadilah Reader yang baik, Boleh berkomentar asal sopan dan tau tata krama. Ini lapak buat santai-santai kokk... Monggo, mari kita lanjutkeun ceritanya

--morlz407--


Bila rindu ini masih milikmu

Kuhadirkan sebuah tanya untukmu

Harus berapa lama aku menunggumu?

***

Sesorang pernah berkata, mereka yang merasakan waktu seolah seperti berlari bahkan terbang, maka sebenarnya dia tengah benar-benar menikmati kehidupannya. Sedangkan bagi mereka yang merasakan waktu seolah seperti jalannya siput, bisa jadi orang itu sedang merasa betapa hidup sangat menekannya. Bahwa waktu seperti neraka. Bahwa waktu seperti lorong panjang, gelap dan tak berujung. Bisa jadi pula, sebenarnya orang itu ada dalam masa penantian. Dia tidak pernah tahu kapan akhir penantiannya. Yang ia tahu, di ujung penantiannya nanti, ia akan menemukan sesuatu yang mampu menggenapi kekosongan hidupnya. Kekosongan hatinya. Masalahnya adalah, akankah ia setia menanti sampai akhir atau menyerah untuk kemudian menemukan jalan yang lain untuk menggenapi hatinya?

Ellena sudah seperti ini selama sebulan. Hidup bagaikan zombie. Atau mungkin sebenarnya, dia sudah bertransfromasi menjadi cyborg—dimana fungsi otaknya sudah diambil alih oleh sebuah mesin. Dia hanya tahu perintah ya dan tidak seperti bilangan binner. Hidupnya hampa. Hanya ada dua pilihan logis dalam otaknya, ya atau tidak. Ya untuk kemudian melangkah ke tujuan berikut, atau tidak untuk kemudian kembali mengulang dari awal. Persis seperti diagram flowchart pada pemrograman komputer.

Orang-orang di sekitar Ellena mulai memahami bahwa gadis itu tengah patah hati. Bahwa gadis itu tengah kehilangan seorang yang sangat berarti dalam hidupnya. Hanya saja, orang-orang tak menyangka bahwa efek dari kehilangan Enggar dalam hidupnya bisa sedahsyat ini. Enggar bukanlah pacar pertama Ellena. Gadis itu sudah bergonta-ganti pacar dari sejak ia mengenal cinta monyet di bangku SMP. Dia tidak pernah merasa sehilang arah ini hanya karena masalah cinta. Apalagi, dulu Ellena tidak begitu menaggapi keberadaan Enggar. Dia terkesan cuek dan masa bodoh. Tapi Enggar tetap teguh, tetap setia berada di dekatnya. Selalu menjadi orang pertama yang tanggap saat Ellena membutuhkan bantuan. Sampai akhirnya gadis itu merasa tergantung dengannya. Namun, tiba-tiba Enggar hilang bagai ditelan bumi, tanpa jejak yang bisa dilacak sama sekali. Ellena bagaikan dijatuhi bom atom tepat di depan mukanya. Dia tidak hanya shock, tapi hancur berkeping-keping bersama bom itu.

***

Rasa dingin yang tertangkap syaraf di bawah kulit pipi Ellena menyentaknya. Gadis itu mengedipkan matanya beberapa kali, lantas menoleh pada Revan yang tengah menempelkan kaleng soft drink di pipi tirus Ellena.

Revan menyodorkan kaleng itu tepat di depan hidung Ellena dengan senyum mengembang. "Minum," ujarnya santai sambil meneguk minumannya sendiri yang berada di tangan kiri.

"Thanks, Bang." Ellena mengambil kaleng yang sudah dibuka penutupnya itu lantas meneguknya pelan. Rasa menggigit yang menyerang indra pengecap Ellena begitu terkena minuman dalam kaleng membuat gadis itu mengernyit sejenak. Lantas desahan puas terdengar setelahnya. Persis seperti di iklan-iklan, namun dalam porsi yang lebih wajar.

"Lebih baik?" Revan menaikkan alisnya sebelah, berusaha membuat dirinya agar terlihat seperti seorang pria penggoda.

Dengan bekal muka konyol pria di depannya itu, mau tidak mau Ellena tersenyum. Mengangguk sekilas, gadis itu kembali menghela napas. "Abang tau? Abang udah nunjukin surga dunia ke aku hari ini,"

[NUGIE-ELLENA] EVANESCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang