P a r t 6

252 45 8
                                    

13.6.16
-I.C and E.C

--

Dapat kurasakan aroma menyengat kayu putih di lubang hidungku. Membuatku menerjapkan mata berkali kali, meski awalnya begitu susah. Saat aku mencoba bangun, kepalaku kembali pusing.

"Kau istirahat saja, selagi ini masih malam." Ray duduk di depan, tangannya menggenggam erat botol kayu putih. Rupanya lelaki ini.

Aku menggelengkan kepala lemas, lalu mencoba untuk duduk. Mataku menyipit saat sinar lampu masuk ke celahnya. Kutengok ke atas, dan eh-?! Sejak kapan ada plafon di langit kamarku?!

"Ini mobilku." dia terkekeh pelan, lalu menoleh. "Aku membawamu saat pingsan. Kau sangat berat," ia setengah berbisik di akhir kalimatnya. Sebetulnya aku ingin memukulnya, namun kepalaku masih pusing. Dia orang asing bukan? Kenapa dia bisa se-peduli ini?

"Jadi aku tidak mati ya? Dan ternyata itu kau, bukan malaikat." aku mendengus mendengarnya tertawa. Setelah itu dia kembali menyodorkan botol kecil minyak itu di wajahku.

Ia mengedikkan bahunya, "kau bisa menyebutku malaikat. Aku tak akan keberatan," aku menaikkan sebelah alisku, sedangkan dia tertawa bercanda.

Kutelan ludahku dan memandang ke arahnya "Bagaimana kau bisa tau?." aku mencoba bertanya, kuharap dia menjawab bukan tertawa. Benar saja.

"Aku mendengar teriakan," ia bergumam, kedengaran tidak tertarik dengan pertanyaanku.

Aku menggigit bibir bawahku. Tidak mungkin dia akan tinggal diam mendengar para gadis itu berteriak kesakitan. Tapi sungguh, semua berjalan begitu saja. Bagaimana ini? Tidak ada tempat yang lebih buruk dari penjara. Ugh, kuharap koneksi keluargaku berlaku disini.

"Sudah berpikirnya?" ia melirikku dari kaca mobil, aku melihatnya menunduk.

"M-maaf mengacuhkanmu." aku menatapnya balik melalui kaca, namun ia membuang pandangannya.

"Lagipula tidak ada yang perlu kau khawatirkan," aku terlonjak dalam dudukku. Sementara dia kembali menatapku, namun kali ini ia langaung menatapku.

"Kenapa? Bukankah aku bersalah?" kuremat rok outfitsku dengan erat, aku dapat mendengar kekehannya jelas di telingaku, karena jarak kami sangat dekat.

"Kau benar, tapi kesalahan ini bukan awal yang buruk, kau hanya perlu..tenang." ia menatap lurus hutan dibalik kaca mobilnya, aku mengernyit dahiku.

"Aku..tidak mengerti,"

"Lebih baik aku tidak membuatmu pusing." Ray membuka pintu depan, keluar. Tangannya melambai ke arahku. Kutatap dia beberapa saat, lalu membuka pintu di sampingku, bergegas mengikutinya.

"Ah, dingin sekali sekarang. Kau mau?" Ray mengangkat sebuah botol dari dalam dasboardnya saat dia kembali.

Aku menatapnya curiga "Apa membawaku kemari adalah alibimu untuk bisa minum dengan wanita cantik?"

Ray tersenyum miring, "Apa aku terlihat seperti pembohong? Tapi aku setuju dengan kalimat terakhirmu."

Aku menggembungkan pipiku, malu. "Jerk."

Udaranya sangat dingin, aku mengernyit heran saat melihat pohon cemara di sisi kiri dan kananku. Sebuah hutan? Hah, aku begitu bodoh mau saja mengikuti orang yang baru ku kenal.

"Kemarilah! Tidak akan ada yang menggigitmu. Kecuali aku." Ray berteriak dari dalam sana. Namun suaranya begitu lirih saat mengucap kata yang terakhir.

Disana, di dalam hutan yang gelap. Dia menyuruhku masuk ke dalam hutan ditengah malam dingin seperti ini? Yang benar saja. "Hei! Dasar pria gila!"

Horrible PersonWhere stories live. Discover now