Sore ini akan berlangsung acara lamaran sekaligus acara pertunangan antara Nara dan Aris yang dilaksanakan di kediaman Nara. Semua persiapan sudah selesai, dimulai dari penataan ruang keluarga yang akan dijadikan tempat berlangsungnya acara hingga makanan yang sudah ditata rapi di meja. Dan tak lupa, si calon mempelai wanita yang sudah didandani sangat rapih dan cantik oleh kedua sahabatnya.
Nara mengenakan dress putih selutut berlapis brokat, rambut berombak dan sedikit pola curly diujungnya serta dibiarkan terurai, Nara memang sengaja tidak ingin berpakaian terlalu formal karena menurutnya ini hanya sekedar pertemuan keluarga bahkan dari keluarganya hanya diwakili oleh ibu, adik dan kedua sahabatnya.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Keluarga Aris datang." Teriak Dwi dari balik pintu.
Deg
Tiba-tiba Nara merasa gugup padahal sebelumnya dia tidak merasakan apapun.
Sisca mengintip kedatangan keluarga Aris dari jendela kamar Nara yang memang menghadap ke halaman depan rumah Nara.
"Ra, pangeran lo dateng cakep banget lagi pake batik." ucapan Sisca semakin membuat Nara merasa gugup. Nara yang memang sedang duduk di depan meja rias bisa melihat wajahnya yang memerah.
"Ra ayo keluar, Aris sama keluarganya udah duduk di ruang keluarga." Dwi masuk ke kamar, mengajak Nara untuk keluar.
"Ayo Ra." Sisca mengamit tangan kiri Nara bersiap keluar kamar, tapi Nara malah tetap duduk.
"Kayaknya gue mau diem disini aja ah." Bulir-bulir keringat mulai bercucuran melewati pelipisnya.
"Lah terus nanti yang mau nerima lamarannya siapa?" tanya Dwi.
"Bilangin aja gue mau, diwakilin bisa kan?" Tanya Nara dengan wajah memelas.
"Sayang banget tahu ra, masa kita udah cape-cape dandanin lo tapi Aris malah ga liat. Emang lo ga mau liat Aris?" Bujuk Sisca.
"Tapi aku gugup, aku malu ketemu mereka." Nara menundukkan wajahnya.
"Udah lo tenang, wajar lo gugup secara lo jomblo dari lahir dan tiba-tiba lo ada yang lamar."
"Rese lo." Nara menjitak kepala Dwi.
"Sekarang lo keluar, cukup duduk dan angguk-angguk kepala doang kalau sekiranya lo ga sanggup ngomong. Awas lo ga bisa ngontrol diri pas liat Aris." Ceramah Dwi.
"Kalau lo mau pingsan, pegang aja tangan kita. Kita berdua bakalan disamping lo terus kok." Ucap Sisca mencoba menenangkan.
"Oke." Nara menarik hembuskan napas beberapa kali.
Nara keluar dari kamar dengan ekspresi dan napas yang diatur senormal mungkin agar tidak terlihat gugup.
Aris menatap Nara dari ujung kaki sampai kepala tanpa berkedip.